Mohon tunggu...
Bekti Cahyo Purnomo Syah
Bekti Cahyo Purnomo Syah Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Penulis Freelance, bloger, Novelis, email; bekticahyopurnomo@gmail.com Ig/twitter, Yutube: @belajarbersamabisa fbgroup; Belajar Bersama Bisa dan Bebebs.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dibalik Cadar Mentari, Prolog & Bagian Pertama

27 Januari 2019   02:39 Diperbarui: 1 Februari 2019   06:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taukah kau apa yang paling misteri tentang wanita? Adalah saat cinta menyingkap cadar rahasia hati, meski hampir semua orang mampu membuat berjuta teori, nyatanya tidak ada satu jawaban yang pasti.  Bahkan tak sedikit lautan teori itu hanya untuk diingkari seolah tak berarti.

Saat kau memilih menautkan hati padanya, maka berarti terjatuh terjerembab ke lembah nestapa tak berkesudahan. Rela meneteskan air mata darah kepedihan yang kau tutupi rapi dengan cadar hitam kehidupan hanya demi meraih kebahagiaan surgawi.

Kau bahkan tidak akan pernah memperoleh cinta, kecuali setelah mengalami perihnya perpisahan, kesabaran pahit dan rintangan yang membuat putus asa. Hanya bagi terpilih oleh cinta keabadian lah yang mampu mendengar saat hati nurani memanggil.


Ilustrasi vidio natta &wardah dari you tube dokumen pribadi.

*** 

Bagian Satu

Ada kabar ia akan datang senja nanti? Mungkin di sekitar mentari menelan cahayanya pukul 4 sore. Akan ia kenakan baju sederhana kemeja batik bercorak lurik dengan celana emba casual berwarna coklat kebanggaanya. 

Sepertinya ia tidak akan membawa apa-apa. Hanya kecerdasan dibalut ketergesaan dan belenggu rindu yang telah lama di sembunyikan. Sesuatu yang tak berbentuk itu justru oleh-oleh paling kuat yang tak akan hilang dan tak akan terlupakan.

 Di mana tempatnya, apa bungkusnya, di mana kau menyimpannya? Entahlah...Apa itu sebuah hadiah terindah yang telah lama kau nanti, atau justru musibah karena tidak ingin kenangan jahat masa lalu menghantui. 

Hanya satu yang pasti, ini kali pertama kau membuka pintu hatimu pada lelaki setelah sekian lama tertutup oleh cadar keterasingan. Kau akan mengenakan terusan merah marun muda yang menutup seluruh tubuh dangan padu padan niqob hitam yang kau pakai terakhir seperti foto chatting dengannya.

 Hanya lewat kecepatan cahaya memantul pada lensa bola mata cantikmu'lah yang akan terlihat. Semua kau coba tutupi dengan merahnya kain serba longgar sebagai pertanda wanita berhati sabar. 

Akankah hati longgar menahan getar saat di hadapannya? Akankan rindumu bisa kau tutupi? Di hadapan lelaki yang kali pertama akan bertemu meski ia bukan pria pertama yang meninggalkan jejak seribu kenangan jahat. Sungguhpun pancaran lensa matamu tak pernah bisa kau tutupi dengan kaca mata hitam. Sungguh tidak akan pernah bisa karena pasti akan terbaca olehnya. 

Kau mengenakan pakaian itu tanpa banyak pertimbangan, hanya karena kau tau betapa ia menyukai wanita berpakaian seperti itu. Tak ada acara pilah-pilih baju, coba-coba ini itu, keapa-adaanya itulah yang paling sempurna untuk di kenakan. Senja itu rumah hanya berisi kau dan putri semata wayangmu yang selalu menjadi penyemangat hidupmu. 

Ketukan di pintu membuat putri cantikmu kaget dan terbangun dari asyiknya bermain di atas sofa depan televisi. Kau mengelus rambutnya hendak meninggalkanya bermain di sana. Namun gadis cilik itu memelukmu kencang. 

Mungkin takut pada suara orang asing. Rupanya anakmu belajar takut pada suara asing yang sering kali membuatmu termenung mencucurkan sebening tirta di dalam kamar mandi dan menatap kosong. 

**** 

Kau tepiskan ketakutan putrimu dengan memeluknya kencang dan memeluk rambuntnya yang wangi strawberry. Senja itu, pelukan yang membawa ketenangan kau lanjutkan dengan meningalkannya bermain sendiri. 

Kau buka pintu itu, kemudian kau tersenyum kecil di balik kain penutup hitam dan mempersilahkan tamu itu ke arah teras depan rumah. Kau bahkan tak mengijinkan apalagi mempersilahkanya masuk ke rumahmu. 

Betapa tanganmu berkeringat nyaris menggigil kencang menahan keinginan menyingkirkan rambut-rambut panjang yang menutupi mata tajamnya. Ingin sekali kau memotong rambut panjangnya, karena kau tidak suka lelaki berambut panjang. 

Namun... Mata tajamnya memaksa jantungmu berdetak tidak karuan dan mengancam sekaligus menentramkan. Kau kubur dalam-dalam keinginan itu dan mengarahkan tanganmu itu ke arah kursi mempersilahkanya untuk duduk. Ia duduk di kursi tamu teras depan rumahmu, kau duduk di depanya sebelah kanan berjauhan sembari menatap aneh sesekali padanya. Tidak ada percakapan apa-apa. 

Semendadak angin semua hening membisu dengan lidah kelu, entah itu karena menahan malu atau karena pertama bertemu atau justru sudah merasa biasa meski hanya kenal lewat dunia maya. 

"Apa kabarmu, Mas?"

 Kamu mulai membuka percakapan yang sungguh bukan basa-basi. Kabar adalah hal terpenting yang selalu kau nanti darinya. 

"Baik, Kamu? Eh... aku panggil, Mbak atau Dek?" 

Ia sepertinya canggung dan serba salah mau memanggil apa? Mungkin karena ia lebih muda 3 tahun darimu. Tidak... usia bukan masalah, nyatanya kau menganggap ia lebih dewasa darimu.

Next 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun