Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akhirnya berlabuh ke pasangan calon (paslon) 2 dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta putaran kedua. Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Romahurmuziy (Romi) juga merapatkan diri ke paslon petahana Ahok-Djarot (Adja).
Dengan begitu, empat partai yang pada putaran pertama mendukung paslon 1, Agus-Sylvi (Asi)—PKB, PPP, PAN, dan Demokrat—semuanya sudah menentukan sikap. Partai Amanat Nasional (PAN) memperkuat paslon 3 Anies-Sandi (Asa), sedangkan Partai Demokrat mengambil sikap nonblok.
Dengan bergabungnya PPP versi Romi, artinya 100 persen PPP—gabungan versi Romi dan Djan Faridz—telah memperkuat Adja. Ditambah dengan PKB, maka dua partai yang sering disebut merupakan representasi umat Islam kini memperkuat pasukan Adja. Dua partai representasi Islam lainnya, PKS dan PAN, bernaung di bawah payung Asa.
Teoritis Adja Unggul
Para pakar memprediksi, raihan suara Adja 43% dan Asa 39,9% pada putaran pertama dapat dipertahankan pada putaran kedua. Angka itu sudah dianggap sebagai pemilih loyal kedua pihak.
Karena itu, pada putaran kedua, Adja hanya memerlukan tambahan 7,1% suara untuk keluar sebagai pemenang pilkada, sedangkan Asa butuh tambahan lebih besar, yakni sekitar 10,5% suara. Jadi, kebutuhan tambahan Adja lebih sedikit.
Dari realitas politik yang ada, kubu Adja diperkuat enam parpol, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB, sedangkan kubu Asa didukung tiga partai, yakni Gerindra, PKS, dan PAN. Karena didukung lebih banyak partai, peluang Adja seharusnya lebih besar ketimbang Asa. Tapi, berkaca pada putaran pertama, dukungan banyak partai tidak otomatis menjamin kemenangan. Buktinya, kubu Asi yang diusung empat partai justru tumbang dikalahkan Asa yang hanya diperkuat dua partai.
Dalam putaran pertama, isu agama dimainkan cukup kencang. Para pendukung Adja mendapatkan predikat menentang “ajaran agama Islam”. Ada warga yang, misalnya, semula ingin mencoblos Adja, berubah pilihan ke Asi atau Asa karena takut sanksi agama. Sekarang ketakutan itu hilang karena adanya partai Islam PPP dan PKB di barisan Adja.
Kedua partai ini merupakan simbol penting dukungan Islam ke paslon Adja. Jadi, dikotomi paslon muslim versus nonmuslim pupus dengan sendirinya. Isu seiman dan tidak seiman, kalau masih juga dimainkan, kemungkinan besar tidak lagi berdampak signifikan.
Karena itu, kaum muslimin yang semula ragu memilih Adja, keraguan itu kini sirna. Mereka dapat dengan legawa dan leluasa memilih paslon 2, tanpa harus dihantui sanksi agama di alam baka. Kondisi ini dapat mamengaruhi suara sangat signifikan bagi Adja.
Begitu pula halnya dengan ancaman tidak men-salat-kan jenazah pendukung paslon 2, kini tidak lagi mendapatkan legitimasi untuk mengulangi ancaman itu. Karena itu, pada putaran kedua ini Adja tidak lagi terganjal isu agama seperti pada putaran pertama.