Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk manusia cerdas yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar mempunyai peran serta fungsi yang sangat penting.
Guru yang dalam filosofi jawa merupakan sanepo (persamaan) dari kata “Digugu dan Ditiru”, mempunyai makna bahwa seorang guru harus dapat dipercaya segala ucapannya, dan ditiru segala tingkah lakunya, sehingga bisa dimaknai seorang guru adalah contoh/teladan bagi orang lain. Jadi, seorang guru adalah seseorang yang bisa menjadi teladan yang dapat dipercaya baik bagi peserta didik, masyarakat maupun lingkungan.
Ki Hajar Dewantara, salah seorang tokoh pendidikan nasional, mempunyai semboyan yang diterapkan dalam sistem pendidikan yang beliau kembangkan dan dikenal sampai sekarang, yaitu : ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan itu menggambarkan peran seorang guru atau pendidik dalam dunia pendidikan. Kumpulan peran yang cukup lengkap, yaitu : menjadi teladan, memberikan semangat, dan memberikan dorongan.
Jauh hari sebelum Basuki Tjahaja Purnama (AHOK) yang terkenal disiplin, tegas dan tidak mau kompromi dengan segala bentuk pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang itu dikenal banyak orang, di kota Magelang sudah ada seorang PNS (GURU) yang sangat disiplin, tegas dan tidak mau kompromi dengan segala bentuk pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang, bahkan tanpa gentar sedikitpun GURU tersebut berani membongkar kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang atasan-atasannyanya.
Ki Hajar Dewantara, dialah salah satu tokoh yang sangat menginspirasi Priyo Waspodo (58), seorang guru di kota Magelang. Dalam kehidupan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, pria kelahiran Jogjakarta 04 Desember 1957 ini senantiasa menerapkan semboyan dari Bapak Pendidikan Nasional tersebut dalam berbagai aktifitas yang dijalaninya. Hal tersebut dia lakukan bukan semata-mata karena profesinya yang sebagai seorang guru, tetapi menurut pria yang akrab dipanggil pak Priyo, guru merupakan panggilan hidup yang ruang pengabdiannya tidak dapat dibatasi oleh tembok-tembok sekolah saja, tetapi juga harus bisa tercermin dalam proses kehidupan di masyarakat sebagai bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut pak Priyo, sebagai sebuah panggilan hidup, guru menjadi hal yang sangat berarti. Dia menjelma menjadi daya gerak hidup dalam segala aspek. Daya gerak ini tidak hanya melingkupi hidup seorang pribadi yang terpanggil menjadi guru, tetapi juga menjadi sumber gerak atau inspirator baik bagi anak-anak yang menjadi peserta didiknya maupun bagi masyarakat luas. Betapa guru ini menjadi sangat berperan dalam pembentukan karakter setiap orang. Dengan kata lain, dengan menjawab panggilan hidup sebagai seorang guru, kita dituntut untuk berani menjadi daya gerak kebaikan bagi diri kita sendiri, anak didik, masyarakat luas dan stake holder.
Hal tersebut bisa dilihat dalam berbagai aktifitas yang ditekuni pak Priyo selain sebagai seorang pendidik. Tercatat dari sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang, ayah dari 3 (tiga) orang anak ini ikut aktif terlibat dalam berbagai kegiatan baik sosial masyarakat, maupun organisasi yang ada di Magelang, diantaranya : Ketua Ranting PGRI SMAN 1 Magelang (1999-2004), Kabid Perencanaan dan Penganggaran Dewan Pendidikan Kota Magelang (2002-2007), Wakil Koordinator LSM Forbes Magelang (2003-2008), Dewan Penasehat Ormas FOSREM Magelang (2005), Kabid Advokasi PGRI Magelang (2005-2010), Pengurus Yayasan Dana Kemanusiaan Dua’fa Magelang (2004-sekarang), Wakil Ketua Komite MTSN Magelang (2010-sekarang), Komite Sekolah MAN Magelang (2004-2009), Komite SMAN 4 Magelang (2013-sekarang), Wakil Ketua Ranting PGRI SMAN 4 Magelang (2011-sekarang), dan masih banyak jabatan dan peran penting lain di berbagai organisasi maupun masyarakat utamanya di kota Magelang.
Sebagai seorang guru mata pelajaran Sejarah, pak Priyo selalu menekankan kepada peserta didiknya untuk giat dan tekun mempelajari sejarah, agar kelak dikemudian hari, mereka bisa menjadi bagian dari generasi penerus bangsa Indonesia yang mampu menorehkan sejarah positif baru dalam berbagai profesi yang kelak mereka tekuni. Penekanan tersebut tidak hanya pak Priyo sampaikan untuk para murid-muridnya, tetapi secara pribadi, prinsip tersebut sudah sejak lama pak Priyo tekankan dalam kehidupan pribadi dan keluarganya. Sebagaimana ungkapan yang disampaikan oleh penyair Chairil Anwar, “Sekali berarti, setelah itu mati” dan syair lagu ciptaan Gesang Martohartono (Sebelum Aku Mati), “Sekali ku hidup, Sekali ku mati, Aku dibesarkan, Dibumi pertiwi, Kan ku persembahkan, Warisan abadi, Selama hidupku, Sebelum aku mati” yang sangat memotifasi dalam kehidupan pak Priyo, beliau ingin agar setiap detik dalam hidupnya bisa menorehkan sejarah positif dan mempunyai arti serta manfaat bagi pribadi, keluarga, masyarakat bahkan bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai bukti dedikasi dan pengabdiannya pada masyarakat umum, dalam berbagai kesempatan dan aktifitas pak Priyo selalu mengedukasi masyarakat tentang bahaya KORUPSI, yang dewasa ini semakin mewabah dan seolah telah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Bahkan masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah menjadi masalah yang luar biasa, pak Priyo menyebutnya sebagai extra ordinary crime, karena telah menjangkit tidak hanya di kalangan pejabat atau penguasa, tetapi telah meluas keseluruh lapisan masyarakat, yang dilakukan secara sistemik dan masif.
Dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi, pak Priyo menuturkan, menurut hasil penelitian (survey) yang dilakukan oleh Transparency Internasional, selama tahun 2003 Indonesia tercatat sebagai negara paling korup nomor enam di dunia dan pada urutan kedua untuk negara-negara Asia. Peringkat Indonesia hanya sedikit lebih baik dibandingkan Banglades, Angola, Azerbaizan, Kamerun, Georgia, Myanmar, Haiti dan Nigeria. Sedangkan untuk tahun 2004 peringkat Indonesia menjadi negara terkorup nomor 5 dari 146 negara di dunia. Hal ini akan membawa bangsa Indonesia pada sebuah kehancuran baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya, jika tidak segera ditangani dengan serius dan dibarengi dengan komitmen bersama untuk MEMERANGI KORUPSI.
Tidak berhenti pada proses edukasi di masyarakat saja, bahkan sebagai bukti komitmennya dalam memerangi korupsi, pak Priyo bersama LSM Forbes Magelang sejak tahun 2003 secara gigih dan berkelanjutan membuktikan kepada publik khususnya masyarakat Magelang dalam hal memerangi Korupsi. Beberapa kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang (kekuasaan) dengan tegas beliau lawan. Diantaranya kasus korupsi Pengadaan Buku Ajar di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Magelang yang dianggarkan melalui dana APBD kota Magelang tahun 2003, yang menyebabkan kerugian negara sebesar 4,9 Miliyar.
Dalam pengungkapan kasus korupsi yang pada akhirnya menyeret beberapa pejabat baik eksekutif maupun legislatif di kota Magelang tersebut tentu saja membutuhkan mental dan keberanian yang kuat dari seorang Priyo Waspodo. Bagaimana tidak, pak Priyo yang pada waktu itu hanya berprofesi sebagai seorang Guru, harus berhadapan langsung mengungkap tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para atasannya. Jelas pada waktu itu pak Priyo diperhadapkan dalam keadaan yang sangat sulit dan mengancam dirinya yang seorang PNS di jajaran Dinas Pendidikan Kota Magelang. Berbagai tekanan dan intimidasi pak Priyo hadapi dengan prinsip memegang teguh kebenaran dan aturan serta hukum pada waktu itu. Hingga pada akhirnya, setelah melalui berbagai tahapan dan proses panjang, berbelit serta sulit, kegigihan pak Priyo dengan didukung rekan-rekannya di Forbes Magelang membuahkan hasil positif.
Tidak tanggung-tangung, beberapa pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi Pengadaan Buku Ajar di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Magelang, diantaranya : mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang, 2 orang mantan Kepala DPKKD Kota Magelang, mantan Walikota Magelang, mantan Ketua dan beberapa mantan anggota DPRD kota Magelang pada akhirnya harus menjalani hukuman penjara dan mengembalikan uang kerugian negara akibat kasus tersebut. Selain itu, sampai saat ini, pak Priyo bersama dengan beberapa organisasi dan LSM lain di Magelang juga masih terus giat mengawal berbagai kebijakan publik di kota Magelang.
Ketegasan pak Priyo dalam menegakkan disiplin dan aturan tidak hanya diterapkan keluar atau kepada orang lain saja, bahkan kepada keluarganya sendiripun beliau sangat tegas dan tidak mau kompromi terhadap segala sesuatu yang melanggar aturan. Salah satu contohnya adalah ketika pak Priyo mengajar di SMAN 1 kota Magelang. Pada waktu itu, pada saat penerimaan siswa baru, pak Priyo lebih memilih tidak meloloskan anak kandungnya untuk masuk SMAN 1 Magelang karena memang nilai anaknya tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dipersyaratkan untuk bisa masuk SMAN 1 Magelang. Sehingga pada ahkirnya pak Priyo lebih memilih menyekolahkan anaknya di tempat lain.
Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya anak seorang Guru selalu mendapat prioritas masuk ke sekolah dimana Guru tersebut mengajar. Tetapi kesempatan tersebut sama sekali tidak pak Priyo gunakan, meskipun sebenarnya bisa saja pak Priyo meloloskan anaknya untuk sekolah di SMAN 1 Magelang. Apalagi banyak siswa lain yang pada waktu itu diterima disekolah tersebut lewat “jalur khusus”, bahkan yang nilai maupun prestasinya jauh dibawah nilai dan prestasi anak pak Priyo.
Melihat komitmen, dedikasi dan integritas yang ditunjukkan pak Priyo selama ini kepada masyarakat Magelang khususnya, sangatlah wajar jika pada akhirnya, banyak pihak baik kelompok masyarakat maupun perseorangan di Magelang berinisiatif mengusulkan dan mengusung pak Priyo Waspodo mendampingi pak Joko Prasetyo untuk maju sebagai calon wakil dan walikota Magelang pada Pilkada serentak tahun 2015 melalui jalur independen. Dukungan dari masyarakat tersebut oleh pak Priyo disikapi sebagai anamah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya.
Priyo Waspodo, yang sampai saat ini masih aktif mengajar sebagai Guru mata pelajaran sejarah di SMAN 4 Magelang merasa ini adalah tanggung jawab besar yang harus beliau emban sebagai langkah lanjut dari berbagai tanggung jawab kecil yang sebelumnya terlah beliau jalankan dengan penuh ketulusan. Pak Priyo sendiri sebelumnya tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang pejabat apalagi selevel Wakil Walikota. Bagi beliau, apapun dan bagaimanapun posisi seseorang sekarang ini dalam berbagai profesi dan panggilan hidup, merupakan tanggung jawab yang harus diemban dengan sebaik-baiknya dan penuh ketulusan.
Beliau mencontohkan, ibarat siswa yang sedang sekolah, keberadaan seseorang, siapa saja dan dari latar belakang apa saja itu merupakan proses pembelajaran hidup yang harus dilewati. Kalaupun pada akhirnya harus naik kelas, tentunya seseorang tersebut haruslah melewati berbagai tahapan dan proses ujian. Menurut pak Priyo, itu adalah proses alami sebuah kehidupan, yang harus dijalani dengan tetap “Eling lan Waspodo”. Eling (ingat) bahwa hidup itu singkat, jadi sebisa mungkin dalam singkatnya hidup itu seseorang harus bisa senantiasa mengupayakan dan mewujudkan berbagai kebaikan baik untuk pribadi bahkan sesama, dan waspodo (waspada) bahwa dalam menjalani hidup yang singkat tersebut tentunya akan banyak sekali berbagai ujian dan cobaan yang bisa saja membawa seseorang pada kehancuran dan nilai hidup yang tidak berkualitas.
Priyo Waspodo yang pada akhirnya bersedia mendampingi Joko Prasetyo untuk maju sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Magelang dalam Pilkada Magelang tahun 2015 melalui jalur independen, merasa bahwa kepercayaan yang diberikan masyarakat Magelang ini sebagai sebuah tantangan baru untuk dia menguji kapasitas pribadinya sebagai seorang yang selalu ingin mengukir sejarah positif dalam hidupnya, dalam lingkup yang lebih luas, yaitu membawa Magelang ke arah yang lebih baik, tentunya dengan tetap memegang teguh semboyan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. “Tentunya dalam hal ini, peran aktif dan positif masyarakat Magelang menjadi kunci utama yang sangat penting untuk mewujudkan Magelang yang lebih baik”, ungkap Priyo Waspodo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H