Mohon tunggu...
Pretty Woman
Pretty Woman Mohon Tunggu... Konsultan - Wanita

Tertarik dengan fenomena sosial dan film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

To All Single Woman: "Jangan Resign"

12 Maret 2023   12:00 Diperbarui: 12 Maret 2023   12:04 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat anak pertama kami lahir, kupikir akan cukup merepotkanku dan aku akan merasa hidupku bermakna. Ternyata aku salah besar. Aku malah semakin dalam masuk kedalam depresi yang tidak berkesudahan. Bayangkan saja, pagi hari aku harus memasak, untuk kami dan untuk anak kami. Kemudian aku harus membereskan rumah, memandikan anak, memberi makan anak dan membersihkan bekas makan anak. Belum lagi jika anakku buang air besar, jika anakku tidak mau makan, jika anakku hanya mau bermain didekatku. Terkadang suamiku membantuku melakukan itu semua, tapi ya... bisa dihitung dengan jari. 

Aku semakin kesal karena suamiku semakin sibuk bekerja, kami tidak memiliki waktu untuk sekedar bercerita apalagi untuk memiliki waktu intim berdua. Suamiku bekerja sejak jam 8 pagi sampai jam 5 pagi. Terkadang sejak jam 10 pagi sampai jam 1 pagi. Memang sebagian besar waktunya bekerja dilakukan di rumah, tapi aku tidak merasa kami terhubung sebagai manusia. Terkadang saat aku bercerita, suamiku hanya akan diam saja atau mulai berkata "nanti ya mama, aku kerjain ini dulu". ..

Aku kesepian....

Menurutku suamiku tidak punya prioritas dalam mengatur waktunya. Dia bekerja siang dan malam. Sampai-sampai untuk makannya saja harus aku yang mengantarkan ke ruang kerjanya. Beberapa kali kucoba untuk tidak mengantarkan makanan, tapi dia tetap tidak bergerak dan tidak makan sampai sore hari tiba. Ujung-ujungnya harus aku yang mengalah, tak tega juga rasanya melihat dia bekerja tanpa asupan makanan. 

Sabtu seharusnya menjadi waktu kami berbelanja, tapi karena suamiku baru tidur jam 3 pagi, aku tak tega membangungkannya. Minggu seharusnya waktu kami beribadah, tetapi karena suamiku baru tidur jam 3 pagi, aku lagi-lagi tak tega membangunkannya. Biasanya suamiku bangun jam 9 pagi (tidur hanya 6 jam sehari). Itupun langsung bekerja, entah itu senin entah itu sabtu pokoknya langsung bekerja. Seolah dunianya hanyalah pekerjaan. 

Aku sangat jarang keluar rumah, entah itu ke mall atau sekedar mengunjungi keluarga. Maklum anakku masih kecil, membawanya keluar seolah menjadi ajang adu adrenalin. Semenjak menikah aku juga tidak tertarik pergi kemana-mana sendiri, maunya pergi bersama suami.

Menyiksa....

Setiap hari aku berfikir untuk kembali bekerja, tapi siapa yang mengurus anak kami. lagipula aku sedang hamil anak kedua. Sulit bagi seorang wanita untuk kembali bekerja setelah lama fakum menjadi ibu rumah tangga. Pikiran-pikiran "bagaimana jika kesehatan suamiku terganggu?" "bagaimana jika suamiku meninggal?" selalu menghantui. 

"Coba aktivitas baru dong...." "coba jualan online dong...".... ah seandainya semudah itu. Bahkan untuk memegang laptop aku harus mencuri waktu, karena pasti anakku akan sebera berebut ingin menguasai laptop yang sedang kupegang. Membaca buku menjadi ajang rebutan tak habis-habisnya dengan anakku. Padahal bukunya banyak, tapi dia hanya mau buku yang sedang aku baca. 

Suamiku berkali-kali menawarkan jasa ART kepadaku, tapi aku sampai saat ini merasa tidak nyaman dengan keberadaan orang asing di rumah kami. aku sadar aku suka marah dan menangis tanpa sebab, aku tak mau itu diketahui orang lain. Selain memalukan, aku juga tak dapat memastikan apa ART ku kelak bisa sefrekuensi denganku. 

Mengapa aku ingin bekerja kembali?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun