Mohon tunggu...
Beina Prafantya
Beina Prafantya Mohon Tunggu... Guru - Editor, Penggiat Pendidikan, Istri, Ibu Satu Anak

Saya mencintai dunia pendidikan dan pengembangannya, tertarik dengan dunia literasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kontradiksi Terminologi Remaja dan Akil Balig

18 November 2020   15:11 Diperbarui: 18 November 2020   15:18 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tabel pribadi
tabel pribadi

Mari kita cek, di mana posisi (calon) pemuda kita sekarang? 

Prinsipnya, akil dan balig seyogianya terjadi secara bersama-sama sebagai satu kesatuan. Pada faktanya, balig terjadi terlampau cepat, sedangkan akil terjadi terlampau lambat. Tidak kompak. Tidak jarang ada anak yang sudah mencapai balignya sejak kelas 5 atau 6 SD dengan rerata usia 10 -- 11 tahun. Mungkin hal ini masih dianggap wajar. Namun, ternyata tidak sedikit pula ada anak yang sudah mencapai balignya pada usia sebelumnya, di kelas 4 SD. Balig, yang perempuan sudah mengalami menstruasi, yang laki-laki sudah bermimpi basah. Artinya, kematangan fisiknya sudah terjadi. Anak-anak secara fisik sudah siap bereproduksi. Di sisi lain, sudahkah mereka memahami esensi tanggung jawab dan kemandirian? 

screenshot-2020-11-18-145304-5fb4d3953a70037f1868a782.png
screenshot-2020-11-18-145304-5fb4d3953a70037f1868a782.png
Beberapa penyebab terlampau cepatnya balig barangkali dapat dilihat dari beberapa alasan logis berikut. 

1. Overnutrisi 

Salah satu peran ibu adalah memastikan kecukupan gizi keluarga. Dalam hal ini, ibu bertugas menyiapkan segala kebutuhan nutrisi seluruh anggota keluarga. Namun, pada masa sekarang ternyata banyak ibu yang menghadapi keterbatasan dalam hal ini karena mereka memilih untuk mengaktualisasikan diri di luar rumah dengan berbagai alasan yang dianggap logis. Ibu lebih sibuk dengan karirnya (termasuk saya) sehingga peran untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga beralih kepada orang lain.

 Ternyata, keterbatasan ini menyebabkan kontrol kecukupan gizi cenderung kurang efektif sehingga peluang terjadinya malnutrisi atau overnutrisi lebih tinggi. Keduanya berdampak terhadap perkembangan fisik terutama pada anak. Ternyata lagi, berfokus pada overnutrisi, seorang anak yang mengalaminya akan mendapati dirinya balig lebih cepat. 

2. Stimulasi Via Mata dan Telinga 

Dulu, keterbatasan mengakses berbagai media justru memiliki sisi positif. Kecenderungan seseorang terpapar pornografi dan kekekerasan tidaklah semarak sekarang. 

Mari lihat apa yang terjadi sekarang. Betapa kuatnya gelombang pornografi dan kekerasan dari berbagai media. Dengan mudah para calon pemuda mengakses segala hal yang berbau porno dan sarkas. Dengan mudah pula hal itu menstimulasi balignya mereka. Membatasi stimulasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Saat ini banyak sekali upaya yang membantu para orang tua untuk segera tersadar akan bahaya gadget. Berbagai pelatihan bijak ber-IT semakin gencar dilaksanakan berbagai organisasi dan komunitas. Namun, luangkah waktu saya dan Bapak/Ibu untuk mengikutinya? Tapi, ada cara efektif lain yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi ini, yaitu pengerem #2 yang akan dijelaskan pada poin selanjutnya. 

3. Minim Pengerem #1: Problem 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun