Mohon tunggu...
Baba Makmun
Baba Makmun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kalah di DKI, Ahok Segera Jadi Menteri?

26 April 2017   09:29 Diperbarui: 26 April 2017   18:00 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pesan kedua kepada Anies, Jokowi secara implisit (tersirat) ingin memberi penjelasan kepadanya, sekaligus kepada publik, alasan dia dicopot dari kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun lalu. Tentu tak jauh-jauh dari urusan target. Target apa yang tak dapat dicapai Anies, Jokowi lebih tahu.

Di samping target, masih ada soal lain. Anies diduga lamban, tidak mampu mengikuti irama kerja Jokowi yang cepat. Setidaknya, ini dapat disimak dari pernyataan Djarot Saiful Hidayat, Cawagub DKI Jakarta, dalam debat pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta di Hotel Bidakara, Jumat malam (10/2/17).

“Maaf Pak Anies. Pak Anies pernah jadi menteri, diberhentikan karena tidak cepat untuk mengeksekusi program yang sudah digariskan oleh kabinet,” kata Djarot saat diberikan kesempatan untuk menyampaikan sisi positif dan keunggulan pasangan calon nomor 1 (Agus/Sylvi) dan nomor urut 3 (Anies/Sandi).

Pernyataan Djarot ini dapat dijadikan rujukan mengingat dia merupakan politisi senior PDIP, satu partai dengan Jokowi. Lagi pula, sering disebut, Djarot merupakan salah satu kader kesayangan ketua umum Si Moncong Putih. Jadi, dia banyak tahu “isi perut” Kabinet Kerja.

Pesan ketiga, tertuju pada Ahok. Seolah-olah Jokowi mau bilang, kalau meminjam bahasa gaulnya, “Hok, siap-siap, elo bakal gue tarik ke Istana. Gue lagi tancap gas. Gue butuh elo”.

Lalu, apa alasan Jokowi merekrut Ahok? Alasan utama tentu hanya Presiden yang tahu. Tapi, secara garis besar, publik dapat menerka. Ahok bekerja profesional, gesit, dan cepat. Hal ini dia tunjukkan dalam memimpin Jakarta. Ahok pun berani mengambil risiko. Sekadar contoh, dia tak gentar membuldozer Kalijodo di perbatasan Jakarta Barat dan Utara, yang dikenal “angker”, mengingat lokasi ini sarang perjudian, prostitusi, minuman keras, dan narkoba.

Ahok juga tak mundur menghadapi pihak-pihak “garis keras” di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Begitu pula saat menggusur Kampung Pulo, Jakarta Timur, Ahok berani mengambil risiko tidak populer berhadapan dengan warga yang menolak penggusuran.

Pemimpin model begini dibutuhkan Jokowi untuk memenuhi target kabinetnya. Ambil contoh, Johan Budi ditarik ke Istana menjadi Juru Bicara Kepresidenan, salah satunya karena dia profesional dan termasuk pemberani. Begitu Johan tersisih di tangan DPR dari kompetisi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), gak pake lama Jokowi langsung merekrutnya. Johan juga memiliki reputasi bersih dan berintegritas tinggi.

Nah, saat ini, Jokowi butuh orang sekaliber Ahok untuk memperkuat kabinet. Lantas, kursi menteri apa? Dari kacamata rakyat, karena Jokowi sedang menggenjot sektor ekonomi, maka kemungkinan besar Ahok ditempatkan di sektor ini. Atau, ada kemungkinan juga di sektor maritim, mengingat sektor ini unggulan sang Presiden.

Di bidang ekonomi terdapat 10 kementerian di bawah Menko Perekonomian, yakni Keuangan, BUMN, Koperasi dan UKM, Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Ketenagakerjaan, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta ATR.

Di bidang maritim ada empat kementerian di bawah Menko Kemaritiman, yakni Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, serta Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun