Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia. KPU merupakan lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (independen).
Tujuan diselenggarakannya Pemilu yaitu untuk memilih dan menentukan Presiden, Gubernur, dan Walikota atau Bupati (eksekutif) serta anggota DPR, DPD, dan DPRD (legislatif).
Penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan oleh KPU harus berdasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Pasal 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu).
Selain itu, KPU juga harus berpegang pada prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif, dan efisien (Pasal 3 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu).
Asas dan prinsip di atas telah dijadikan pedoman bagi komisioner KPU (Nasional, Provinsi, Kota atau Kabupaten) dalam menjalankan tugasnya sebagai panitia penyelenggara Pemilu.
Saat asas dan prinsip tersebut diterapkan, maka berpengaruh baik pada partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Sebaliknya, apabila tidak diterapkan, maka berpengaruh buruk pada tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu.
Jumlah partisipasi masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput) ketika Pemilu mengalami grafik pasang surut. Data golput pada Pemilu 2004 mencapai angka 23,30%, lalu mengalami peningkatan pada pemilu 2009 dan 2014 dengan masing-masing angka mencapai 27,45% dan 30,42%. Penurunan golput terjadi di Pemilu 2019 yang mencapai angka 19,24% dan menjadi catatan yang sangat baik bagi KPU selaku penyelenggara Pemilu.
Namun, catatan baik itu dinodai dengan tertangkapnya komisioner KPU saat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlangsung. Komisioner KPU yang terjaring OTT KPK kini telah merusak marwah KPU sebagai penyelenggara pemilu dan membuat kepercayaan masyarakat berkurang. Padahal, sebentar lagi diselenggarakan Pemilu kepala daerah (Pilkada) serentak 2021.
Melihat kasus yang menimpah komisioner KPU, sulit rasanya bagi masyarakat untuk dapat percaya terhadap KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
Bagaimana tidak, saat penyelenggara Pemilu mudah untuk disuap demi memenangkan salah satu calon atau kandidat (eksekutif dan legislatif), maka untuk apa masyarakat memilih kalau pada akhirnya pemenang pada Pemilu sudah diketahui sebelum hasil keluar.
KPU merupakan lembaga independen yang seharusnya bisa menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, namun melihat fakta yang terjadi saat ini, tidak hanya menimbulkan efek negatif bagi masyarakat.