Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Baris-baris yang Terlupakan

12 Agustus 2024   00:03 Diperbarui: 12 Agustus 2024   00:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku jadi ngerasa kehilangan gairah menulis, Rin," aku Ocha. "Padahal, dulu menulis adalah cara aku menjaga kewarasan."

Rina mengangguk pelan. "Mungkin kamu terlalu memaksakan diri, Cha. Dulu kamu nulis karena ingin, bukan karena harus."

Kata-kata Rina itu seperti tamparan lembut yang membangunkan Ocha dari lamunan panjangnya. Dia baru sadar bahwa dalam perjalanannya mencari penghasilan tambahan, dia telah mengabaikan alasan utamanya menulis. Dia menulis bukan lagi untuk dirinya, tapi untuk memenuhi ekspektasi orang lain, dan itu yang membuatnya merasa tertekan.

"Ya, kamu benar. Aku kehilangan esensi menulis yang sebenarnya," ucap Ocha dengan mata yang mulai berbinar. "Aku lupa kenapa aku mulai menulis sejak awal."

Rina tersenyum hangat. "Menulis itu tentang jiwa, Cha. Kalau kamu terlalu mengejar materi, kamu akan kehilangan ruhnya. Coba tulis lagi untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain."

Ocha terdiam sejenak. Pikirannya menerawang kembali ke masa-masa ketika dia hanya menulis untuk mengungkapkan perasaan, bukan untuk mendapatkan uang atau apresiasi. Di tengah ketenangan itu, dia mengambil keputusan penting.

Esok harinya, Ocha membuka laptopnya. Kali ini, tanpa beban untuk menghasilkan sesuatu yang sempurna, dia mulai mengetik dengan bebas. Setiap kata yang keluar dari jari-jarinya adalah kata-kata yang lahir dari hati, bukan dari ambisi. Tulisan itu mungkin tidak akan menjadi tulisan pilihan, apalagi artikel utama. Tetapi, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Ocha merasa puas dengan apa yang dia tulis.

"Ini baru namanya menulis," gumam Ocha sambil tersenyum. Dia sadar, meski mungkin tulisannya tidak akan pernah menduduki puncak popularitas di Kompasiana, dia sudah menemukan kembali apa yang selama ini hilang---kesenangan dalam menulis.

Dan, di antara baris-baris tulisan yang kembali dia temukan, Ocha menyadari bahwa uang memang penting, tapi menjaga kewarasan dan kebahagiaan dalam menulis jauh lebih berarti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun