Jika profesi seorang guru identik dengan sosok pengajar yang nerimo dengan apapun yang diperintahkan oleh atasan, maka tidak demikian halnya dengan guru yang satu ini. Salah seorang guru mata pelajaran Sejarah di kota Magelang ini rela mempertaruhkan profesinya demi tegaknya kebenaran dan keadilan di kota yang dalam beberapa tahun terakhir ini memperkenalkan diri sebagai Kota Sejuta Bunga.
Bermula dari keganjilan, kegiatan sosialisasi pengadaan buku oleh Pemerintah Kota Magelang pada tahun 2003, dimana pada waktu itu semua kepala sekolah, guru, pengawas, perwakilan perguruan tinggi, pejabat Dinas Pendidikan kota Magelang beserta jajarannya dikumpulkan oleh pihak eksekutif di SMA Negeri 4 Magelang guna kegiatan Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang pada tahun anggaran 2003/2004, bersama rekanan pengadaan dari Balai Pustaka.
Keganjilan tersebut dirasakan karena pada waktu itu sedang ada proses transisi kurikulum baru sebagai program pemerintah pusat. Bahkan beberapa waktu sebelum kegiatan sosialisasi Pengadaan Buku Ajar di SMA Negeri 4 Magelang tersebut, guru-guru dari jajaran Dinas Pendidikan Kota Magelang sudah mengikuti kegiatan sosialisasi kurikulum baru baik di Ambarawa, Semarang dan beberapa kota lainnya, yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Tengah.
Priyo Waspodo (58), seorang guru mata pelajaran sejarah di SMAN 4 Magelang adalah salah satu dari sekian banyak guru yang ikut serta dalam kegiatan sosialisasi kurikulum baru yang diselenggarakan Dinas Pendidikan propinsi Jawa Tengah. Oleh karenanya Priyo merasa janggal ketika Pemerintah Magelang bersama Dinas Pendidikan Kota Magelang dan rekanan pengadaan dari Balai Pustaka mengadakan kegiatan Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang pada tahun anggaran 2003/2004.
Kejanggalan semakin dirasakan ketika Priyo Waspodo mempertanyakan kenapa program Pemerintah Kota Magelang tersebut dirasa bersebrangan/tidak sejalan dengan program Pemerintah Pusat, tetapi bukan jawaban prositif yang Priyo dapatkan, melainkan upaya pembungkaman dengan tidak diberikannya kesempatan lagi untuk Priyo bertanya atau pengajukan pendapat.
Di forum Sosialisasi Pengadaan Buku Ajar tersebut, Priyo Waspodo menolak keras projek pengadaan dengan alasan berpotensi menghamburkan keuangan Kota Magelang secara sia sia karena waktu yang tidak tepat. Bahkan secara tegas Priyo berpendapat bahwa jika projek tetap dijalankan, patut dicurigai terdapat unsur transaksional dalam projek tersebut. Namun, rupanya proyek pengadaan buku tersebut akhirnya tetap dijalankan.
Tidak tanggung-tanggung, dana sebesar 11,8 Milliar dikucurkan melalui APBD untuk pengadaan Buku Ajar tersebut, yang pada akhirnya buku terbitan Balai Pustaka tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar, karena memang kurikulum pendidikannya sudah berubah. Belum lagi ditambah adanya manipulasi data jumlah buku yang diserah terimakan dalam proses pendistribusiannya.
Melihat berbagai penyimpangan tersebut, akhirnya bapak dari 3 orang anak ini bersama LSM Forbes (Forum Bersama) dan dengan menggandeng unsur-unsur masyarakat anti korupsi di Magelang melakukan protes dan perlawanan atas kebijakan Pemerintah Kota Magelang yang jelas-jelas merugikan keuangan negara tersebut. Selain itu, Priyo Waspodo juga melakukan pelaporan terkait dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Buku Ajar pada Dinas Pendidikan Kota Magelang tahun anggaran 2003/2004 kepada kejaksaan.
Upaya perlawanan tersebut tentu saja tidak mudah. Resiko atas profesinya sebagai seorang guru yang menentang kebijakan atasannya tidak membuat Priyo gentar sedikitpun. Meskipun berbagai tekanan dan hambatan datang silih berganti, bahkan berlangsung cukup lama dan melalui proses perjuangan yang panjang, Priyo tetap konsisten mengawal kasus dugaan korupsi tersebut. “Sudah menjadi retorika pemimpin-pemimpin negeri ini bahwa korupsi adalah sebuah kejahatan extra-ordinary, akan tetapi perlakuannya biasa-biasa saja" Ujar Priyo.
Akhirnya kasus tersebut di vonis di meja hijau pada tahun 2010, setelah berakhirnya masa jabatan para pejabat yang tersangkut kasus korupsi pengadaan buku di kota Magelang tersebut. Dengan kata lain penegakkan hukum dapat berjalan cepat ketika pejabat yang tersangkut sudah lengser. Tidak tanggung-tanggung, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang, 2 orang mantan Kepala DPKKD Kota Magelang, mantan Walikota Magelang, mantan Ketua dan beberapa mantan anggota DPRD kota Magelang pada akhirnya harus menjalani hukuman penjara dan mengembalikan uang kerugian negara akibat kasus yang merugikan keuangan negara senilai 4,9M tersebut.
Selain dikenal sebagai guru yang juga penggiat anti korupsi, Priyo Waspodo juga merupakan guru yang menentang keras terhadap praktek-praktet titipan murid pada masa-masa penerimaan siswa baru. Salah satu contohnya adalah ketika Priyo mengajar di SMAN 1 kota Magelang. Pada waktu itu, pada saat penerimaan siswa baru, dia lebih memilih tidak meloloskan anak kandungnya untuk masuk SMAN 1 Magelang karena memang nilai anaknya tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dipersyaratkan untuk bisa masuk SMAN 1 Magelang. Sehingga pada ahkirnya Priyo Waspodo lebih memilih menyekolahkan anaknya di tempat lain.