Mohon tunggu...
BELA FITHRIYANI 2108056064
BELA FITHRIYANI 2108056064 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semoga bermafaat

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Berkata "Tidak" pada Kelumpuhan Mental

11 Desember 2023   09:54 Diperbarui: 11 Desember 2023   09:58 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

JAMES: Tidak mudah bagi saya untuk jujur. Saya tum- buh dengan anggapan bahwa saya harus berbohong kepada orang-orang agar mereka menyukai saya. Saya perlu menjadi seseorang yang bukan diri saya untuk menyembunyikan luka yang saya yakin bisa dilihat setiap orang.

Saya pikir saya harus, misalnya, masuk ke universitas yang bagus agar orang menyukai saya. Atau, menjadi master catur. Atau, menyingkirkan kacamata atau jerawat saya. Atau, mempunyai banyak uang.

Ini semua adalah kebohongan yang saya katakan ke- pada diri sendiri karena saya tidak berpikir akan disukai tanpa medali-medali yang berkilauan di baju saya.

Lalu, muncullah kebohongan-kebohongan yang saya katakan kepada orang lain. Saya mengatakan kepada gadis pertama yang saya kencani bahwa saya pernah mencuri banyak uang dari orangtua saya dan kehilangan semua karena judi pacuan kuda.

Kemudian, ayahnya datang berkunjung, dan dia mendengar semua tentang petualangan saya di arena pacuan. Dia berkata, "Mari kita ke pacuan kuda!" Saya belum pernah pergi ke pacuan kuda sebelumnya. Maka pergilah kami, dan saya tidak tahu apa yang saya lakukan, dan jelas sekali bahwa saya berbohong kepadanya, se bagaimana yang sering kali saya lakukan sebelumnya dan bahkan sesudah itu sampai kami berpisah.

Yang sebenarnya adalah memang saya mencuri uang dari orangtua saya. Namun, saya menghabiskannya untuk menonton film, membeli buku komik, dan buku tentang catur. Dan, saya ingin menggunakan uang itu untuk membolos dari sekolah, lalu pergi ke New York, berkeliling Washington Square Park dan bermain catur dengan setiap orang di sana. Meskipun demikian, bukan cerita yang cukup menarik untuk disampaikan kepada seorang gadis yang ingin saya mengakui semua hal hanya untuk menunjukkan betapa saya tidak mengikuti aturan, selain seorang anak Yahudi kelas menengah yang tinggal di pinggiran kota.

Kemudian, ada lagi kebohongan lain yang saya kata- kan saat berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Keterampilan yang saya miliki mungkin 10 persen, tetapi saya mengakuinya 100 persen. Gaji yang saya naikkan beberapa ribu dolar sehingga saat mendapat tawaran, saya bisa mendapatkan beberapa ribu lagi. Jabatan pada pekerjaan lama yang sebenarnya tidak pernah ada.

Kemudian, saya tidak akan pernah mengatakan ke- pada orang-orang bahwa saya telah bercerai. Atau, kehilangan rumah. Atau, kehilangan harapan.

Mengapa saya mengatakan kebohongan-kebohongan itu?

Saya tidak pernah berpikir sudah cukup untuk segala- nya. Namun, saya selalu menginginkan lebih. Jika saya baru saja bisa sampai ke anak tangga keempat, saya yakin bisa sampai ke anak tangga kelima. Dan, meskipun berkeringat, lapar, tidak gembira, dan takut, saya tahu bahwa jika bisa mencapai anak tangga kelima, saya akan bahagia. Bahwa saya akan mendapatkan hadiah.

Jadi, saya akan berbohong untuk mendapatkannya. Orang-orang akan memaafkan saya. Setiap orang akan menepuk punggung saya, melakukan pertemuan besar, dan berkata, "Kami tahu kamu bisa melakukannya"

Para gadis yang telah putus dari saya mengaku bahwa mereka hanya menguji saya, bahwa mereka juga menunggu saat ini. Mereka akan berdampingan dengan atasan yang telah memecat saya. Orang-orang yang mengabaikan saya. Mereka semua dalam pesta yang besar untuk merayakan saya.
Mereka semua akan bahagia, tertawa, dan menampar

saya dari belakang. Akan tetapi, saya tidak pernah mencapai anak tangga

itu. Tidak akan pernah. Saya justru terjatuh dari tangga. Beberapa bulan kemudian saya makan pagi dengan direktur utama sebuah perusahaan tempat dulu saya bekerja. Mereka memecat saya dan menahan bonus yang sangat saya butuhkan. Sejak saat itu mereka sudah berganti direktur beberapa kali, dan sekarang saya bertemu direktur terakhir mereka yang menarik saya.

Saat mereka menahan bonus saya, saya menyadari tidak ada orang yang menolong saya. Tidak seorang pun yang adil. Saya tidak sedang menyalahkan. Tidak juga pesimis. Saya hanya perlu menjemput diri saya, dan ini salah saya sendiri yang tidak berhubungan dengan orang-orang baik. Tidak terus menjadi kreatif. Tidak merasa bersyukur.

Akan tetapi, untuk berada di sekitar orang-orang bal saya juga harus menjadi orang baik "sebenarnya", bukan hanya imajinasi. Saya harus merasa berkelimpahan tanpa berbohong agar kelimpahan menghampiri saya. Bukan dengan cara hukum ketertarikan, melainkan hanya dengan tidur nyenyak.

Semudah itu. Saya harus berhenti menggunakan semua energi di otak saya untuk menghasilkan masa depan imajinasi. Otak memerlukan banyak bahan bakar untuk menjaga kebohongan tetap berjalan. Lebih baik kita gunakan energi itu untuk menjadi bahagia dan baik daripada membuat kecemasan dan penyesalan masa depan.

Direktur utama itu berkata kepada saya, "Saya dengar Anda mengalami serangan jantung atau lumpuh beberapa tahun lalu. Itu yang dikatakan setiap orang kepada saya."

Saya tidak percaya dengan apa yang dia katakan Bagi saya, saya baru saja mendapatkan tahun paling memuaskan dan paling berhasil dalam hidup saya. Namun, bagi orang yang mengenal saya, orang yang melihat dari luar, tampak seperti kelumpuhan mental saat semua tiang terjatuh. Saya terkubur dalam kebohongan, tetapi saya sekarang tidak lagi.

"Tidak," kata saya kepadanya, "Saya lebih sehat daripada biasanya."

Dia mengulangi, "Setiap orang berkeras Anda mengalami nervous breakdown (kelumpuhan).

Mungkin iya. Namun, tidak nervous (gugup). Saya tidak broke (hancur). Dan, saya tidak down (terjatuh). 

Tidak lagi.

Buku : The Power of No (James Altucher dan Claudia Azula Altucher)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun