Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Notifikasi

9 Agustus 2024   18:02 Diperbarui: 9 Agustus 2024   18:19 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/2EBhQ7QmS


"Kenapa bisa rusak, sih?!" Arga mengomel di depan kasir toko servis ponsel di sebuah mal di Jakarta. Wajahnya penuh frustrasi. Layar ponsel yang retak berkilauan di bawah lampu neon, seolah-olah memantulkan keretakan dalam hatinya.

"Bisa diperbaiki, tapi butuh waktu seminggu," jawab kasir dengan nada tenang.

"Seminggu?! Gila!" Arga hampir berteriak. Tanpa ponselnya, dunia serasa runtuh. Tak ada notifikasi yang berdering, tak ada pesan masuk, tak ada media sosial yang bisa digulir tanpa henti. Dia merasa seperti terputus dari dunia yang memberinya arti.

Tapi waktu terus berjalan. Tanpa pilihan lain, Arga meninggalkan mal dengan perasaan hampa, seolah hidupnya diredupkan. Selama ini, ponselnya adalah jendela kecil yang menayangkan dunia luar, dunia yang dia anggap nyata meski hanya tampak dalam bentuk digital.

**Beberapa hari sebelumnya...**

Arga duduk di kamar, cahaya layar ponselnya menjadi satu-satunya penerangan. Jari-jarinya bergerak cepat di atas layar, berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya. Di dunia maya, ia adalah seseorang yang populer. Setiap unggahannya dibanjiri like dan komentar, memberinya validasi yang sangat ia butuhkan. 

Namun, di balik semua itu, ada perasaan kosong yang tak terdefinisikan. Kehidupan nyata di sekelilingnya perlahan memudar, tenggelam di bawah aliran konstan informasi digital. Sekolah, keluarga, teman-teman, semua terasa kurang penting dibandingkan dengan ponselnya.

Suatu hari, ketika ia menyeberang jalan dengan matanya tetap terpaku pada layar, sebuah klakson mobil nyaring terdengar. Arga terlonjak, tapi terlambat. Sebuah mobil nyaris menabraknya. Pengemudinya marah, mengutuk kebodohan Arga yang tak sadar dengan sekitarnya. 

Arga hanya mengangkat bahu dan tertawa, menganggap kejadian itu sebagai ketidakberuntungan sesaat. Namun, temannya, Sita, yang menyaksikan kejadian itu, tidak tertawa. "Ar, lo harus lebih hati-hati. Dunia nyata nggak bisa lo swipe-swipe kayak di ponsel lo," katanya dengan nada serius.

Kata-kata Sita bergaung di kepala Arga selama beberapa saat, tapi segera tenggelam oleh notifikasi yang masuk. 

**Kembali ke masa kini...**

Arga menghabiskan hari-harinya tanpa ponsel dengan perasaan terisolasi. Tanpa notifikasi, tanpa scrolling, tanpa update terbaru. Ia merasa tersesat di dunia yang selama ini ia abaikan. Namun, perlahan-lahan, ia mulai memperhatikan hal-hal kecil di sekitarnya---suara burung di pagi hari, senyuman orang asing di jalan, angin yang berhembus lembut di wajahnya. 

Ada saat-saat di mana ia hampir meraih kantongnya, ingin memeriksa ponsel yang tidak ada di sana. Setiap kali itu terjadi, ada rasa panik yang menyergap, tapi juga kelegaan aneh yang menyusul. Arga merasa ada sesuatu yang ia temukan kembali, sesuatu yang sudah lama hilang, meskipun ia tidak bisa mengidentifikasinya.

---

Arga kembali ke toko servis untuk mengambil ponselnya yang sudah diperbaiki. Ketika kasir menyerahkan ponselnya, ia merasa campur aduk.

"Ini, ponsel kamu sudah diperbaiki. Semoga sekarang tidak ada masalah lagi," kata kasir sambil tersenyum.

Arga mengambil ponselnya dengan perasaan lega, tapi ada rasa ragu yang menghantuinya. "Akhirnya bisa balik juga ke dunia gue yang sebenarnya," gumamnya pelan, seolah-olah berbicara pada dirinya sendiri.

"Memangnya dunia yang mana lagi?" tanya kasir itu, masih dengan senyuman ramah.

Arga tersenyum kaku, "Ya, dunia digital... Media sosial, notifikasi, semua itu."

"Tapi... Apa kamu benar-benar merindukan itu?" Suara kasir terdengar datar namun penuh makna.

Arga terdiam. Pertanyaan itu menancap dalam di pikirannya, lebih dalam dari yang ia duga. "Entahlah," jawabnya lirih, sambil menyalakan ponselnya.

Notifikasi langsung membanjiri layar ponselnya, membuat Arga tersenyum kecil. Tapi senyum itu segera pudar ketika ia menyadari, "Apa gue beneran kangen sama semua ini?"

Arga berjalan sambil terpaku pada layar ponselnya. Langkah kakinya membawanya ke tengah jalan tanpa ia sadari.

Dari kejauhan, terdengar klakson mobil meraung keras, mendekat dengan cepat.

"Hei, awas!" teriak seorang pejalan kaki, namun Arga tak mengangkat kepalanya.

Suara klakson semakin kencang, seolah memanggilnya kembali ke dunia nyata. Tapi kali ini, tak ada yang bisa menyelamatkannya. 

Mobil itu melaju kencang, tak sempat berhenti. Arga baru mengangkat pandangannya sesaat sebelum tabrakan terjadi. "Oh, tidaaaaak..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun