Mohon tunggu...
Bekti Cahyo Purnomo Syah
Bekti Cahyo Purnomo Syah Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Penulis Freelance, bloger, Novelis, email; bekticahyopurnomo@gmail.com Ig/twitter, Yutube: @belajarbersamabisa fbgroup; Belajar Bersama Bisa dan Bebebs.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dibalik Cadar Mentari, Prolog & Bagian Pertama

27 Januari 2019   02:39 Diperbarui: 1 Februari 2019   06:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Hanya lewat kecepatan cahaya memantul pada lensa bola mata cantikmu'lah yang akan terlihat. Semua kau coba tutupi dengan merahnya kain serba longgar sebagai pertanda wanita berhati sabar. 

Akankah hati longgar menahan getar saat di hadapannya? Akankan rindumu bisa kau tutupi? Di hadapan lelaki yang kali pertama akan bertemu meski ia bukan pria pertama yang meninggalkan jejak seribu kenangan jahat. Sungguhpun pancaran lensa matamu tak pernah bisa kau tutupi dengan kaca mata hitam. Sungguh tidak akan pernah bisa karena pasti akan terbaca olehnya. 

Kau mengenakan pakaian itu tanpa banyak pertimbangan, hanya karena kau tau betapa ia menyukai wanita berpakaian seperti itu. Tak ada acara pilah-pilih baju, coba-coba ini itu, keapa-adaanya itulah yang paling sempurna untuk di kenakan. Senja itu rumah hanya berisi kau dan putri semata wayangmu yang selalu menjadi penyemangat hidupmu. 

Ketukan di pintu membuat putri cantikmu kaget dan terbangun dari asyiknya bermain di atas sofa depan televisi. Kau mengelus rambutnya hendak meninggalkanya bermain di sana. Namun gadis cilik itu memelukmu kencang. 

Mungkin takut pada suara orang asing. Rupanya anakmu belajar takut pada suara asing yang sering kali membuatmu termenung mencucurkan sebening tirta di dalam kamar mandi dan menatap kosong. 

**** 

Kau tepiskan ketakutan putrimu dengan memeluknya kencang dan memeluk rambuntnya yang wangi strawberry. Senja itu, pelukan yang membawa ketenangan kau lanjutkan dengan meningalkannya bermain sendiri. 

Kau buka pintu itu, kemudian kau tersenyum kecil di balik kain penutup hitam dan mempersilahkan tamu itu ke arah teras depan rumah. Kau bahkan tak mengijinkan apalagi mempersilahkanya masuk ke rumahmu. 

Betapa tanganmu berkeringat nyaris menggigil kencang menahan keinginan menyingkirkan rambut-rambut panjang yang menutupi mata tajamnya. Ingin sekali kau memotong rambut panjangnya, karena kau tidak suka lelaki berambut panjang. 

Namun... Mata tajamnya memaksa jantungmu berdetak tidak karuan dan mengancam sekaligus menentramkan. Kau kubur dalam-dalam keinginan itu dan mengarahkan tanganmu itu ke arah kursi mempersilahkanya untuk duduk. Ia duduk di kursi tamu teras depan rumahmu, kau duduk di depanya sebelah kanan berjauhan sembari menatap aneh sesekali padanya. Tidak ada percakapan apa-apa. 

Semendadak angin semua hening membisu dengan lidah kelu, entah itu karena menahan malu atau karena pertama bertemu atau justru sudah merasa biasa meski hanya kenal lewat dunia maya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun