Mohon tunggu...
Begawan Prabu
Begawan Prabu Mohon Tunggu... profesional -

Personal Human Rights Defenders

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Inilah Kisah Guru di Magelang, Memenjarakan Koruptor 4,9 M

8 Desember 2015   17:27 Diperbarui: 9 Desember 2015   08:12 3531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika profesi seorang guru identik dengan sosok pengajar yang nerimo dengan apapun yang diperintahkan oleh atasan, maka tidak demikian halnya dengan guru yang satu ini. Salah seorang guru mata pelajaran Sejarah di kota Magelang ini rela mempertaruhkan profesinya demi tegaknya kebenaran dan keadilan di kota yang dalam beberapa tahun terakhir ini memperkenalkan diri sebagai Kota Sejuta Bunga.

Bermula dari keganjilan, kegiatan sosialisasi pengadaan buku oleh Pemerintah Kota Magelang pada tahun 2003, dimana pada waktu itu semua kepala sekolah, guru, pengawas, perwakilan perguruan tinggi, pejabat Dinas Pendidikan kota Magelang beserta jajarannya dikumpulkan oleh pihak eksekutif di SMA Negeri 4 Magelang guna kegiatan Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang pada tahun anggaran 2003/2004, bersama rekanan pengadaan dari Balai Pustaka.

Keganjilan tersebut dirasakan karena pada waktu itu sedang ada proses transisi kurikulum baru sebagai program pemerintah pusat. Bahkan beberapa waktu sebelum kegiatan sosialisasi Pengadaan Buku Ajar di SMA Negeri 4 Magelang tersebut, guru-guru dari jajaran Dinas Pendidikan Kota Magelang sudah mengikuti kegiatan sosialisasi kurikulum baru baik di Ambarawa, Semarang dan beberapa kota lainnya, yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Tengah.

Priyo Waspodo (58), seorang guru mata pelajaran sejarah di SMAN 4 Magelang adalah salah satu dari sekian banyak guru yang ikut serta dalam kegiatan sosialisasi kurikulum baru yang diselenggarakan Dinas Pendidikan propinsi Jawa Tengah. Oleh karenanya Priyo merasa janggal ketika Pemerintah Magelang bersama Dinas Pendidikan Kota Magelang dan rekanan pengadaan dari Balai Pustaka mengadakan kegiatan Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang pada tahun anggaran 2003/2004.

Kejanggalan semakin dirasakan ketika Priyo Waspodo mempertanyakan kenapa program Pemerintah Kota Magelang tersebut dirasa bersebrangan/tidak sejalan dengan program Pemerintah Pusat, tetapi bukan jawaban prositif yang Priyo dapatkan, melainkan upaya pembungkaman dengan tidak diberikannya kesempatan lagi untuk Priyo bertanya atau pengajukan pendapat.

Di forum Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar tersebut, Priyo Waspodo menolak keras projek pengadaan dengan alasan berpotensi menghamburkan keuangan Kota Magelang secara sia sia karena waktu yang tidak tepat. Bahkan secara tegas Priyo berpendapat bahwa jika projek tetap dijalankan, patut dicurigai terdapat unsur transaksional dalam projek tersebut. Namun, rupanya proyek pengadaan buku tersebut akhirnya tetap dijalankan.

Tidak tanggung-tanggung, dana sebesar 11,8 Milliar dikucurkan melalui APBD untuk pengadaan Buku Ajar tersebut, yang pada akhirnya buku terbitan Balai Pustaka tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, karena memang kurikulum pendidikannya sudah berubah. Belum lagi ditambah adanya manipulasi data jumlah buku yang diserah terimakan dalam proses pendistribusiannya.

Melihat berbagai penyimpangan tersebut, akhirnya bapak dari 3 orang anak ini bersama LSM Forbes (Forum Bersama) dan dengan menggandeng unsur-unsur masyarakat anti korupsi di Magelang melakukan protes dan perlawanan atas kebijakan Pemerintah Kota Magelang yang jelas-jelas merugikan keuangan negara tersebut. Selain itu, Priyo Waspodo juga melakukan pelaporan terkait dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang tahun anggaran 2003/2004 kepada kejaksaan.

Upaya perlawanan tersebut tentu saja tidak mudah. Resiko atas profesinya sebagai seorang guru yang menentang kebijakan atasannya tidak membuat Priyo gentar sedikitpun. Meskipun berbagai tekanan dan hambatan datang silih berganti, bahkan berlangsung cukup lama dan melalui proses perjuangan yang panjang, Priyo tetap konsisten mengawal kasus dugaan korupsi tersebut. “Sudah menjadi retorika pemimpin-pemimpin negeri ini bahwa korupsi adalah sebuah kejahatan extra-ordinary, akan tetapi perlakuannya biasa-biasa saja" Ujar Priyo.

Akhirnya kasus tersebut di vonis di meja hijau pada tahun 2010, setelah berakhirnya masa jabatan para pejabat yang tersangkut kasus korupsi pengadaan buku di kota Magelang tersebut. Dengan kata lain penegakkan hukum dapat berjalan cepat ketika pejabat yang tersangkut sudah lengser. Tidak tanggung-tanggung, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang, 2 orang mantan Kepala DPKKD Kota Magelang, mantan Walikota Magelang, mantan Ketua dan beberapa mantan anggota DPRD kota Magelang pada akhirnya harus menjalani hukuman penjara dan mengembalikan uang kerugian negara akibat kasus yang merugikan keuangan negara senilai 4,9M tersebut.

Selain dikenal sebagai guru yang juga penggiat anti korupsi, Priyo Waspodo juga merupakan guru yang menentang keras terhadap praktek-praktet titipan murid pada masa-masa penerimaan siswa baru. Salah satu contohnya adalah ketika Priyo mengajar di SMAN 1 kota Magelang. Pada waktu itu, pada saat penerimaan siswa baru, dia lebih memilih tidak meloloskan anak kandungnya untuk masuk SMAN 1 Magelang karena memang nilai anaknya tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dipersyaratkan untuk bisa masuk SMAN 1 Magelang. Sehingga pada ahkirnya Priyo Waspodo lebih memilih menyekolahkan anaknya di tempat lain.

Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya anak seorang Guru selalu mendapat prioritas masuk ke sekolah dimana Guru tersebut mengajar. Tetapi kesempatan tersebut sama sekali tidak dia gunakan, meskipun sebenarnya bisa saja Priyo meloloskan anaknya untuk sekolah di SMAN 1 Magelang. Apalagi banyak siswa lain yang pada waktu itu diterima disekolah tersebut lewat “jalur khusus”, bahkan yang nilai maupun prestasinya jauh dibawah nilai dan prestasi anaknya.

Selain itu, Priyo Waspodo juga aktif dalam kegiatan advokasi untuk guru-guru yang terampas hak-haknya di PGRI Magelang, disamping kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika pada akhirnya pria kelahiran Jogjakarta 04 Desember 1957 ini mendapat kepercayaan dari banyak pihak baik kelompok masyarakat maupun perseorangan di Magelang untuk mendampingi Joko Prasetyo untuk maju sebagai calon wakil dan walikota Magelang pada Pilkada serentak tahun 2015 melalui jalur independen. Dukungan dari masyarakat tersebut oleh Priyo disikapi sebagai anamah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya.

Priyo Waspodo, yang terakhir mengajar sebagai Guru mata pelajaran sejarah di SMAN 4 Magelang merasa ini adalah tanggung jawab besar yang harus beliau emban sebagai langkah lanjut dari berbagai tanggung jawab kecil yang sebelumnya terlah beliau jalankan dengan penuh ketulusan. Pak Priyo sendiri sebelumnya tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang pejabat apalagi selevel Wakil Walikota. Bagi beliau, apapun dan bagaimanapun posisi seseorang sekarang ini dalam berbagai profesi dan panggilan hidup, merupakan tanggung jawab yang harus diemban dengan sebaik-baiknya dan penuh ketulusan.

Priyo mencontohkan, ibarat siswa yang sedang sekolah, keberadaan seseorang, siapa saja dan dari latar belakang apa saja itu merupakan proses pembelajaran hidup yang harus dilewati. Kalaupun pada akhirnya harus naik kelas, tentunya seseorang tersebut haruslah melewati berbagai tahapan dan proses ujian. Menurut guru yang akrab dipanggil pak Priyo ini, semuanya adalah proses alami sebuah kehidupan, yang harus dijalani dengan tetap “Eling lan Waspodo”.

Eling (ingat) bahwa hidup itu singkat, jadi sebisa mungkin dalam singkatnya hidup itu seseorang harus bisa senantiasa mengupayakan dan mewujudkan berbagai kebaikan baik untuk pribadi bahkan sesama, dan waspodo (waspada) bahwa dalam menjalani hidup yang singkat tersebut tentunya akan banyak sekali berbagai ujian dan cobaan yang bisa saja membawa seseorang pada kehancuran dan nilai hidup yang tidak berkualitas.

Priyo Waspodo yang pada akhirnya bersedia mendampingi Joko Prasetyo untuk maju sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Magelang dalam Pilkada Magelang tahun 2015 melalui jalur independen, merasa bahwa kepercayaan yang diberikan masyarakat Magelang ini sebagai sebuah tantangan baru untuk dia menguji kapasitas pribadinya sebagai seorang yang selalu ingin mengukir sejarah positif dalam hidupnya, dalam lingkup yang lebih luas, yaitu membawa Magelang ke arah yang lebih baik, tentunya dengan tetap memegang teguh semboyan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”.

Priyo menuturkan, “Tentunya dalam hal ini, peran aktif dan positif masyarakat Magelang menjadi kunci utama yang sangat penting untuk mewujudkan Magelang yang lebih baik, dengan semangat Amar ma'r

uf nahi munkar”, ungkap Priyo Waspodo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun