Mohon tunggu...
Egy Fernando
Egy Fernando Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pendiam dan Pemalu. Menulis artikel hanya karena niat dan iseng.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS: Legalisasi Kepentingan Rakyat Terbentur karena Pembahasan yang "Sulit"

3 Juli 2020   14:26 Diperbarui: 3 Juli 2020   16:18 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anti kekerasan seksual

Masyarakat menilai DPR sangatlah malas bahkan acuh tak acuh terhadap persoalan kekerasan seksual, DPR juga dianggap tidak memiliki kepekaan moral dan empati hati nurani sedikitpun terhadap perasaan korban atas kasus kekerasan seksual. Dikarenakan RUU PKS ini sudah masuk kedalam prolegnas dari periode kepemimpinan sebelumnya dan di rezim baru yang telah berlangsung 10 bulan lebih saat ini, seharusnya DPR memiliki waktu yang begitu panjang untuk membahas persoalan Rancangan Undang-Undang kali ini. Namun dalam pernyataannya, Komisi VIII selaku panitia kerja (panja) hanya buntu pada pembahasan RUU PKS terkait  judul dan definisi kekerasan seksual. 

"Saya dan teman-teman di Komisi VIII melihat peta pendapat para anggota tentang RUU PKS masih seperti periode yang lalu. Butuh ekstra untuk melakukan lobi-lobi," kata Marwan kepada Kompas. Akan tetapi Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad mengatakan kepada Republika bahwa "Kesulitan pembahasan menurut kami dikarenakan tidak adanya political will untuk memberikan keadilan bagi korban"

Adapun mengingat Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan UU Minerba yang dengan begitu banyak polemiknya mulai dari pertentangan dan perlawanan masyarakat terhadap perusahaan tambang, lalu tidak mengandung hak veto dari rakyat itu sendiri dalam pengesahannya, dan juga mengesampingkan kepedulian alam serta lingkungan hidup. Namun itu semua dapat diketuk palu dengan "mudah" hanya dalam tempo kurang dari seminggu. Kemudian dalam jangka waktu sangat dekat ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya membahas terkait Omnibus Law--RUU Cipta Kerja padahal Negara Indonesia saat ini sedang di masa suram akibat Pandemi Covid-19 dan maraknya krisis kasus Pemutusan Hubungan Kerja.

Jikalau dibandingkan dengan UU Minerba dan RUU Cipta Kerja yang termasuk dalam proyek besar negara, maka tidaklah sulit melirik ataupun fokus untuk membicarakan tentang RUU PKS tersebut. 

Menurut saya, tidak ada persoalan "sulit" dalam membahas suatu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena dengan data yang sudah jelas, desakan dan keluhan dari para masyarakat melalui penyintas korban kekerasan seksual, kemudian didukung aksi nyata yang telah digarap bersama-sama oleh seluruh masyarakat Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa RUU ini harus segera disahkan. Atas dasar moral dan rasa empati terhadap para korban sudah lebih dari cukup untuk memperjuangkan hingga melegalisasikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Meninjau dari segi kepentingan masyarakat utamanya pada kalangan perempuan, RUU PKS ini sangat esensial untuk dilegalkan karena mengingat urgensi dari keselamatan untuk memberikan perlindungan kepada para korban kekerasan seksual melalui lembaga serta payung hukum yang kuat dan tidak hanya sekedar menitikberatkan pelaku terkait hukum pemidanaaan. Seperti yang kita tahu aktivis penggiat dan penyintas kekerasan seksual mengalami kesulitan dalam menyelesaikan kasus para korban, dengan membawanya kedalam jalur hukum hal ini tidak serta merta akan menghasilkan penyelesaian kasus yang tegas, dikarenakan sering kali setiap memberikan laporan selalu ditanggapi dengan hal-hal yang tidak sewajarnya seperti diberikan pertanyaan rajin sholat atau tidak, mempertanyakan kedekatan dengan pelaku, terlalu mempermasalahkan gaya berpakaian, adanya penanggapan yang tidak serius dan malah menjurus dengan menyalahkan korban serta menasehati korban yang notabene tidak ada keterkaitannya dengan penyelesaian akan kasus kekerasan seksual tersebut.

Pihak berwajib beserta aparat penegak hukum juga sering kali mengalami kebingungan dalam menentukan aturan hukum yang berlaku untuk menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi diluar dari kekerasan rumah tangga, dikarenakan tidak adanya payung hukum yang jelas perihal masalah kekerasan seksual di ranah publik ataupun secara umum. 

Alhasil, penanganan masalah kekerasan seksual pada proses jalur hukum selalu berujung sia-sia dan justru sama sekali tidak memberikan dampak berarti kepada korban dikarenakan kurangnya akomodasi dari segi produk perlindungan hukum dan penjaminan pihak negara.  Alih-alih berharap dapat perlindungan secara utuh justru menerima stigmatisasi buruk dari lingkungan masyarakat sekitar.

Oleh karena itu dihadirkan dan diusahakan untuk segera melegalisasikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dikarenakan legalitas ini nantinya bertujuan untuk mencegah timbulnya kekerasan seksual; dapat memberikan pertolongan berupa bantuan medis terkait rehabilitasi psikologis dan psikososial kepada para korban; memberikan keadilan dan keamanan kepada masyarakat sekitar khususnya para korban; menghapuskan tindakan diskriminasi terhadap perempuan; serta memberikan dan menerapkan mekanisme penanganan, perlindungan dan pemulihan terhadap masyarakat dan para korban; selain itu dapat menjamin juga memastikan peran negara beserta pemerintah dan lembaga yang ada untuk lebih turut aktif berpatisipasi dalam menciptakan lingkungan bersih dari kekerasan seksual.

Jika memang pada dasarnya kalian para pemangku jabatan yang dipilih dari suara rakyat tidak mampu untuk menuruti permintaan rakyat serta berpihak dan mengutamakan kepentingan rakyat itu sendiri maka lebih baik kalian turun dari jabatan tersebut karena legitimasi yang "katanya" wakil rakyat sudah tidak tercerminkan pada diri kalian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun