Mohon tunggu...
Bekti Cahyo Purnomo Syah
Bekti Cahyo Purnomo Syah Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Penulis Freelance, bloger, Novelis, email; bekticahyopurnomo@gmail.com Ig/twitter, Yutube: @belajarbersamabisa fbgroup; Belajar Bersama Bisa dan Bebebs.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mistery Jeumpa Flower

18 Mei 2019   02:59 Diperbarui: 18 Mei 2019   03:32 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Genre Fiksi Fantastik Teen

Bukankah manusia dikatakan berkembang jika ia mampu memahami apa tersembunyi? Mereka menyebutnya misteri, sedang yang lain mengangap itu pengetahuan dan sisanya adalah kebencian. Sebuah kebencian yang justru menjadikan manusia buta meski melihat, tuli walau mendengar dan lumpuh sekalipun berjalan.

Bisik-bisik klasik perlahan terdengar, inilah kisah remaja perempuan dengan pengetahuan langka, mereka menyebutnya indra ke enam.

Jangan baca sendirian; horor, baper, misteri, semua ada di sini.

Warna tercipta dari cahaya merambat yang terserap pada setiap benda membentuk dunianya sendiri. Dunia yang terdiri dari partikel-partikel halus lebih kecil dari sebiji zarrah itulah mekanika kuantum.

Dalam setiap partikel paling terkecilpun selalu ada misteri yang tersembunyi di dalamnya yang membentuk dimensi lain. Ada yang mengatakan itu adalah mitos bahkan sihir.

Gadis cantik, berambut panjang itu bernama Xey putri dari seleksi alam di mana bisa melihat yang tak terlihat, mendengar yang tak terdengar, merasa yang tak terasa. Remaja asal Bunga Jeumpa itu memang selalu mendapatkan tatapan miring dari kebanyakan orang.

"Dasar cewek aneh."
Sebuah suara menjadi makananya tiap hari saat di sekolahan.
Xey gadis terbuang asal Aceh  yang kini tinggal di kota Medan seperti hatinya yang senantiasa sedan sebab terkucilkan oleh semua teman-temannya. Di caci, di bulyy menghiasi hidupnya hari-hari.

"Hai Bunga Jeumpa, kembang kenanga temanya kuntilanak ha ha ha," ejek Roy dengan melemparkan bunga kantil yang kemudian di ikuti oleh teman-temannya.

Xey yang berparas cantik berbibir mungil hanya diam tak membalas meskipun entah berapa jua kali harus menelan jelijihnya sendiri. Getir pahit tak berkesudahan.

Apakah dunia sudah tak menginginkanya lagi? Lantas kenapa alam semesta memilihnya mengemban tanggung jawab pengetahuan yang begitu berat. Tanggung jawab lebih berat dari pada hidup sedang kematian lebih ringan dari pada kapas

"Jika seperti ini terus menerus lama-lama aku bisa gila," pekiknya lebih pada bicara sendiri sepulang sekolah. Ia bukannya langsung pulang ke rumah, Xey hari ini ingin mencoba sihir barunya.

Sebuah kulit harimau bengal yang di rajah sapu jagad dengan tinta hitam bercampur minyak misik dan zakfaron. Kulit Rajah Sapu Jagat itu kemudian di bungkus pada sebuah kain mori di jadikan sebuah sabuk.

Gadis cantik Xey dengan body Bunga Seroja Bergoyang itu memilh salah satu ruangan kosong agar tidak satu pun orang melihatnya. Hari ini dia ingin mencoba pengetahuan teleportasinya itu.
Sihir teleportasi yaitu memindahkan satu benda ke tempat lain melewati dimensi ruang dan waktu dengan kecepatan cahaya. Karena Xey sudah jengah melihat kota Medan setiap hari maka ia ingan melihat seperti apa sih ibu kota negeri ini.

"Fokus.. Fokus..Fokus...," gumamnya membayangkan Monas seperti pada foto dalam hapenya.

Neuron-neuron dalam otaknya merambat memasuki alam kontemplasi dengan menselaraskan rasa dan karsa. Dari rasa dan karsa terbentuklah cipta, secepat kilat Xey sudah berpindah tempat.

Plass...

Seolah tak percaya saat cahaya surya merambat memasuki lensa pupil Xey membuka mata, terlihat jelas Tugu Monas Jakarta. Betapa bahagianya hatinya mampu menyelesaikan pengetahuan teteportasinya itu.

"Apa ini mimpi?" Lebih bertanya dalam hati sembari mencubit kulit lengannya sendiri. Xey sudah sampai Jakarta hanya sekejap mata.

***

Di katakan mitos karena pengetahuan manusia belum mampu menemukanya. Misalnya saja, ada suara tanpa rupa itu di katakan mitos bahkan sihir. Namun setelah ada radio maka itu bukan lagi sihir bahkan sekarang dari benda yang dianggap mati pun bisa menampilkan gambar berserta suaranya seperti hape dan komputer.


Saat Thomas Alva Adison mengatakan ingin menemukan sebuah bolam, semua orang mengatakan bahwa dia gila. Bayangin saja kalau lampu bolam tidak di temukan? Ada mobil lampunya pakai olur.

Masihkah di katakan sihir kah? Saat mampu menangkap cahaya seperti sebuah bolam lampu. Pengetahuan itu tidak terbatas sedang ketidak tauan manusia itu yang membatasinya.
Bagi Xey sihir adalah sesuatu hal yang pengetahuan manusia belum menjaungkaunya. Itulah mengapa gadis cantik Kembang Jeumpa selalu dianggap aneh bahkan gila oleh teman-temanya.

Setelah puas menikmati pemandangan dari luar monas, Xey pun membeli tiket masuk untuk melihat seperti apa dalamnya Monas. Setibanya di dalam, Gadis beralis lentik itu menyusuri satu persatu musium yang ada di sana.

Semendadak seorang cowok dengan potongan rambut Spike menabarknya tak sengaja. Hingga sebelum Xey terjatuh di lantai, cowok itu menangkapnya dengan sigap.

"Maaf...," ucapnya terbata.
Mereka saling menatap dengan getaran-getaran elektromagnetik seolah saling menarik satu sama lain. Mungkinkan itu sebuah radiasi cinta? Entahlah, degup jantung Xey mulai tidak beraturan.

Waktu seolah berjalan lambat seperi matrik untuk beberapa saat begitu dalam begitu lama. Entah mengapa waktu begitu lola? Mungkin batrenya habis perlu di cas hingga Xey berdiri

"Kenalin gue, Dimas," ujarnya mengenalkan diri sembari menjulurkan tangan. Malu, Xey pergi begitu saja terdiam seribu bahasa. "Tunggu..!!" Imbuhnya.

Gadis cantik yang kini baru menginjak delapan belas tahun itu terus melangkah pergi sesekali hanya menoleh ke belakang melemparkan senyumnya tepat mengunjam mengenai jantung cowok Dimas Sanjaya yang baru menabraknya tadi.

"Sihir apa ini?"
Gumam Xey lebih pada senyum-senyum tidak jelas.
Inilah pertama kali kupu-kupu berterbangan dalam dadanya dengan bunga-bunga bermekaran di mana anak-anak sungai mengalir air jernih dan burung-burung bernyanyi menari.

"Tidak.. Oh tidak... Jika cowok itu mengetahui siapa diriku sebenarnya, masihkah ia memberikan senyum terhangat?" ucap bibir mungilnya lebih bicara sendiri lagi.

Lagi-lagi bicara sendiri lagi seperti orang gila. Ya gila karena sebuah rasa yang susah di jelaskan dengan kata-kata. Bukan hak orang terbaik di dunia ini adalah orang gila? Jawab!

Next

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun