Lalu, saya sadar akan hal penting yang paling mendasar dalam pelajaran bahasa: sistematika berpikir dan seni bertanya. Bahasa adalah logika. Bahasa adalah pola. Bahasa adalah irama. Bahasa adalah estetika. Kata dosen filsafat saya, bahasa adalah induk dari semua ilmu yang ada. Ada yang bilang, ketidakpahaman akan suatu pengetahuan disebabkan ketidakcermatan berbahasa. Ah, mengapa kita kerap melupakan filsafat ilmu?
Berarti, saya harus merapikan dulu sistematika berpikir saya sebelum merapikan sistematika berpikir murid saya. Jika telah rapi, kepala kami akan cukup kuat untuk dibenturi kaidah. Sebanyak apa pun, serumit apa pun, selama otak kami berfungsi dengan baik, insya Allah kami akan memahami bahasa sebagai ilmu, bahkan yang lebih penting sebagai keterampilan hidup.
Upaya yang saya lakukan memang tidak akan pernah selesai. Sistematika berpikir saya pun masih belum rapi betul, sedangkan generasi akan terus bertambah. Saya masih harus berjuang. Memang memuakkan kalau saya harus terus melirik kanan dan kiri saya, mencermati kenyataan pahit yang terkuak begitu saja.
Jika memang sistem yang salah, tidaklah salah juga memang jika kaidah bahasa Indonesia ikut disalahkan. Toh, sistem dan kaidah sama-sama buatan manusia. Tapi, jika mau bersikap lebih bijak, mengapa kita tidak kembali ke dasar pemikiran filsafati: manusia berpikir; Â karena itu, manusia ada. Semua orang yang berpikir tahu bahwa menyalahkan sistem atau kaidah tidak akan pernah menyelesaikan keadaan. Yang harus diperbaiki adalah sistematika berpikir kita, eh ... sistematika berpikir saya sebagai manusia yang turut berkontribusi membuat sistem dan kaidah tersebut.
Saya tidak ingin lagi menyalahkan benda, saya juga tidak ingin lagi menyalahkan manusia lain di luar diri saya. Saya juga punya sumbangan kesalahan karena sempat meninggalkan dunia pendidikan begitu saja tanpa pertanggungjawaban dan membiarkan keganjilan ini terjadi di depan mata saya.
Entah saya bicara dengan siapa. Tapi, saya ingin bertanya, "Wahai para Linguis Indonesia yang segar-segar, ke mana Anda semua?"
Merenung saja memang tidak pernah cukup.