Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hujan di Jalan Braga

30 Juli 2024   09:59 Diperbarui: 2 Agustus 2024   21:16 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com

Namun, tumbuhnya perasaan mereka dibarengi dengan konflik dan keraguan. Keluarga Alya tidak pernah merestui hubungan mereka. Bagi keluarga Alya, Raka hanyalah seorang pengamen yang tak punya masa depan jelas. Sedangkan bagi Alya, Raka adalah segalanya, inspirasinya, sumber kebahagiaannya.

Alya menatap Raka dengan serius dan berkata, "Raka, kita harus bicara." Raka melihat ketegangan di wajah Alya dan bertanya, "Ada apa, Alya? Kamu kelihatan tegang." 

Alya menghela napas berat sebelum menjawab, "Aku baru saja bertengkar dengan orang tuaku. Mereka tahu tentang kita dan mereka... mereka tidak setuju." Raka menarik napas dalam-dalam, seolah sudah menduga ini akan terjadi. "Aku sudah menduga ini akan terjadi. Apa yang mereka katakan?" tanyanya. 

Alya menjawab dengan suara bergetar, "Mereka bilang kamu cuma seorang pengamen yang tidak punya masa depan. Mereka ingin aku menjauh darimu, mencari seseorang yang lebih 'layak' untukku." Raka menunduk, merasa berat dengan situasi tersebut, "Aku mengerti, Alya. Aku memang bukan siapa-siapa. Tapi aku berjanji akan berusaha lebih keras untuk kita."

Alya menggenggam tangan Raka dengan erat dan berkata, "Mereka tidak mengerti, Raka. Bagiku, kamu adalah segalanya. Kamu inspirasiku, sumber kebahagiaanku. Mereka hanya melihat dari luar, tidak tahu betapa berharganya kamu bagi hidupku." 

Raka menyentuh tangan Alya dengan lembut, "Aku sangat menghargai perasaanmu, Alya. Tapi aku juga tidak ingin kamu kehilangan keluargamu karena aku." 

Alya menatap Raka dengan mata penuh harapan, "Keluargaku penting, tapi aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa kamu, Raka. Kita harus menemukan cara untuk membuat mereka mengerti." 

Raka menghela napas panjang sebelum menjawab, "Alya, aku akan berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, menunjukkan pada keluargamu bahwa aku bisa memberikan masa depan yang layak untukmu. Tapi ini tidak akan mudah." Alya tersenyum lemah.

---

"Kamu tahu, Raka, setiap kali hujan turun, aku merasa dekat denganmu," suara Alya bergetar, menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. "Tapi, kenapa semua ini harus berakhir seperti ini?" Raka menunduk, tak mampu menatap mata Alya yang penuh dengan luka. 

"Karena kita hidup di dunia yang berbeda, Al. Dunia yang tak bisa menyatukan kita, meski hujan selalu mencoba menyamarkan perbedaan itu." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun