Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat dari Sudut Filsafat (32)

4 Oktober 2021   15:58 Diperbarui: 4 Oktober 2021   16:04 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roh. Suku Buna' di pedalaman Timor mempunyai dua istilah: melo artinya jiwa; mugen artinya arwah. Ini untuk manusia. Manusia yang masih hidup mempunyai melo, jiwa. 

Manusia yang sudah meninggal, hidup sebagai mugen, arwah. Roh dikenal dua macam: muk gomo loi, artinya tuan tanah yang baik, roh yang baik. Muk gomo late, artinya tuan tanah yang tidak baik, roh yang jahat. 

Menurut kepercayaan suku Buna' ini manusia mempunyai dua macam roh yang hidup, melo dalam diri manusia yang hidup dan mugen dalam diri manusia yang sudah meninggal. Melo, Mugen, Muk Gomo. 

Selama manusia hidup di dunia, melo (jiwa) selalu dilindungi oleh muk gomo loi (roh yang baik) dan diganggu oleh muk gomo late (roh yang tidak baik). Sesudah meninggal dunia, mugen (arwah) tidak kelihatan, tapi sebagai pribadi, ada bersama semua arwah manusia yang telah meninggal dunia dan tetap mempunyai kontak dengan manusia yang masih hidup di dunia. 

Dari kepercayaan inilah ada upacara kurban sajian kepada arwah leluhur dan kuburan dijaga dengan baik karena arwah ini dianggap tinggal di kubur biarpun mereka sudah berada dalam kehidupan yang lain, di tempat yang disebut, tas masak, kampung besar, yang penuh dengan kedamaian abadi. 

Di tas masak, kampung besar ini para arwah bisa bergaul dengan Hot Esen, Matahari Yang Tinggi, Pencipta segala sesuatu. Manusia berasal dari Hot Esen dan kembali ke Hot Esen.

Suku Buna' mempunyai kepercayaan ini, manusia selama hidup di dunia  terdiri dari iwi' (badan) dan melo. Badan mati, tinggal mugen. Pergaulan antara melo dan mugen tetap terjalin setiap saat, tak terputus. Karena itulah setiap bayi suku Buna' yang baru lahir selalu diberi nama dari salah satu leluhur yang sudah jadi mugen.

Mugen (arwah) hidup seperti manusia yang masih hidup di dunia. Mugen ini berkontak dengan manusia yang mempunyai melo (jiwa). Melo dan mugen tetap bergaul seperti biasa. 

Nafsu dari melo yang ada dalam diri  manusia yang hidup tetap ada juga dalam diri mugen. Mugen tetap butuh makanan, pakaian dan perumahan.  Mugen juga ada Nalar, mengatur melo dalam diri manusia yang hidup. 

Mugen juga ada Naluri yang suka bergaul dengan melo dari manusia yang hidup. Mugen datang bergaul dengan manusia yang hidup dalam bentuk tanda-tanda alam atau mimpi. 

Mugen mempunyai Nurani yang membuat melo tenang atau tidak tenang. Kalau pribadi manusia berbuat baik, melo tenang, kalau berbuat jahat, melo tidak tenang.

Kesadaran suku Buna' tentang melo dan mugen inilah yang menjadi dasar tentang adanya empat unsur dalam diri manusia: Nopil (tenaga, keinginan badaniah) yang diartikan sebagai Nafsu. 

Nawas (dahi, otak, pengetahuan dan pengalaman) diartikan sebagai Nalar. Nezel (perut, tali pusar, turunan) diartikan sebagai Naluri. Nimil (hati, perasaan terdalam) diartikan sebagai Nurani.

Roh kita manusia terdiri dari empat unsur ini: Nopil + Nawas + Nezel + Nimil, dialih-bahasakan ke dalam bahasa Indonesia, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani yang tertampung dalam badan yang akan mengalami saat akhir, kematian. 

Tapi roh kita dengan empat unsur ini tetap hidup yang secara samar-samar dihayati oleh orang suku Buna'. 

Rumusan inilah yang saya temukan dalam penelitian selama enam tahun di kalangan suku Buna', dari tahun 2005 sampai 2011 dalam proses penulisan disertasi untuk memperoleh gelar Doktor dalam kajian filsafat tentang Studi Pembangunan di Universitas Kristen, Satya Wacana, Salatiga, Indonesia. 

Temuan ini dirumuskan dan dipublikasikan sebagai 'Empat N' = 4N, digambarkan dalam diagram, segi empat dibagi empat, maka muncullah istilah, 'Kwadran Bele'. Temuan ini diumumkan pada tahun 2011, maka selalu saya dengan berani katakan, '4N', Kwadran Bele, 2011. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun