Mohon tunggu...
Ma`mar .
Ma`mar . Mohon Tunggu... -

membaca dan menulis. itu saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pitung dan Aisyeh #3

16 Januari 2011   09:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tidak ada jawaban. Delapan kompeni  dan opas berbaris memanjang lengkap dengan senapan.

"Ya Allah.. apa salah saya?" suara Aisyeh ketakutan. Di dalam dadanya bak bertalu gendang takbiran. Kompeni dan opas masih tidak menjawab. Tidak lama  Scout Van Hinne dan Tuan Demang muncul dari balik  badan kompeni yang membelakangi pintu.

Aisyeh mencari cincin yg tadi dia pegang-pegang. Ternyata tergeletak di samping bantal. Cepat tangangnya meraih mas kawin pemberian calon tunangannya. Scout van Hinne dan Demang menyaksikan perbuatan Aisyeh. Saat badan Aisyeh membelakangi dan membungkuk meraih cincin, pinggulnya yang ramping dipelototi Scout van Hinne. Demang tahu benar pandangan tuannya itu sampai menelan ludah karena selama ini selera wanita Scout van Hinne memang ditangannya.

"Benda apa itu," tanya Scout van Hinne sambil melempar senyum.

"Bukan apa-apa, Tuan." digenggam cincin itu keras sampai bergerak-geraj jemarinya.

"Bukan apa-apa ya? heh dasar inlander. Cantik-cantik tapi berbohong. Inlander sialan." mata scout van hinne mengisyaratkan kepada kompeni berbadan tegap paling ujung untuk mengambil benda yang digenggam Aisyeh.

Yang diperintah semangat benar dan langsung memukul perut Aisyeh  dengan gagang senapan. Tubuh gadis cantik itu seperti melayang, lalu roboh mencium tanah. Cincinnya sampai terlempar. Kompeni berbadan tegap memungut dan memberikannya ke Scout van hinne.

Setelah menerima cincin itu, Scout van Hinne malah menampar pipi kompeni tadi.

"Bodoh!! Bukan begitu cara memperlakukan wanita."

Dia mendorong dada kompeni dan mendekati Aisyeh yang kesakitan. Andai yang dipukul bukan gadis cantik, tidak akan Scout van Hinne berlagak simpati. Pernah kompeni menginjak leher wanita tua sampai mati dibiarkan saja. Apalagi terhadap petani yang tidak membayar pajak, darahnya dianggap halal.

Tubuh Aisyeh dalam keadaang jongkok saat Scout van Hinne memegang kedua tangannya untuk membantu berdiri. Tapi tangan itu dihempaskan Aisyeh dan menantang orang Belanda itu dengan tatapan tajam. Rasa takutnya berubah saat merasakan kesakitan dan sadar cincin itu direnggut dari tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun