Mohon tunggu...
Belen Amanda Sitanggang
Belen Amanda Sitanggang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Longlife Learner - Writer, Storyteller, Public Speaker, and others

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Menetapkan Batasan dalam Bersosialisasi

27 Juni 2022   13:37 Diperbarui: 27 Juni 2022   13:46 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sering kali kita dihadapkan dengan situasi yang membuat kita merasa kecil dan bersalah sehingga kita harus mengalah. Di sisi lain, kita tahu bahwa keadaan tersebut sangat tidak menyenangkan dan tidak membuat kita nyaman. Apalagi, struktur sosial selalu mendidik kita untuk bisa mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal ini justru memicul munculnya-baik hubungan pertemanan, pekerjaan, atau percintaan-menjadi tidak sehat.

Untuk bisa menyikapi permasalahan tanpa harus mengurangi nilai pribadi seseorang, penting bagi kita untuk mengenal dan menetapkan batasan-batasan personal dalam hidup atau set boundaries. 

Menetapkan batasan pribadi merupakan cara mengenalkan identitas kita sebagai manusia dalam bersosialisasi sehingga orang lain tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mereka kepada kita. Namun, hal ini justru menjadi sulit dilakukan karena sejak kecil kita belum diajarkan untuk memvalidasi perasaan dan situasi yang membuat kita nyaman dan tidak. Kita menjadi terbiasa untuk menyenangkan orang lain melulu.

Tak jarang kita cenderung melakukan hal-hal yang bersebrangan dengan nilai-nilai hidup kita, contohnya tetap hang out bersama teman karena kita tahu, teman kita akan marah pada kita jika kita tidak ikut. 

Hal lain misalnya, kita merasa pasangan kita tidak memprioritaskan kita ketika tidak menerima pesan satu hari saja. Tak bisa dipungkiri hal ini terjadi karena kita terbiasa mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita dan berasumsi bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama jika kita berhasil terus-terusan menyenangkan mereka. 

Terbentuklah pola pikir bahwa kita akan bahagia, nyaman, aman, dicintai,  jika orang lain melakukan hal tertentu pada kita atau sebaliknya. Kita kemudian lupa bahwa banyak hal di luar kendali kita dan ada beberapa hal penting yang berada di bawah kontrol kita. Inilah yang membuat kita sulit mengidentifikasikan nilai-nilai hidup yang menjadi identitas kita.

Misalnya, Anda adalah pribadi yang jujur kemudian baru saja pindah ke dalam sebuah komunitas yang sudah biasa berbohong. Ketika Anda mencoba mempertahankan nilai Anda, Anda ditolak atau dikucilkan oleh komunitas tersebut dan hal tersebut bukanlah hal yang Anda inginkan, yang kemudian membawa Anda untuk menurunkan nilai pribadi Anda sehingga Anda berbohong. 

Anda menyadari bahwa hal tersebut terasa tidak mengenakkan, tetapi Anda merasa tidak sendirian dan terasing jika tidak berlaku demikian. Contoh lain adalah Anda merupakan pribadi yang tidak suka bergosip dan terbiasa bicara seperlunya saja. Ketika Anda berhadapan dengan sekelompok teman baru yang biasa menggosip dan bertanya tentang kehidupan Anda pribadi secara intens, Anda merasa tidak nyaman, tetapi di saat yang bersamaan Anda tahu inilah perjalanan baru untuk Anda yang harus dihadapi.

Hal yang menjadi kesulitan lain adalah ketika berhadapan dengan situasi bahwa seseorang menunjukkan rasa empati dan kepedulian tinggi kepada kita, padahal hal tersebut tidak membuat kita merasa nyaman. 

Kita merasa bahwa kita harus terus menerima kepedulian orang lain karena itu adalah niat yang baik dan orang akan mudah menghakimi kita karena menolak kebaikan seseorang. Kita belum diperkenalkan pada situasi kita boleh menolak dan orang lain pun belum sadar bahwa alih-alih peduli, mereka bisa saja menerobos pintu privasi seseorang.

 

Untuk tetap bertahan pada pola pikir bahwa kita adalah pribadi yang berharga dan memiliki nilai hidup yang unik, sehingga menolak sesuatu adalah hal yang normal, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenal perasaan-perasaan kita. Identifikasi pada situasi apa saja kita merasa tidak nyaman, sedih, marah, dan sebagainya. 

Ketika mengenal dan merangkul perasaan-perasaan tersebut, kita dapat mengidentifikasikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh orang lakukan kepada kita sehingga kita terhindar dari perasaan tidak nyaman tadi. 

Hal selanjutnya yang perlu kita tegaskan pada diri sendiri adalah bahwa dunia ini terbagi atas dua hal, yakni hal yang bisa dikendalikan dan hal yang di luar kendali. Kesadaran akan ini dapat membawa kita pada ekspetasi yang lebih realistis dan menerima tindakan atau situasi yang tidak menyenangkan di luar kendali kita. Kita akan mengenal pada konsep penerimaan yang sesungguhnya.

Hubungan sosial yang sehat adalah hubungan yang mengenal nilai-nilai pribadi setiap individu satu dengan yang lain, menghormati dan menghargai semua proses yang membentuk nilai dan pemikiran unik tersebut, serta bersifat mendukung. Jika hal ini dapat direalisasikan, maka tak hanya tercipta hubungan sosial yang sehat, tetapi juga kesehatan mental yang baik. 

Sebagai sesama manusia, kita perlu terus belajar mengenai menetapkan batasan dalam bersosialisasi dengan orang lain, baik dalam hubungan pertemanan, pekerjaan, percintaan, atau hubungan di dunia pendidikan. Menetapkan batasan adalah salah satu cara menghargai diri sendiri dan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun