Dalam era digital yang semakin terhubung, ada risiko penyalinan dan penyebaran ilegal konten buku elektronik. Buku cetak memiliki keuntungan dalam hal keaslian, karena sangat sulit untuk memalsukan atau menyebarkan versi ilegalnya.Â
Oleh karena itu, tantangan ini perlu ditangani dengan kebijakan hak cipta yang kuat dan upaya perlindungan hukum.
Kedua, peralihan ke buku elektronik juga membawa risiko terhadap keberlanjutan literatur khususnya dalam membaca.Â
Ketergantungan pada teknologi dapat mengakibatkan kerentanan terhadap kerusakan perangkat, kehilangan data, atau ketidakcocokan format. Jika kita kehilangan atau rusaknya perangkat elektronik yang menyimpan koleksi buku kita, kita mungkin kehilangan akses ke literatur yang telah kita kumpulkan selama bertahun-tahun. Ini mengancam keberlanjutan dan keberagaman bacaan di masa depan.
Ketiga, transformasi ini juga berdampak pada interaksi sosial dan budaya.Â
Buku cetak sering menjadi topik percakapan dan diskusi antara pembaca. Ketika kita membaca buku cetak di tempat umum, seperti kafe atau taman, orang lain dapat melihat judul buku yang kita baca dan menghubungkan dengan topik yang sama.Â
Hal ini menciptakan peluang untuk berbagi pengalaman, rekomendasi, dan perspektif yang berbeda. Namun, dengan buku elektronik, kita kehilangan aspek ini dan mengorbankan interaksi sosial yang mungkin terjadi.
Keempat, keterbatasan pengalaman membaca.Â
Berdasarkan pengalaman pribadi saya, buku cetak bisa memberikan sensasi nyata yang unik dengan halaman fisik yang dapat disentuh, bau kertas yang khas, dan perasaan membolak-balik halaman.Â
Kita bisa memberikan catatan kecil atau tanda dengan spidol warna secara langsung di bagian-bagian yang menarik dari isi buku tersebut. Semua elemen ini memberikan kepuasan sensorik yang tidak dapat dihasilkan oleh buku elektronik.
Kelima, dampak terhadap kesehatan mata.Â