Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebaikan Kecil yang Mengubah Nasib Kota

16 Agustus 2024   12:40 Diperbarui: 16 Agustus 2024   12:52 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/road-garbage-bin-vietnam-hanoi-8003640/

Pagi itu, mentari terbit dengan malu-malu dari balik awan kelabu. Kota kecil di pinggir laut itu baru saja tertidur pulas setelah semalaman diguyur hujan. Jalanan basah dan berbau tanah menyambut langkah-langkah para warga yang memulai aktivitas mereka. Di antara keramaian itu, seorang pria tua berjalan tertatih dengan seragam lusuhnya. Wajahnya dipenuhi keriput dan garis-garis kelelahan, namun mata sayunya menyiratkan keteguhan hati. Dia adalah Pak Amran, tukang sampah yang sudah puluhan tahun setia mengabdikan diri pada kebersihan kota.

Namun, tidak ada yang tahu bahwa di balik kesederhanaannya, Pak Amran adalah seorang pahlawan. Sebelum kita masuk ke kisah heroik yang akan membuat siapapun tercengang, mari kita mulai dari akhirnya.

Epilog

Pak Amran duduk di kursi goyangnya, memandangi laut yang tenang di kejauhan. Di sebelahnya, ada sebuah penghargaan dari wali kota yang tertulis dengan huruf besar: *"Penghargaan untuk Jasa Pahlawan Lingkungan"*.

"Dulu, tak pernah terbayang aku akan mendapatkannya," gumam Pak Amran pelan, senyumnya mengembang tipis.

Seorang anak kecil berlari menghampiri Pak Amran dengan sebuah buku bergambar di tangannya. "Kakek, kakek! Ceritakan lagi bagaimana kakek bisa jadi pahlawan!"

Pak Amran terkekeh, mengusap kepala cucunya dengan sayang. "Ah, kisah itu sudah kakek ceritakan berkali-kali. Tapi baiklah, untukmu, kakek akan cerita sekali lagi."

Anak itu duduk di pangkuan Pak Amran, matanya berbinar penuh antusias. Pak Amran pun mulai bercerita, membiarkan ingatannya kembali ke masa lalu.

Maret, Dua Tahun yang Lalu

Hujan baru saja reda ketika Pak Amran bergegas keluar dari rumahnya yang sederhana di pinggir kota. Pagi itu seperti biasa, dia siap menjalankan tugasnya sebagai tukang sampah. Namun, ada sesuatu yang berbeda di hatinya. Entah kenapa, hari itu ia merasa ada yang aneh di udara.

Sambil mendorong gerobaknya, Pak Amran menyusuri jalanan yang masih sepi. Ketika melewati rumah Pak Budi, salah satu warga yang dikenal ramah, dia terkejut melihat gunungan sampah yang berserakan di depan rumah.

"Eh, kok bisa sebanyak ini?" gumamnya sambil mulai mengumpulkan sampah itu.

Saat ia sedang memunguti sampah, terdengar suara langkah tergesa dari dalam rumah. Pintu terbuka, dan Pak Budi keluar dengan wajah panik. "Pak Amran, tolong maafkan saya! Semalam angin kencang menerbangkan semua sampah yang sudah saya kumpulkan. Saya sudah mencoba membersihkannya, tapi hujan terlalu deras."

Pak Amran tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Pak Budi. Biar saya yang bereskan."

Pak Budi mengangguk berterima kasih, meskipun wajahnya masih terlihat cemas. "Terima kasih banyak, Pak Amran. Tanpa Anda, kami pasti kerepotan."

Pak Amran hanya mengangguk, lalu melanjutkan pekerjaannya. Seperti biasa, tidak ada yang istimewa bagi dirinya.

Namun, tanpa sepengetahuannya, pagi itu adalah awal dari serangkaian peristiwa yang akan mengubah hidupnya.

Dua Bulan Sebelumnya

Kota kecil itu pernah mengalami sebuah bencana lingkungan yang cukup parah. Karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya, saluran air di berbagai titik tersumbat, menyebabkan banjir besar di tengah musim penghujan. Sampah-sampah plastik dan limbah rumah tangga mengalir bersama air, menghancurkan beberapa rumah di pinggir sungai.

Pak Amran, yang saat itu baru saja selesai dengan tugas paginya, menyaksikan banjir yang tak terhindarkan itu dengan hati miris. Ia tahu, semua ini bisa dicegah jika warga lebih peduli pada kebersihan lingkungan. Saat banjir mulai surut, Pak Amran tak tinggal diam. Dia mengambil inisiatif untuk membersihkan sisa-sisa banjir, walaupun itu bukan tanggung jawabnya.

Dengan tenaga yang tidak seberapa, Pak Amran berusaha memindahkan tumpukan sampah yang menyumbat aliran air. Beberapa warga yang melihatnya mulai ikut membantu. Mereka bekerja dari pagi hingga senja, tanpa kenal lelah. Dan berkat usaha itu, kota kecil mereka terselamatkan dari banjir yang lebih besar.

Namun, tak satu pun dari mereka yang tahu bahwa di tengah tumpukan sampah itu, ada sesuatu yang sangat berbahaya.

Beberapa Hari Sebelumnya

Di salah satu rumah warga, seorang pria bernama Hadi, yang dikenal sebagai pedagang barang antik, sedang tergesa-gesa. Malam sebelumnya, dia baru saja membeli sebuah peti kecil dari seseorang yang tak dikenal. Katanya, peti itu berisi benda berharga, tetapi Hadi ragu akan keaslian barang itu.

Dengan penasaran, dia membuka peti itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat isinya---sebuah benda berbentuk tabung kecil, yang dilengkapi dengan tanda peringatan bahaya radiasi. Hadi yang ketakutan langsung membuang benda itu ke tempat sampah, tanpa berpikir panjang.

Beberapa Hari Setelahnya

Pak Amran menyusuri jalan seperti biasa. Tumpukan sampah hasil banjir masih menumpuk di berbagai titik. Namun, ada satu titik yang menarik perhatiannya. Di pinggir sungai, di antara tumpukan sampah plastik, Pak Amran menemukan sebuah tabung kecil yang tampak aneh.

"Ini apa ya?" gumamnya sambil memungut tabung itu.

Dia memeriksanya sejenak, tetapi tak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Karena itu, dia pun memasukkan tabung itu ke dalam gerobaknya, bersama dengan sampah lainnya.

Pak Amran melanjutkan pekerjaannya tanpa menyadari bahwa tabung itu adalah bahan radioaktif yang bisa membahayakan banyak orang jika dibiarkan. Namun, justru tindakan tidak sengajanya itulah yang akhirnya menyelamatkan warga kota.

Beberapa jam kemudian, seorang petugas dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang kebetulan sedang berkunjung ke kota itu, mendengar cerita tentang Pak Amran yang menemukan tabung aneh. Setelah memeriksanya, petugas itu langsung terkejut.

"Pak Amran, Anda tahu ini apa? Ini bahan radioaktif! Kalau tidak segera ditangani, ini bisa membahayakan seluruh kota!"

Pak Amran terkejut, tak menyangka benda itu begitu berbahaya. Dia hanya mengangguk pasrah ketika petugas itu segera mengamankan tabung tersebut dan membawanya untuk dinetralisir.

Berita tentang penemuan itu segera tersebar ke seluruh kota. Warga pun tersadar bahwa tindakan kecil Pak Amran telah menyelamatkan mereka dari bencana yang lebih besar. Tanpa disadari, ia telah menjadi pahlawan di tengah kesederhanaannya.

Kembali ke Masa Sekarang

Pak Amran menyelesaikan ceritanya sambil memandang cucunya yang terpesona.

"Kakek, jadi kakek benar-benar pahlawan?" tanya si cucu dengan mata berbinar.

Pak Amran tersenyum, mengusap lembut pipi cucunya. "Kakek hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, Nak. Kadang, menjadi pahlawan bukan berarti harus melakukan hal besar. Cukup lakukan hal kecil dengan hati yang tulus, dan biarkan Tuhan yang menyelesaikan sisanya."

Anak itu mengangguk paham, lalu memeluk kakeknya erat. Pak Amran pun tersenyum, merasa damai dalam kesederhanaan hidupnya. Sebuah penghargaan memang tak berarti apa-apa bagi dirinya, tetapi jika itu bisa menginspirasi orang lain untuk lebih peduli pada lingkungan, maka ia akan menerimanya dengan hati yang lapang.

Di balik semua itu, Pak Amran tahu, meski ia hanya seorang tukang sampah, ia telah memberikan yang terbaik bagi kota kecilnya itulah yang membuatnya bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun