Semendadak seorang cowok dengan potongan rambut Spike menabarknya tak sengaja. Hingga sebelum Xey terjatuh di lantai, cowok itu menangkapnya dengan sigap.
"Maaf...," ucapnya terbata.
Mereka saling menatap dengan getaran-getaran elektromagnetik seolah saling menarik satu sama lain. Mungkinkan itu sebuah radiasi cinta? Entahlah, degup jantung Xey mulai tidak beraturan.
Waktu seolah berjalan lambat seperi matrik untuk beberapa saat begitu dalam begitu lama. Entah mengapa waktu begitu lola? Mungkin batrenya habis perlu di cas hingga Xey berdiri
"Kenalin gue, Dimas," ujarnya mengenalkan diri sembari menjulurkan tangan. Malu, Xey pergi begitu saja terdiam seribu bahasa. "Tunggu..!!" Imbuhnya.
Gadis cantik yang kini baru menginjak delapan belas tahun itu terus melangkah pergi sesekali hanya menoleh ke belakang melemparkan senyumnya tepat mengunjam mengenai jantung cowok Dimas Sanjaya yang baru menabraknya tadi.
"Sihir apa ini?"
Gumam Xey lebih pada senyum-senyum tidak jelas.
Inilah pertama kali kupu-kupu berterbangan dalam dadanya dengan bunga-bunga bermekaran di mana anak-anak sungai mengalir air jernih dan burung-burung bernyanyi menari.
"Tidak.. Oh tidak... Jika cowok itu mengetahui siapa diriku sebenarnya, masihkah ia memberikan senyum terhangat?" ucap bibir mungilnya lebih bicara sendiri lagi.
Lagi-lagi bicara sendiri lagi seperti orang gila. Ya gila karena sebuah rasa yang susah di jelaskan dengan kata-kata. Bukan hak orang terbaik di dunia ini adalah orang gila? Jawab!
Next
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H