Ketiga, kita terlalu arogan dengan bahasa yang kita gunakan. Secara tidak sadar, kita mengukur kemampuan berbahasa siswa dari sudut pandang kita sendiri. Kita memakai ukuran "perasaan" dan kemampuan berbahasa kita. Sementara itu, kemampuan berbahasa siswa terkesan disepelekan.Â
Kita menganggap bahwa kesamaan bahasa tidaklah menjadi masalah penting. Padahal, kemampuan berbahasa setiap manusia sangat bergantung pada horison harapannya: pengalaman membaca, melihat, mendengar/menyimak, berbicara, dan menulis. Â Jika horison harapannya saja berbeda, bisa dipastikan bahwa kemampuan setiap individu adalah berbeda.Â
Analisis kemampuan siswa seharusnya dilakukan dulu sebelum mengucapkan atau menuliskan kalimat instruksi. Penyamaan frekuensi bahasa sangatlah penting dalam keberhasilan suatu komunikasi. Jika frekuensinya sudah sama, apa yang disampaikan dan diterima oleh pembaca atau pendengar akan sama hasilnya dengan apa yang diinginkan antarkomunikator.
Keempat, Kita jarang memperhatikan situasi, bobot muatan yang akan disampaikan, sasaran, dan metode penyampaiannya. Bila situasinya formal atau tidak formal, kita harus mampu menyesuaikan penggunakan bahasanya.Â
Formal berarti menggunakan bahasa Indonesia yang benar semisal pertemuan dengan orang-orang baru dalam sebuah konferensi. Bila situasinya tidak formal, kita boleh menggunakan bahasa Indonesia yang baik, meski tidak harus melulu benar. Yang penting adalah pesan yang disampaikan jelas dan tepat. Audiens, pendengar, dan pembaca harus diperhatikan dengan seksama.Â
Pemenuhan kebutuhan bahasa pembaca harus menjadi perhatian utama. Jangan menggunakan bahasa-bahasa ilmiah yang sangat sulit dimengerti. Apalagi bila bobot muatan yang disampaikan tergolong berat dan serius.Â
Maka, harus ada teknik penyederhanaan bahasa yang bisa dicerna orang lain dengan mudah. Bila sudah menganalisis kebutuhan-kebutuhan tadi, metode penyampaiannya harus dikemas sedemikian rupa. Intinya adalah bagaimana sebuah pesan disampaikan dengan efektif, akurat, dan efisien.
Penyederhanaan Bahasa
Sebenarnya, dalam bidang korespondensi, para ahli bahasa, alih bahasa, maupun editor harus menguasi teknik penyederhanaan bahasa. Tujuannya hanya satu yaitu bagaimana agar isi yang ingin disampaikan mudah dimengerti dan cepat dipahami oleh pembaca atau pendengar. Nah, caranya sebenarnya mudah.Â
Yang pertama adalah pengenalan sasaran. Sasaran yang dimaksudkan adalah siapa yang akan menjadi pembaca atau pendengarnya. Hal serupa terjadi dalam penulisan buku-buku pelajaran di sekolah. Bahasa yang digunakan untuk anak-anak di TK dan SD akan berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk kalangan remaja di SMP dan SMA, apalagi dengan bahasa di kalangan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa umur dan horison harapan setiap individu sangat berbeda sehingga perlu beri pertimbangan khusus.Â
Kedua, memilih penggunaan kata, istilah, dan kalimat yang populer di masyarakat. Kemampuan memilih kata, istilah, dan kalimat yang populer sangat berguna dalam menarik perhatian pembaca atau pendengar apalagi bila dihiasi dengan kalimat-kalimat yang mengandung muatan filosofis dan motivasi. Pada intinya, bahasa yang sederhana: mudah dicerna dan dipahami, adalah satu-satunya media yang mampu menjembatani setiap permasalahan yang mudah dan rumit.