Pak Hasan mengangkat alis. "Menang apa, Bu Minah? Saya cuma daftar jadi saksi cadangan, itu pun batal karena ayam saya bertelur."
"Ya menang pemilihan, lah. Lihat ini, hasilnya," Bu Minah menyerahkan secarik kertas catatan hasil suara.
Pak Hasan membaca dengan bingung. "Tunggu. Ini pasti ada yang salah. Saya nggak pernah daftar jadi calon kepala desa."
"Lho, tapi di kertas suara ada nama dan foto Bapak," sela Pak RT yang tampak masih setengah percaya.
Pak Hasan terdiam, lalu menggaruk kepala. "Oh, itu foto buat lomba bapak-bapak sedesa minggu lalu. Kayaknya salah kirim ke panitia pemilu."
Warga langsung tertawa terbahak-bahak. Bahkan Pak RT yang biasanya serius sampai terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.
Sejak hari itu, TPS 07 dikenal sebagai TPS paling heboh di kecamatan. Nama Pak Hasan menjadi topik hangat di warung kopi dan pasar pagi. Meski ia tidak pernah secara resmi menjadi kandidat, warga tetap mengenangnya sebagai calon kepala desa pertama yang menang karena "faktor kegantengan."
Di akhir cerita, Bu Minah hanya mengangkat bahu. "Ya, siapa suruh mukanya fotogenik. Lagian hidup butuh hiburan, kan?"
Dan begitulah, pemilihan tahun itu menjadi pemilu paling berwarna di TPS 07, dengan pelajaran berharga: pastikan kertas suara dan fotonya benar sebelum dicetak.
F. Dafrosa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H