Mohon tunggu...
Belarminus Budiarto
Belarminus Budiarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Allah adalah Kebenaran dan Kebahagiaan Sejati

29 April 2021   18:15 Diperbarui: 29 April 2021   18:22 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

3.1. Manusia Perlu Berelasi

            Berelasi dapat dilakukan dengan bermacam cara, entah itu lewat dialog atau komunikasi, dan sebagainya. Bagi saya berelasi berarti aku yang menyadari bahwa saya bukan lagi hidup sendiri melainkan hidup bersama orang lain, alam sekitar dan realitas. Menyadari akan hal ini maka saya harus mengadakan relasi yang seluas-luasnya tanpa dibatasi ruang dan waktu. Berelasi dapat dilakukan dengan siapa dan kapan saja. Saya berelasi secara intim dengan Tuhan berarti saya mau mengenal Allah secara mendalam, siapa Dia dalam hidup saya, siapa saya di hadapan-Nya. Hal yang sama pun terjadi dalam kehidupan manusia dengan sesamanya. Berelasi yang diadakan manusia bertujuan untuk saling mengenal satu sama lain tanpa dibatasi ruang gerak dan waktu. Dengan berelasi manusia saling mencintai, menghormati dapat itulah yang dinamakan berelasi sempurna. Berelasi yang baik menghadirkan apa yang disebut dengan kebaikan bersama (Bonum Commune). Berelasi yang positif mengantar manusia untuk hidup dalam kebenaran dan kebahagiaan.

3.2. Mencintai tanpa batas

Cinta merupakan kata yang didambakan  setiap insan. Siapakah yang tidak pernah merindukan cinta? Dapatkah manusia hidup tanpa cinta? Cinta bagi saya di sini merujuk kepada seluruh ciptaan yang dihadirkan Allah baik itu manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya. Cinta itu adalah Allah yang hadir dalam segenap ciptaan-Nya. Allah menghadirkan segala yang ada karena cinta. Cinta adalah kuasa Tuhan yang sempurna yang tidak dapat disamakan dengan cinta yang dialami oleh manusia dalam relasi dengan sesamanya. Tuhan mencintai manusia dan segenap ciptaan-Nya tanpa batas, bukan setengah-setengah. Cinta Tuhan lebih luas dari samudera raya dan lebih dalam dari lautan serta lebih tinggi dari angkasa. Inilah yang dinamakan dengan cinta sejati, universal, abadi tanpa batas. Di dalam cinta, Liyan tidak lagi orang lain. Melainkan, Liyan adalah Engkau yang dengan siapa Aku berelasi,berkomunikasi. Ketika komunikasi berlangsung intens, Engkau menjadi Aku yang lain yang dengannya Aku melakukan perziarahan hidup. Setiap hari.[1]

Arti Cinta di sini mengarahkan manusia kepada Cinta yang tanpa batas. Manusia hendaknya juga merindukan Cinta yang bersifat universal bukan personal, bukan cinta antara aku dan kamu saja, aku dan dia tetapi cinta antara aku dan sesama dan aku dengan semua mahluk yang ada di muka bumi. Cinta yang sejati tidak mengenal waktu, tidak memandang suku, agama, ras, budaya dan lain sebagainya. Aku yang mencintai segenap yang ada menggambarkan cinta Allah kepada semua ciptaan-Nya tanpa batas.

Kita juga perlu megakui bahwa Cinta itu selalu bergandengan dengan benci. Di mana ada cinta, di situ ada benci. Keduanya selalu ada bersamaan. Manusia perlu menyadari bahwa ketika ia sudah mengenal apa itu cinta maka ia juga harus menerima apa yang disebut kebenciaan. Allah yang datang dengan penuh cinta untuk menyelamatkan manusia melalui putra-Nya juga merasakan kebencian dari orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya. Akan tetapi Cinta-Nya yang begitu luar biasa mampu mengalahkan kebencian, sehingga manusia mengalami kebahagiaan sejati yang datang dari Sang Kebenaran. Apa yang akan terjadi jikalau manusia dalam hidupnya tidak saling mencintai? Akankah ia memperoleh kebahagiaan? Manusia yang dalam hidupnya tidak memahami arti cinta sejati akan memaknai cinta itu sebagai kepuasan semata, kebahagiaan yang memenuhi kebutuhannya.

3.3. Hidup Dalam kejujuran dan Kebenaran

Kejujuran  selalu dipahami dalam relasi dengan sesama. Bersikap jujur terhadap orang lain berarti mengembangkan sikap terbuka. Bersikap terbuka berarti kita muncul sebagai diri kita sendiri. Sesuai dengan keyakinan kita. Kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya. Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan orang lain. Singkatnya, terbuka berarti kita menampilkan diri apa adanya agar lain juga mengenal kita. Ketika manusia dalam kehidupannya memiliki sikap-sikap positif seperti ini baik di hadapan Tuhan dan sesamanya maka sesunggunya  ia sudah merasakan kebenaran dan  kebahagiaan itu. Manusia tidak akan pernah menjadi orang yang benar dan tidak akan pernah mengalami kebahagiaan jikalau hidupnya diliputi dengan dusta, kebohongan, tipu daya, rasa sombong dan berbagai hal negatif lainnya. Ia akan dibenci, diasingkan bahkan tidak layak hidupnya untuk dihidupi dan akan berujung pada suatu kehancuran dan kematian. Dalam kehidupan-Nya, Allah tidak pernah berdusta, Ia adalah pribadi yang terbuka, mendengarkan keluhan dan permohonan umat-Nya. Ini menggambarkan Kemaha-kuasaan-Nya sebagai Pribadi yang benar.

Lantas! Mengapa dalam realitanya manusia seringkali berhenti pada satu titik setelah ia mengenal dan memahami apa itu kebenaran dan tidak mengaplikasikan itu dalam kehidupan sosial? Apa yang menjadi penyebab utamanya? Adapun faktor-faktor yang menyebabkan manusia bertindak demikian, misalnya karena sikap sombong, egois, keangkuhan. Pertama, Kesombongan. sikap sombong adalah tindakan manusia yang melanggar norma kesopanan. Jikalau sikap seperti ini terus ditanam dalam diri manusia maka sangat sulitlah ia membagi kepada orang lain apa yang menjadi kelebihannya. Dalam konteks ini mempertahankan kebenaran harus disertai akal budi yang sehat sehingga kebenaran itu dapat dirasakan oleh semua orang. Egois berarti kikir, tamak. Kedua, Egois. Egois masih identik dengan kesombongan. 

Egois juga dapat saya artikan ingin menang sendiri, tidak boleh ada orang lain yang melebihi saya. Egois berarti tidak mau berbagi sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan. Dalam realitasnya manusia seringkali menutup diri terhadap kebutuhan orang lain. Ketika manusia sudah hidup sejahtera itulah kebahagiaan bafgi dirinya. Manusia lupa bahwa kebenaran akan semakin sempurna jikalau  hidup itu saling berbagi, terbuka terhadap yang lain dan terlibat dalam penderitaan orang lain. Inilah yang diajarkan oleh Kebenaran. Ketiga, Keangkuhan. Keangkuhan, kesombongan dan egois selalu melekat dalam diri manusia.

Hal ini tidak dapat dipungkiri lagi dalam realitas. Sifat manusia semacam ini tidak bisa menjadi dasar untuk seseorang melakukan kebaikan dan kebenaran karena akan menimbulkan kehancuran kehidupan dan makan dari dari kebenaran. Inilah beberapa faktor penghambat terwujudnya sebuah kebenaran dalam diri manusia. Sikap-sikap seperti ini harus dihindarkan, dimusnahkan agar manusia lebih terarah dalam mencari dan bertindak dalam kebenaran. Manusia yang berbudi hendaknya menjadi jembatan bagi yang lain untuk berbuat benar dan bahkan membuat manusia sampai pada pemahaman akan makna kebenaran itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun