Mohon tunggu...
Bernadeta Berlian P
Bernadeta Berlian P Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UAJY 2018

just let me gracefully pass this semester

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengenal Yellow Jurnalism, Surat Kabar yang Seringkali Melewati Batas Kepatutan

25 Oktober 2020   16:00 Diperbarui: 25 Oktober 2020   16:07 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www.standleague.org)

Munculnya Yellow Journalism

Kemunculannya akibat dari bentuk sarkasme terhadap salah satu koran Kota New York yakni New York Journal yang ditulis oleh William Randolph Hearst dan New York World dari Joseph Pulitzer pada tahun 1897 lalu. 

Pada awal common era, Yellow Journalism kehilangan jati dirinya sebagai surat kabar yang terkenal nyeleneh, misalnya seperti pemberitaan yang diangkat bukan merupakan fakta namun hanya sekedar opini yang tujuannya sekedar mencari sensasi atau menyebarkan informasi bohong yang berisi ejekan tanpa pesan di dalamnya.

Yellow Journalism sebenarnya lahir sebagai bentuk identitas surat kabar yang berkembang di Amerika, Boston, Chicago, Denver, San Fransisco dan di daerah lain. W. Joseph Campbell dalam bukunya yang berjudul Yellow Journalism: Puncturing the Myths, Defining the Legacies menjelaskan bahwa Yellow Journalism pada akhir abad ke-19 memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Penjelasan berbagai topik seperti berita politik, perang, olahraga, kejahatan dan kemasyarakatan diletakkan pada halaman depan surat kabar.
  2. Penggunaan ilustrasi yang terlalu ramai, sketsa-sketsa yang imajinatif, juga penambahan foto-foto sampai dengan memanjakan pembacanya dengan pemberian peta lokasi.
  3. Penataan tata letak artikel yang berbeda dari surat kabar pada umumnya dan penataan ilustrasi yang terlalu mendominasi halaman depan surat kabar.
  4. Judul yang terbentang pada halaman depan surat kabar biasanya berderet
  5. Sumber yang disertakan dalam berita biasanya dibuat anonim atau “disembunyikan”, terutama apabila berita berasal dari wartawan yang terkemuka.
  6. Topik yang diangkat tidak terlalu mempertimbangkan isi atau pesan yang ada dalam berita, terutama dalam penyelidikan kegiatan monopoli dan korupsi yang dilakukan oleh negara (Campbell, 2001).

New York Morning Journal merupakan Yellow Journalism 

(sumber: www.standleague.org)
(sumber: www.standleague.org)

Karakteristik Yellow Journalism yang sudah dijelaskan di atas menjelaskan mengapa New York Journal memiliki tampilan halaman depan seperti pada gambar. 

Halaman depan surat kabar yang tertulis “Destruction of The War Ship Maine was The Work of an Enemy” menjadi headline dalam New York Journalism. Hal ini membuktikan bahwa New York Journalism mengangkat kekerasan, kejahatan, rumor revolusi sebagai topik utama yang dapat menarik pembaca.

Selain headline dengan ukuran tulisan yang besar, pada halaman depan juga berderet judul-judul berita yang lain. Yellow Journalism biasa mengangkat sensasi yang ditampilkan pada halaman depan agar langsung terlihat, kemudian pada isi beritanya pesan tidak tersampaikan dengan baik karena berita yang ditulis adalah berita bohong yang sengaja dibuat “kosong” tidak mengandung pesan apapun (Scandling, 2018). 

Yellow Journalism di Era Digital

Era digital menghadirkan kemudahan dalam hal penyebaran informasi di segala bidang seperti teknologi yang menjadi pendukung era digital, bidang politik, bidang ekonomi, dan bidang sosial. Media massa yang dulunya berbentuk cetak, saat ini sudah beralih ke menjadi jurnalisme online yang mana diproduksi melalui World Wide Web untuk kemudian didistribusikan ke khalayak. 

Salah satu hasil dari era digital adalah hadirnya website yang digunakan oleh perusahaan media massa untuk menyebarkan berita. Perusahaan media akan mendesain sedemikian menarik agar khalayak terpikat untuk membaca. Perlu diperhatikan bahwa dalam pemberitaan yang diterbitkan oleh perusahaan media salah satunya terdapat jenis Yellow Journalism atau Jurnalisme Kuning.

Berita yang ditampilkan pada Yellow Journalism bertujuan untuk membuat konsumen tertarik dengan topik nyeleneh yang berkaitan dengan kekerasan, seks, isu politik dan topik lain yang tidak biasa. Pemilihan judul untuk diletakkan pada headline berita biasanya panjang dan sedikit menyiratkan isi berita atau bisa berupa clickbait. 

Logika Pembaca dalam Memahami Isi Berita Yellow Journalism

Arti kata logika sendiri merupakan sebuah penalaran untuk mendukung argumen. Logika bukan menjadi satu-satunya cara untuk memutuskan sebuah keputusan, namun dengan menggunakan logika maka seseorang mampu membedakan mana yang benar dan salah (Copi, Cohen, & McMahon, 2014). Begitu pula seseorang dalam memahami isi sebuah berita, dalam hal ini yang menjadi topik yakni logika seorang pembaca dalam memahami isi berita dari Yellow Journalism.

(sumber: takaitu.id)
(sumber: takaitu.id)

(sumber: www.hipwee.com)
(sumber: www.hipwee.com)

Memahami dua contoh bentuk Yellow Journalism di media Indonesia, mungkin akan menimbulkan bermacam persepsi di benak pembaca. Latar belakang pembaca juga mempengaruhi seperti apa topik-topik berita di atas dipahami. 

Konsumen berita yang multitasking dan logika multimedia yang lekat pada kompetensi budaya para pembaca yang mengutamakan kebahagiaan dalam mengkonsumsi berita yang ditawarkan oleh media menjadikan logika multimedia yang ada dalam diri seseorang jarang digunakan. Padahal wartawan Yellow Journalism dalam mengunggah beritanya tidak memperdulikan kode etik jurnalistik yang ada, yang artinya adalah tidak ada penyaringan sebelumnya. 

Pentingnya menggunakan logika berpikir dalam memahami isi berita Yellow Journalism karena logika berperan sebagai penopang pencapaian pemahaman pada sebuah isi berita yang dibaca. Apabila pembaca Yellow Journalim menggunakan logika berpikirnya dengan benar, maka ia juga bisa menarik kesimpulan yang benar dari pemberitaan Yellow Journalism seperti pada portal berita online Hipwee atau Takaitu.id. 

Perbedaan Yellow Journalism pada Common Era dan pada Digital Era

Bentuk Yellow Journalism pada common era yang berkembang di New York masih lebih banyak mengangkat topik-topik kekerasan, politik atau perang. Latar belakang pemilihan topik tersebut karena pada common era masih ramai terjadi perang antara Amerika Serikat dan Spanyol, sehingga topik-topik yang dipilih adalah topik yang mampu menarik pembaca untuk membaca isi berita.

Sedangkan pada digital era saat ini, topik yang lebih banyak ditampilkan adalah seputar seksualitas, tips dan trik yang out of the box dan juga kriminalitas yang pertama kali muncul pada Harian Pos Kota. 

Judul-judul tak biasa juga diletakkan pada halaman depan agar menarik minat baca khalayak, misalnya judul yang ditulis oleh wartawan Serambinews.com yakni “Istri Umbar Aib Tak Puas Kelamin Suami Terlalu Kecil, Suaminya Marah dan Laporkan Istri ke Polisi”.

(sumber: aceh.tribunnews.com)
(sumber: aceh.tribunnews.com)

Pemilihan foto untuk dipasang pada halaman depan portal berita online Serambinews.com ini juga masih mengandung unsur seksualitas yang dapat menarik minat pembaca untuk sekedar menilik atau membaca isi berita.

Pembaca diharapkan tidak lupa menggunakan logika mereka dalam memahami isi berita Yellow Journalism yang karakteristiknya out of the box agar pemahaman dalam membaca isi berita Yellow Journalism tidak menjadi keliru. 

Lalu, bagaimana dengan Kode Etik Jurnalistik?

Jika berbicara terkait kode etik jurnalistik, wartawan yang menulis berita tersebut memang melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik terkait pemberitaan bohong, fitnah, sadis dan cabul yang memang lekat dengan karakteristik Yellow Journalism. Namun, kembali lagi pada tujuan awal perusahaan media yakni profit. Maka, Yellow Journalism akan dibiarkan terus terjadi dan terus tersebar di portal media online milik mereka dengan tujuan profit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun