Mohon tunggu...
Simon Lao Seffi
Simon Lao Seffi Mohon Tunggu... Guru - Belajar Menulis

Guru di SMAN 2 Fatuleu Barat, kab. Kupang, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ina Bunga, Gadis Pantai yang Mengayuh Cinta di Amfoang

8 Desember 2024   20:44 Diperbarui: 11 Desember 2024   08:10 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah dan Ibu Ina Bunga sementara mencetak gula merah. (sumber: dokumentasi penulis)

Malam hari, ketika mama Bunga sibuk mengepak gula maupun garam yang akan dijual, bapak Bunga masih menyempatkan diri untuk mengerjakan sejumlah perabot seperti meja, kursi, lemari, dan tempat tidur untuk dijual. 

Saat penulis berkunjung, sejumlah meja, tempat tidur, dan lemari yang dipesan warga sementara dipajang di halaman rumah mereka. Hasil kerja bapak Bunga sangat halus dan rapi. Tidak kalah dengan hasil kerja usaha meubel profesional.

Ayah dan Ibu Ina Bunga sementara mencetak gula merah. (sumber: dokumentasi penulis)
Ayah dan Ibu Ina Bunga sementara mencetak gula merah. (sumber: dokumentasi penulis)

Bapak Bunga (sumber: dokumentasi penulis)
Bapak Bunga (sumber: dokumentasi penulis)

Bapak dan Mama Bunga memang pekerja keras. Keduanya ulet. Hidup mereka yang sederhana tidak mengurung impian mereka untuk menyekolahkan kedua anak mereka hingga menjadi sarjana. Kedua orang tua ini mengaku senang karena anak-anak mereka mengerti keadaan mereka sehingga tidak menuntut hal yang tidak bisa mereka penuhi.

"Ina Bunga sebagai kakak sangat memahami kondisi kami sehingga Dia tidak minta macam-macam yang memberatkan kami," bangga Mama Bunga.

Mama Bunga bercerita, suatu kali suaminya sakit selama 2 bulan sehingga tidak bisa mengiris buah lontar. Ternyata, diam-diam Ina Bunga berusaha memanjat pohon lontar untuk menggantikan ayahnya mengambil tuak. Meski kesulitan, Ina Bunga berhasil memanjat hingga mencapai bagian bebak. 

Saat hendak berpindah dari batang pohon ke bebak lontar, tumit kakinya menjatuhkan pengait penampung tuak yang diikat pada pinggangnya. Dia turun mengambil kembali pengait dan penampung tuak lalu kembali memanjat tetapi tumit kakinya kembali menjatuhkan barang tersebut. Ina Bunga memang tidak mengetahui teknik agar tumit kaki tidak menyentuh pengait saat berpindah dari batang pohon ke bebak lontar.

"Setelah beberapa kali mencoba, dan gagal, Dia akhirnya menyerah tetapi sangat sedih karena tidak bisa membantu bapaknya," mata Mamanya berkaca ketika bercerita.

Bagi Ina Bunga, Bapaknya juga sekaligus menjadi sahabat dan guru yang hebat untuknya.

"Saya suka menulis puisi, tetapi malu untuk posting di media sosial atau blog. Bapak yang biasa saya ajak untuk mendengarkan saya membaca puisi yang saya buat," cerita Ina Bunga sambil tertawa lepas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun