Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Terakhir Menuju Jodoh

20 Oktober 2024   01:45 Diperbarui: 20 Oktober 2024   01:48 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam semakin larut, dan perlahan percakapan mereka berubah menjadi lebih dalam. Lintang mulai menceritakan alasannya ke Yogyakarta. Dia akan menghadiri pernikahan sahabatnya, sebuah momen yang seharusnya menyenangkan, tetapi ia merasa agak tertekan karena statusnya yang masih sendiri.

"Kadang capek juga sih kalau setiap datang ke acara pernikahan teman ditanyain, 'Kapan nyusul?' Padahal kan belum tentu jodoh datang secepat itu," kata Lintang, mencoba berbicara ringan, meski terdengar ada sedikit beban di balik kalimatnya.

Galih tertawa kecil. "Saya juga begitu. Kalau ke acara keluarga, pasti selalu ditanyain hal yang sama. Kayaknya, orang tua kita suka lupa kalau jodoh itu nggak bisa dipaksain."

Lintang terkejut mendengar jawaban itu. "Lah, saya kira kamu udah punya pacar."

Galih menggeleng. "Belum ada yang pas. Mungkin karena saya terlalu pilih-pilih, atau... ya, jodohnya belum ketemu aja."

Malam terus berlanjut, dan percakapan mereka mengalir tanpa hambatan. Galih bercerita tentang pekerjaannya sebagai desainer grafis dan kesibukannya di Bandung, sementara Lintang berbagi kisah tentang karirnya sebagai editor di sebuah penerbit kecil. Mereka tertawa, bercanda, dan perlahan, jarak di antara mereka terasa semakin dekat.

Saat kereta mendekati Purwokerto, suasana menjadi lebih tenang. Lampu-lampu kota terlihat berkelip dari kejauhan, dan Lintang merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Dia yang awalnya acuh tak acuh, kini merasakan kenyamanan yang jarang ditemukan ketika berbicara dengan orang asing.

"Udah jam dua pagi," ujar Lintang melihat jam di ponselnya.

Galih menguap kecil. "Cepat juga ya waktu berlalu kalau ngobrol asyik gini."

Lintang tersenyum. "Bener juga."

Mereka berdua kembali hening. Namun, di balik keheningan itu, Lintang mulai merasakan sesuatu yang tak biasa---seperti ada dorongan dari dalam hati yang menyuruhnya untuk lebih mengenal Galih. Mungkin ini hanya ilusi karena kelelahan, pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun