Konseling behavioral merupakan salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan disini dalam pengertian sebagai upaya membantua orang lain agar ia mampu tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengahadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf & Juntika, 2005:9). Lebih lanjut Juntika (2003:15) mengutip pengertian konseling dari ASCA (American School Conselor Assosiation) sebagai berikut : Konseling adalah tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk masalah-masalahnya. membantu kliennya dalam mengatasi Selanjutnya menurut Suwanto (2016:3) konseling behavioral adalah suatu teknik dalam konseling yang berlandaskan teori belajar berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya. Tujuan konseling behavioral yaitu : (1) Menciptakan perilaku baru. (2) Menghapus perilaku yang tidak sesuai. (3) Memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Sedangkan pengertian behavioral/behaviorisme adalah salah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas (JP.Chaplin, 2002:54).
Membangun pemahaman tentang behaviorisme dan konseling yang telah dibahas sebelumnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa konseling perilaku mengacu pada proses konseling (pendampingan) yang diberikan konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan perilaku untuk memecahkan masalah sekaligus menetapkan arah yang dibayangkan klien.dalam hidup.
Isu pembullyan yang terjadi pada tahun 2024 salah satunya adalah Kasus bullying di Program Pendidikan Spesialis Dokter (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) yang menyebabkan seorang mahasiswi meninggal dunia. Kasus ini menarik perhatian publik dan memicu seruan untuk investigasi oleh Kementerian Kesehatan dan kepolisian. Kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro yang berujung pada kematian seorang mahasiswi telah menyita perhatian publik. Tindakan perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi, khususnya pada program yang menuntut tekanan psikologis tinggi seperti PPDS, dapat berdampak sangat buruk pada korban. Stres, kecemasan, hingga tindakan ekstrem seperti bunuh diri, menjadi konsekuensi yang seringkali tidak terduga.
Untuk mencegah terjadinya perundungan, diperlukan langkah-langkah komprehensif baik di tingkat institusi maupun individu. Institusi pendidikan perlu memiliki peraturan yang jelas mengenai perundungan beserta sanksi yang tegas, serta membentuk tim pengawas yang aktif untuk memantau dan menindaklanjuti laporan. Di sisi lain, individu perlu ditanamkan nilai-nilai positif seperti empati, toleransi, dan rasa hormat. Penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak buruk perundungan dan memberikan keberanian kepada korban untuk melaporkan kejadian yang dialaminya. Dengan demikian, diharapkan lingkungan belajar yang aman dan kondusif dapat tercipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H