Mohon tunggu...
Achmat Heri Dwijuwono
Achmat Heri Dwijuwono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tinggal di Gunungkidul, Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Berhenti Menjadi Palu yang Melihat Segala Sesuatu Sebagai Paku

30 November 2017   22:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   13:37 2058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Channel Youtube Picture Fun

Itulah sebabnya kita tidak tahan bergaul dengan apapun atau siapapun yang tak bisa segera kita ketemukan keterkaitan maknanya dengan segala yang telah karib bagi kita.

Kita cenderung menghindari dan menolak segala yang kita tak bisa serta-merta memahaminya. Kita akan memberi label segala yang asing ini, segala yang tak kita inginkan walau mungkin sesungguhnya sangat kita butuhkan, dengan label yang membuat kita tidak tertarik untuk menyelaminya.

Kita cat apapun yang ada di luar zona nyaman kita dengan warna emosi curiga dan kita menyebut tingkah kita ini sebagai sikap waspada. Kita hindari segala yang tak bisa segera kita tentukan statusnya menggunakan alat ukur kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang kita miliki dan kita menyebut langkah kita ini sebagai tindakan berhati-hati.

Kita tidak tahan hidup berlama-lama bersama dengan sebuah tanda tanya. Apalagi dengan banyak sekali tanda tanya. Padahal itu adalah kenyataan yang tak mungkin kita elakkan sebab hanya Allah yang Maha Tahu, sedangkan kita hanya maha tidak tahu. Anehnya, kita ini justru sangat malu mengaku tidak tahu.

Bahkan kalau ada orang lain yang banyak tanya, yang jawaban atas setiap pertanyaannya diam-diam kita syukuri datangnya, kita justru menghinanya dengan memberinya label sebagai manusia kepo. Dan siapapun yang berikhtiar memberi jawaban sesuai dengan tingkat pemahamannya atas realita, yang tentu sudah pasti berbeda dari kita, kita beri label sok pamer kepintaran (kalau lumayan akurat) atau sok tahu (kalau kebangetan meleset).

Oleh karena itu, selama kita tidak pernah tertarik keluar dari tempurung kelapa kita untuk menjelajahi tempurung kelapa orang lain hingga menemukan titik-titik temu pemahaman, jangan heran kalau di alam semesta ini kerja kita cuma petentang-petenteng sebagai pembawa palu yang setiapkali ketemu sesuatu, apa pun dan siapa pun itu, kesiapan kita hanyalah melihatnya sebagai paku.

Gunungkidul, 30 November 2017

Achmat Heri Dwijuwono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun