Pada kenyataannya, hilangnya motivasi anak untuk belajar tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor teknis yang bersifat internal. Namun, tanpa kita sadari, seringkali guru tidak memperhatikan penggunaan bahasa yang mereka sampaikan kepada siswa.
Guru acapkali menerapkan penilaian dari sudut pandang mereka sendiri. Bahkan, guru terkadang menyepelekan penguasaan bahasa yang dimiliki siswa.
Dengan modal "keangkuhan" sebagai guru, seringkali siswa terpeleset bahkan gagal ketika mencoba menerjemahkan instruksi yang diberikan gurunya. Â Akibatnya, output yang diinginkan tidak sejalan dengan permintaan guru.
Akar Penyebabnya
Permasalahan yang kita temui sebenarnya sepele. Ketidakmampuan guru memahami penggunaan bahasa instruksi adalah penyebab utamanya.Â
Yang pertama, pemilihan diksi. Terkadang, secara tidak sadar, kita (baca: guru) seringkali menggunakan idiom, istilah, dan terminologi yang sulit. Sulit karena tidak dimengerti sama sekali oleh murid, padahal kita menganggapnya mudah. Akibatnya, apa yang kita sampaikan menjadi sia-sia dan tidak terkoneksi dengan baik. Misalnya, penggunaan bahasa ilmiah yang tidak populer di telinga siswa yang duduk di bangku SMP.
Contohnya: Â "Korespondensi bahasa, asimilasi dan akulturisasi tradisi dan budaya terasa sangat mencolok di daerah itu".Â
Penggunaan kata korespondensi, asimiliasi, dan akulturisasi, saya kira belum tepat disampaikan kepada anak-anak yang duduk di bangku SMP.Â
Beberapa di antara mereka mungkin mengerti, namun bagaimana dengan mereka yang sama sekali tidak pernah mendengar kata-kata itu? Pasti kebingungan yang terjadi. Namun, bagaimana bila bahasanya disederhanakan seperti ini, "Hubungan bahasa, pencampuran tradisi dan budaya terasa sangat mencolok di daerah ini". Â Mana yang lebih mudah dimengerti?
Kedua, acapkali kita memakai bahasa perintah (baca: intruksi) yang tidak jelas. Bahkan yang lebih parah lagi, kalimat instruksi itu panjang, bertele-tele, ambigu, dan tidak jelas maksudnya.Â
Efisiensi dan efektivitas struktur kalimat yang digunakan membingungkan siswa. Munculnya banyak interpretasi menjadi salah satu penyebab kacau balaunya output yang diinginkan.