Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksklusi Sosial di Kalangan Guru: Perundungan Terselubung dalam Bentuk Pengucilan

19 Oktober 2024   09:45 Diperbarui: 19 Oktober 2024   09:49 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak Psikologis dan Profesional

Eksklusi sosial dapat menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap kondisi psikologis seorang guru. Rasa tidak dihargai, diabaikan, atau terasing dari lingkungan kerja dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi. Seorang guru yang merasa terasingkan dari kolega dan lingkungan kerjanya akan kehilangan motivasi dan semangat dalam menjalankan tugas. Ini bisa berdampak pada kualitas pengajaran dan interaksi dengan siswa.

Penelitian oleh American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa pekerja yang merasa terpinggirkan atau diabaikan di tempat kerja cenderung mengalami penurunan produktivitas sebesar 30%, dan 25% di antaranya mengalami penurunan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Di kalangan guru, dampaknya bisa lebih parah mengingat tanggung jawab mereka dalam mendidik siswa dan membangun lingkungan belajar yang kondusif.

Eksklusi sosial juga dapat menghambat perkembangan karier seorang guru. Guru yang tidak dilibatkan dalam kegiatan profesional dan pengambilan keputusan penting cenderung kehilangan peluang untuk berkembang dan berprestasi. Hal ini bisa mempengaruhi kesempatan mereka untuk mendapatkan promosi, penghargaan, atau pengakuan profesional.

Mengapa Eksklusi Sering Diabaikan?

Salah satu alasan mengapa eksklusi sosial sering kali diabaikan sebagai bentuk perundungan adalah karena sifatnya yang terselubung dan tidak langsung. Banyak orang, termasuk para pelaku dan korban, tidak menyadari bahwa pengucilan adalah bentuk perundungan. Bahkan, sering kali hal ini dianggap sebagai perbedaan kepribadian atau ketidakcocokan antarindividu.

Di lingkungan sekolah, sering kali ada anggapan bahwa setiap guru harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika kelompok yang ada. Jika seorang guru merasa terpinggirkan, itu dianggap sebagai kesalahannya sendiri karena tidak mampu beradaptasi. Padahal, sikap tersebut justru memperburuk situasi dan memperkuat perilaku eksklusi yang terjadi.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya kesadaran mengenai dampak negatif dari eksklusi sosial di tempat kerja. Sekolah sebagai institusi sering kali lebih fokus pada masalah-masalah perundungan yang bersifat fisik atau verbal, sementara pengucilan yang bersifat psikologis dan sosial dianggap sebagai masalah yang kurang penting.

Solusi: Menciptakan Lingkungan Kerja yang Inklusif

Menciptakan lingkungan kerja yang inklusif di sekolah adalah kunci untuk mengatasi masalah pengucilan sosial di kalangan guru. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil oleh sekolah untuk mencegah dan mengatasi eksklusi sosial:

1. Meningkatkan Kesadaran
Sekolah perlu meningkatkan kesadaran di kalangan guru dan manajemen tentang pentingnya inklusi sosial dan dampak negatif dari eksklusi. Pelatihan dan workshop tentang perundungan di tempat kerja bisa menjadi langkah awal untuk membuka mata semua pihak tentang permasalahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun