"Waduh, anak saya kok sekarang jadi suka memukul, ya? Apa ini fase normal atau tanda bahaya?"
Pernahkah sahabat kompasiana bertanya-tanya seperti itu saat si kecil mulai menunjukkan perilaku yang, terus terang, bikin geleng-geleng kepala? Di usia 3 tahun, anak kita sedang berada di puncak eksplorasi emosi, dunia sosial, dan kontrol diri. Namun, ketika perilaku seperti memukul muncul, orang tua sering kali bingung, bahkan cemas. Apakah ini sesuatu yang wajar? Atau justru ada masalah yang harus segera ditangani?
Perkembangan Emosi dan Kontrol Diri Anak 3 Tahun
Anak usia 3 tahun sedang menjalani fase perkembangan besar, termasuk dalam aspek emosi dan kontrol diri. Pada usia ini, mereka mulai:
- Mengenal Beragam Emosi
Anak-anak mulai memahami konsep emosi, tetapi mereka belum tahu bagaimana mengungkapkannya secara tepat. Marah, frustrasi, atau bahkan senang bisa meledak dalam bentuk fisik, seperti memukul. - Menguji Batasan
Dunia bagi anak usia 3 tahun penuh dengan aturan baru yang sering kali mereka uji. "Kalau aku memukul, bagaimana reaksi Mama atau Papa?" adalah salah satu cara mereka bereksperimen. - Kesulitan Mengendalikan Impuls
Di usia ini, otak anak sedang berkembang pesat, tetapi bagian yang bertanggung jawab untuk pengendalian impuls masih dalam proses "latihan." Karena itu, mereka sering bertindak spontan.
Kapan Perilaku Ini Masih Wajar?
Sebagai orang tua, penting untuk menyadari bahwa tidak semua pukulan kecil dari si buah hati berarti masalah besar. Beberapa tanda bahwa perilaku ini masih wajar meliputi:
- Terjadi Sesekali dan Dalam Konteks Tertentu
Misalnya, saat mereka lelah, lapar, atau merasa frustrasi karena tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata. - Tidak Bermaksud Menyakiti
Anak memukul bukan untuk menyakiti orang lain, tetapi sebagai ekspresi spontan atau cara mencari perhatian. - Mudah Dialihkan
Ketika kita menawarkan mainan atau mengalihkan perhatian mereka, perilaku agresifnya segera mereda. - Berjalan Seiring Usia
Seiring dengan perkembangan kemampuan bahasa dan sosial, perilaku memukul ini biasanya berkurang.
Kapan Perlu Perhatian Khusus?
Namun, ada juga kondisi di mana perilaku ini bisa menjadi tkita bahwa anak membutuhkan bantuan lebih lanjut. Perhatikan hal berikut:
- Frekuensi Tinggi dan Intensitas Tinggi
Jika anak sering sekali memukul dan sulit ditenangkan, ini bisa menjadi tanda ada masalah mendasar, seperti kesulitan mengelola emosi atau lingkungan yang terlalu stres. - Mengarah ke Perilaku Berbahaya
Jika memukul berubah menjadi perilaku yang bisa membahayakan orang lain atau dirinya sendiri, ini perlu ditangani serius. - Tidak Responsif Terhadap Pendekatan Positif
Ketika kita mencoba menenangkan, mendisiplinkan, atau mengalihkan perhatian, tetapi perilaku anak tetap sama atau bahkan semakin parah. - Keterlambatan Perkembangan Lainnya
Jika memukul disertai dengan tanda- tanda keterlambatan perkembangan, seperti sulit berbicara atau tidak bisa berinteraksi sosial, konsultasi dengan ahli adalah langkah bijak.
Sebagai orang tua, bagaimana kita bisa merespons dengan cara yang tidak memicu agresi lebih lanjut?
1. Tetap Tenang dan Tahan Reaksi Spontan
Saat anak memukul, reaksi pertama kita mungkin ingin langsung memarahi atau menghukum. Namun, respons yang keras justru bisa memperburuk situasi. Cobalah untuk mengambil napas dalam-dalam dan berbicara dengan suara tenang.
Contoh:
"Mama tahu kamu lagi marah, tapi memukul itu tidak boleh. Ayo kita bicara baik-baik, ya."
2. Ajari Anak Mengenal Emosi
Bantu anak mengenali perasaannya. Gunakan kata-kata sederhana untuk menjelaskan apa yang mungkin sedang mereka rasakan.
Contoh:
"Kamu lagi kesal karena mainannya rusak, ya? Nanti kita coba perbaiki sama-sama."
3. Tunjukkan Alternatif yang Tepat
Ajari anak cara lain untuk mengekspresikan emosi mereka tanpa memukul. Misalnya, meminta bantuan orang dewasa, menarik napas dalam-dalam, atau memukul bantal sebagai pelepasan.
Contoh:
"Kalau kamu marah, coba bilang ke Mama, 'Aku marah,' ya. Mama pasti dengar."
4. Konsisten dengan Aturan
Pastikan Kita dan pasangan memberikan pesan yang sama kepada anak. Jika memukul tidak boleh, tetap berpegang pada aturan itu dalam situasi apa pun.
5. Berikan Pujian untuk Perilaku Positif
Ketika anak berhasil mengelola emosinya tanpa memukul, berikan pujian sebagai bentuk penguatan positif.
Contoh:
"Wah, hebat banget tadi kamu nggak memukul meskipun lagi kesal. Mama bangga, lho."
6. Kurangi Pemicu Agresi
Perhatikan apa saja yang biasanya memicu anak memukul, seperti kelelahan, lingkungan yang terlalu ramai, atau konflik dengan teman sebaya. Jika memungkinkan, minimalkan pemicu-pemicu ini.
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Jika kita merasa perilaku agresif anak sudah di luar kendali atau mengarah pada tanda- tanda  yang disebutkan sebelumnya, jangan ragu untuk mencari bantuan. Konsultasi dengan psikolog anak, dokter anak, atau terapis perilaku bisa menjadi langkah tepat.
Bersabar dan Tetap Positif
Anak usia 3 tahun suka memukul bukanlah akhir dari dunia, tetapi bagian dari perjalanan panjang menjadi individu yang lebih baik. Sebagai orang tua, tugas kita adalah menjadi panduan sabar dan konsisten, sambil terus belajar memahami kebutuhan emosi mereka. Fase ini akan berlalu, dan dengan pendekatan yang tepat, kita dapat membantu anak melewati tantangan ini dengan cara yang sehat dan positif. Jadi, yuk nikmati prosesnya!
Semoga bermanfaat
F.Dafrosa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H