Mohon tunggu...
Bernadeta Berlian P
Bernadeta Berlian P Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UAJY 2018

just let me gracefully pass this semester

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

"The Lord of The Rings (2003)" dan "Little Women (2019)", Satu Dekade Potret Perempuan dalam Film

15 Desember 2020   10:29 Diperbarui: 15 Desember 2020   10:33 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
olah pribadi, poster film source: imdb.com

The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) dan Little Women (2019) menjadi film yang ditunggu-tunggu pada masanya. Pasalnya, kedua film tersebut merupakan adaptasi dari novel legendaris karya J R R Tolkien (1892 -- 1973) dan Louisa May Alcott (1832 -- 1888) dengan judul yang sama. 

Secara umum, The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) mengangkat petualangan Frodo Baggins untuk menghancurkan the One Ring dalam dunia fantasi Middle-Earth, sedangkan Little Women (2019) menceritakan perjalanan hidup Jo March dan ketiga saudara perempuannya yang masing-masing menjalani hidup dengan caranya sendiri. 

Misrepresentasi Perempuan dalam Film 

Tulisan ini menjelaskan representasi perempuan dalam film The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) dan Little Women (2019) melalui tokoh perempuan di dalamnya, yaitu owyn dan Amy March. Kedua tokoh yang dibahas merupakan tokoh pendukung dalam kedua film pada ruang yang berbeda, yaitu perang dan keluarga. 

Mengingat jarak rilis antara kedua film yang melebihi satu dekade--tepatnya 16 tahun--representasi perempuan dalam film tentu memiliki perbedaan atau bahkan mengalami perubahan.

Perempuan, merupakan pihak yang selama ini mengalami misrepresentasi dalam film. Selama ini, perempuan direpresentasikan sesuai dengan stereotip yang melekat, padahal diskriminasi terhadap perempuan berakar dari stereotip terhadap gender (Puspitasari, 2013).

Film dan Konstruksi Realitas 

Sebagai produk komunikasi massa, film berperan mempengaruhi terbentuknya cara berpikir masyarakat yang kemudian dipahami sebagai sesuatu yang lumrah. Perwujudan perempuan yang ditampilkan dalam film merupakan salah satu cara untuk melanggengkan stereotip yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat (Juditha, 2015).

Representasi dan Stereotip Perempuan 

Representasi merupakan perwakilan realitas melalui proses seleksi dari keseluruhan realitas yang ada (Wibowo, 2019). Sementara gender, dipahami sebagai konstruksi sosial yang membedakan perilaku antara perempuan dan laki-laki (Wibowo, 2019). 

Stereotip gender merupakan praktik representasi yang penuh prasangka dan bersifat subjektif terhadap suatu kelompok masyarakat (Puspitasari, 2013). Prentice & Carranza (2002) menyebutkan stereotip perempuan, yaitu: pengasih, ceria, berperilaku seperti anak-anak, penyayang, tidak menggunakan kata-kata kasar, menenangkan, feminin, lemah lembut, mudah ditipu, menyukai anak-anak, setia, sensitif terhadap orang lain, pemalu, sopan, simpatik, lembut, pengertian, hangat, dan penurut. 

Sedangkan stereotip laki-laki, yaitu berperan sebagai pemimpin, agresif, ambisius, analitis, tegas, atletis, kompetitif, membela keyakinannya sendiri, dominan, kuat, memiliki kemampuan memimpin, mandiri, individualistis, membuat keputusan dengan mudah, maskulin, percaya diri, mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri, berpebribadian kuat, bersedia mengambil sikap, dan bersedia mengambil risiko (Prentice & Carranza, 2002).

Semiotika

Tulisan ini menggunakan metode analisis teks semiotika Roland Barthes untuk mengupas representasi perempuan dalam film The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) dan Little Women (2019) melalui tokoh perempuan di dalamnya, yaitu owyn dan Amy March. 

Analisis semiotika Barthes memungkinkan representasi perempuan diidentifikasi dari analisis teks scene tokoh owyn dan Amy March dalam film, baik melalui simbol-simbol verbal, yaitu bahasa dan tulisan, maupun simbol-simbol nonverbal, seperti gerak anggota tubuh, warna, gambar, dan lainnya yang muncul dalam scene (Wibowo, 2019).

Representasi Perempuan dalam "The Lord of The Rings (2003)" dan "Little Women (2019)"

cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
Scene pertama Eowyn pada film The Lord of the Rings: The Return of the King (2003), Eowyn memberikan cawan sebagai bentuk persembahan pada raja setelah memenangkan salah satu pertempuran. Posisi Eowyn berada di bawah, menunduk, dan memberikan cawan dengan kedua tangan, menandakan kesopanan dan kepatuhan pada raja.

cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
Scene selanjutnya menampilkan interaksi Eowyn dengan salah satu tokoh utama. Interaksi mereka dimulai ketika mereka menyiapkan kuda untuk pergi, tokoh utama menduga Eowyn akan ikut pergi karena menyiapkan kuda, tetapi Eowyn menjawab:

"Just to the encampment. It's tradition for the women of the court to farewell the men." yang berarti, "Hanya hingga perkemahan. Merupakan tradisi bagi kaum hawa balairung untuk berucap selamat jalan kepada kaum pria."

Simbol penting yang muncul dalam scene ini, yaitu ketika tokoh utama menemukan pisau yang dibawa Eowyn pada pelananya. Eowyn dengan terburu-buru menutup pisau tersebut dan menatap tokoh utama dengan ekspresi terkejut. 

Pisau, dalam film ini, erat dengan peperangan. Pisau dapat digunakan untuk melakukan kekerasan dan menyakiti seseorang. Pisau melambangkan sifat agresif dan perlawanan. Namun, pisau yang dibawa Eowyn disembunyikan oleh dirinya, seolah Eowyn enggan menunjukkan sifat-sifat tersebut.

cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
cuplikan adegan film Lord of The Rings (2003)/tangkapan layar
Pada scene peperangan, film ini menampilkan Eowyn sebagai sosok yang pemberani. Eowyn membuktikan dirinya sebagai perempuan di tengah perang dan membunuh dalah satu tokoh. Eowyn dengan yakin membuka helm perangnya dan mengatakan dengan lantang, 

"I am no man!" yang berarti, "Aku bukanlah pria."

cuplikan adegan film Little Women (2019)/tangkapan layar
cuplikan adegan film Little Women (2019)/tangkapan layar
Sementara dalam film Little Women (2019), scene Amy March yang pertama menunjukkan sikap Amy yang memiliki keinginan sendiri dalam hidupnya. Amy dituntut menjadi seorang perempuan yang penurut di bawah perawatan bibinya. Namun, sikap Amy menunjukkan sebaliknya, dengan percakapan:

"Yes, and until I've completed all of my painting lessons, of course." yang diterjemahkan, "Ya, sampai aku menyelesaikan pelajaran melukisku"

Amy mengganti pernyataan bibinya yang melarangnya pulang sebelum Amy bertunangan. Eskpresi Amy tampak cemberut mendengar perkataan bibinya. 

cuplikan film Little Women (2019)/tangkapan layar
cuplikan film Little Women (2019)/tangkapan layar
Amy March, dalam scene kilas balik, ditunjukkan sebagai tokoh yang kekanak-kanakan. Amy yang mengenakan pakaian bersayap, merengek dan melempar tokoh lainnya menggunakan sepatu karena keinginannya tidak dikabulkan. Tokoh lainnya menanggapi rengekan Amy dengan tertawa kecil, dan meninggalkannya. 

Rengekan dan tanggapan pada scene di atas menunjukkan sifat yang sering menjadi stereotip perempuan. Sifat kenakak-kanakan yang ditunjukkan oleh Amy juga diremehkan oleh tokoh lain dalam film. Kedua tokoh tersebut menganggap rengekan Amy  bukan masalah yang serius. 

cuplikan film Little Women (2019)/tangkapan layar
cuplikan film Little Women (2019)/tangkapan layar
Amy dalam Little Women (2019) ini digambarkan sebagai perempuan yang memahami keinginannya sendiri. Scene di atas menunjukkan penampilan Amy yang berdiskusi dengan tokoh lain mengenai keinginan dan pendapatnya mengenai pernikahan. Amy mengatakan, 

"I want to be great, or nothing." yang diterjemahkan, "Aku ingin sukses, atau tidak sama sekali."

"I've always known that I would marry rich. Why should I be ashamed of that?" yang diterjemahkan, "Aku memang ingin menikahi orang kaya. Kenapa aku harus malu?"

"Well, I believe we have some power over who we love, it isn't something that just happens to a person." yang diterjemahkan, "Menurutku kita bisa memilih orang yang kita cintai." 

Amy menunjukkan sikap yang lebih dewasa dan dapat mengontrol emosi, daripada sikap yang ditunjukkan pada scene kilas balik. Little Women (2019) menceritakan tokoh Amy dalam dinamika kedewasaan seorang perempuan. 

The Lord of the Rings: The Return of the King (2005) dan Little Women (2019) merepresentasikan perempuan, melalui tokohnya yaitu Eowyn dan Amy March dengan penggambaran karakter yang seimbang. 

Poin penting dari tulisan ini, kedua film berhasil menangkap dan merepresentasikan perempuan dengan seimbang. Perempuan ditunjukkan memiliki karakter-karakter unik dan keunggulannya masing-masing, terlepas dari sikap-sikapnya dalam stereotip dan spektrum gender yang selama ini tumbuh dalam masyarakat. 

Satu dekade potret perempuan dalam film tidak semerta-merta menunjukkan perubahan, ke suatu arah. Justru, perbedaan dan jarak waktu mengungkapkan perbedaan representasi perempuan dari film yang satu, dengan film yang lainnya.

Daftar Pustaka

Juditha, C. (2015). Gender dan Seksualitas dalam Konstruksi Media Massa. Jurnal Simbolka: Research and Learning in Communication Study, 1(1), 6--14.

Prentice, D. A., & Carranza, E. (2002). What Women and Men Should Be, Shouldn't Be, and Don't Have to Be: The Contents of Prescriptive Gender Stereotypes. Psychology of Women Quarterly, 26, 269--281.

Puspitasari, F. (2013). Representasi Stereotipe Perempuan dalam Film Brave. Jurnal E-Komunikasi, 1(2), 24.

Wibowo, G. (2019). Representasi Perempuan dalam Film Siti. NYIMAK Jounal of Communication, 3(1), 1-96.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun