Mohon tunggu...
Belfa Yulita Nur Asifah
Belfa Yulita Nur Asifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43122010161 Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Program Studi: Manajemen Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Meikarta dalam Sudut Pandang Etika Bisnis

28 Mei 2023   17:25 Diperbarui: 28 Mei 2023   17:25 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Hingga Desember 2022, Meikarta mengklaim telah mengirimkan 1.800 unit. Namun, beberapa pelanggan melaporkan bahwa produk yang mereka terima di bawah standar atau tidak memenuhi harapan mereka. Selain itu, pelanggan berpendapat bahwa Biaya Pengelolaan Lingkungan (IPL) Meikarta terlalu mahal dan tidak konsisten dengan inisiatif pemasaran sebelumnya. Selain itu, pelanggan proyek Meikarta masih dipaksa untuk membayar pembayaran tanpa jaminan bahwa mereka akan menerima hak yang layak dan bagaimana semestinya.

            Gerakan demo tersebut membuat PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK) merespon, mereka masih optimis dapat melakukan serah terima secara bertahap hingga tahun 2027 berdasarkan putusan homologasi PKPU.

            Mendengar pernyataan tersebut, konsumen Meikarta menolak dengan tegas janji Lippo Group untuk melaksanakan serah terima pada tahun 2027 mendatang. Para konsumen tetap bersikeras meminta refund atau pengembalian dana atas pembeliat unit apartemen Meikarta.

            Bank Nobu menjadi sasaran utama yang disebut terus-menerus melakukan penagihan kewajiban hinggaa mengintimidasi konsumen. Padahal, hak konsumen berupa unit apartemen yang sudah dibayarkan tidak kunjung mereka dapatkan hingga saat ini.

            Sebenarnya, konsumen tidak tinggal diam. Pada akhir Desember 2022, mereka melakukan demo protes di luar Bank Nobu, lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan untuk kondominium di Plaza Semanggi, Jakarta Selatan, untuk menuntut agar mereka mengganti dana yang dibayarkan untuk properti Meikarta.

BAGAIMANA MENGATASI MASALAH TERSEBUT?

            Kasus korupsi yang terjadi di proyek Meikarta merupakan ulah manusia yang melanggar etika dan moral bisnis. Pembahasan mengenai korupsi ini maka secara otomatis akan berhadapan langsung dengan etika bisnis. Hal ini disebabkan masyarakat memandang korupsi sebagai salah satu bentuk pelanggaran etika yang merugikan dan merusak banyak aspek kehidupan.

            Setiap perusahaan atau organisasi memiliki potensi perilaku tidak etis (O.C Ferrel, John Fraedrich, dan Linda Ferrel:2021).

            Pelanggaran serius terhadap etika perusahaan dilakukan oleh PT Lippo yang berdampak negatif bagi beberapa pihak. Kasus suap oleh pihak serakah dan ceroboh yang terlibat dalam proyek Meikarta. Mereka tetap melakukannya untuk memperkuat kemauan mereka meskipun mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan tidak pantas dan tidak benar. Mereka menyuap agar pihak tertentu tidak menghalangi pembangunan proyek di Meikarta selama prosedur perizinan. Dalam hal ini, banyak pihak yang dirugikan, mulai dari pemerintah, pekerja proyek, hingga investor proyek yang sudah berinvestasi pada proyek tersebut.  

            Denny Indrayana, kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), perusahaan yang menggarap Meikarta, menyatakan siap bekerja sama dengan KPK dalam kasus ini. Dikatakannya, PT MSU merupakan bisnis yang menjaga nilai-nilai praktik bisnis yang beretika dan antikorupsi. Tindakan pertama yang dilakukan PT MSU adalah melakukan penyelidikan internal yang tidak memihak untuk memastikan kebenaran dari apa yang terjadi. Ia menegaskan, setiap penyimpangan sikap antikorupsi tidak akan ditoleransi oleh PT MSU.

            Menurut catatan YLKI, setidaknya ada 3 (tiga) aturan yang diduga kuat dilanggar oleh kegiatan pemasaran yang dilakukan Grup Lippo terkait proyek Meikarta, di antaranya Pasal 42 UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Etika Periklanan Indonesia. Aturan tersebut merupakan tambahan dari pelanggaran suap yang dilakukan di proyek Meikarta dalam kegiatan pemasarannya. Dipercayai bahwa ini akan menciptakan preseden berbahaya bagi operator pengembangan lainnya untuk bertindak serupa dan menyebabkan pelanggan menempatkan diri mereka dalam situasi berbahaya, membahayakan properti industri itu sendiri dalam jangka panjang. Negara harus hadir untuk melindungi hak-hak sipil pelanggan yang telah menyelesaikan transaksi pembelian jika proyek ini dihentikan karena perizinan yang tidak memadai atau masalah lainnya. Selain itu, hingga jelas apakah proyek tersebut akan dilanjutkan, mereka yang berencana membeli apartemen Meikarta akan menundanya untuk sementara waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun