Mohon tunggu...
Bea Putri Saraswati
Bea Putri Saraswati Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswi UAJY

we cannot not communicate

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Suka Duka Sigit Nurwiyanto, Kusir Andong selama 29 tahun

12 November 2019   02:37 Diperbarui: 12 November 2019   13:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sigit sedang membagikan pengalaman tak terlupakan | Dok. Hendri

Dua puluh sembilan tahun sudah pekerjaan ini dijalankan Sigit Nurwiyanto (48). Sejak bujang hingga memiliki cucu, Sigit masih setia dengan kereta kudanya. Pekerjaan ini telah menjadi tradisi di keluarga Sigit. Memang tidak mudah dilakukan, melawan berbagai transportasi yang lebih cepat dan terjangkau. Pengalaman demi pengalaman telah dilalui. Semua dilakukan untuk orang tersayang di rumah.

"Kita gak pernah ambil tindakan apa-apa, tiap orang punya rezekinya masing-masing."

 Si gembhul yang sedang hamil 7 bulan | Dok. Bea Putri
 Si gembhul yang sedang hamil 7 bulan | Dok. Bea Putri

Sigit memulai pekerjaannya pada pukul 7 pagi. Hal ini dilakukan agar sampai di pangkalan tepat pukul 8. Bersama kuda kesayangannya si gembhul, Ia menelusuri kota Bantul menuju Malioboro.

Walau si gembhul sedang mengandung 7 bulan, pekerjaan ini tetap dilakukan. Katanya, untuk olahraga si gembhul. Seperti biasa, Sigit memarkirkan andongnya di depan Hamzah Batik. Namun apabila penuh, Sigit mangkal di depan GPIB Marga Mulya.

Pekerjaan ini dilakukan hingga pukul 1 siang. Walau hari itu tak ada penumpang, Ia tetap pulang. "Saya tidak ada kerjaan sampingan, pekerjaan saya hanya ini," ungkap Sigit.

Sudah tarikan ketiga pada hari Sabtu (9/11) | Dok. Bea Putri               
        googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});
Sudah tarikan ketiga pada hari Sabtu (9/11) | Dok. Bea Putri googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});
Sigit bercerita, dirinya pernah merasakan berminggu-minggu tidak ada penumpang. Saat saya tanya kapan itu terjadi, Sigit menjawab pada saat bulan puasa. Namun, kejadian meresahkan itu dibayar saat hari raya Idul Fitri.

Pada hari raya, satu kali tarikan dibanderol harga Rp150.000,00 sampai Rp200.000,00/ satu rute panjang. Untuk rute yang ditawarkan, dari Hamzah Batik menuju Kraton, kemudian ke arah pusatnya Bakpia Pathuk. Setelah itu, menuju Malioboro melalui Pasar Kembang.

Sedangkan pada hari biasa, harga yang diberikan Sigit sebesar Rp100.000,00 hingga Rp150.000,00. Tergantung rute panjang atau pendek yang dipilih penumpang.

Suka Duka menjadi Kusir Andong 

Sejak tahun 2012, andong di kawasan Malioboro lebih diperhatikan oleh Dinas Perhubungan. Sebelum itu, Sigit dan kusir lainnya sempat merasa resah dengan hadirnya andong dari Magelang.

Kini, Dinas Perhubungan telah membuat STNK dan surat ijin mengendarai andong. Serupa dengan STNK dan SIM bagi pengendara motor mainstream. Dengan begitu, hanya Paguyuban Kusir Andong Malioboro sajalah yang boleh mangkal.

Sembari tersenyum, Sigit tak lupa mengatakan bahwa andongnya pernah dinaiki oleh almarhum Kasino Warkop DKI. Dirinya merasa senang pernah mendapat kesempatan emas itu.

Merawat si gembhul  | Dok. Bea Putri
Merawat si gembhul  | Dok. Bea Putri

Duka juga pernah dialami bapak dua anak ini. Ia merasa susah apabila kudanya sakit. "Saya susah mbak kalau gembhul ini sakit. Lebih repot dibanding istri saya," pungkasnya di depan Hamzah Batik (9/11).

Kalau sudah begitu, Sigit langsung membawa gembhul ke tukang pijat kuda. Apabila belum sembuh, Sigit akan mengajak gembhul ke dokter hewan langganannya. Wajar bila Sigit merasa susah ketika gembhul sakit. Gembhul menjadi tulang punggung dari keluarga Sigit.

Selain itu, Sigit hanya memiliki satu ekor kuda. Beberapa bulan yang lalu, anak gembhul yang berumur 7 bulan dijual.

Sigit sedang membagikan pengalaman tak terlupakan | Dok. Hendri
Sigit sedang membagikan pengalaman tak terlupakan | Dok. Hendri

Sigit juga sempat mengungkapkan, pengalaman tak terlupakan selama 29 tahun ini. Tiga tahun berturut-turut, dari tahun 1997 hingga 1999 kuda milik Sigit mati di hari yang sama. Kamis Legi menjadi hari, kuda milik Sigit mati tanpa alasan.

Sejak itu, Sigit meliburkan kerjanya di hari Kamis Legi karena unsur trauma. Namun saat ini, aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Ia merasa semua hanya mindset. "Sekarang saya kalau libur hanya hari senin saja. Sisanya tetap narik, apalagi hari Sabtu-Minggu," jelas Sigit sambil tersenyum.

Selain kuda, Sigit juga merasakan hal yang jauh berbeda setelah Bom Bali I. Sebelum itu, banyak turis mancanegara ingin merasakan sensasi naik andong. Sejak terjadinya Bom Bali I, semuanya berkurang bahkan hilang.

Walau bom terjadi di Bali, namun efeknya sampai ke Jogjakarta. "Dulu tiap hari, selalu ada penumpang mancanegara. Sekarang jarang banget, bahkan hampir tidak ada," ujarnya. Ia mengaku kebanyakan turis mancanegara hanya minta foto di andong saja. Sampai saat ini, tidak ada yang mengerti mengapa efek Bom Bali I masih bertahan.

Kearifan Lokal vs Era Digital 

Sigit yang terlihat antusias saat diwawancarai | Dok. Bea Putri
Sigit yang terlihat antusias saat diwawancarai | Dok. Bea Putri
Ada yang menarik dari perjumpaan saya bersama Sigit. Di era serba cepat saat ini, Ia masih berjuang dengan kearifan lokal Kota Jogjakarta. Melestarikan tradisi yang sudah Ia bawa sejak kecil.

Hadirnya transportasi online tidak membuat Ia goyah dan patah semangat. Mengeluh pasti ada, tapi Ia percaya rezeki orang berbeda-beda. Walaupun Ia tahu, hampir sebagian orang beralih meninggalkan kereta kuda tersebut. Tak terkecuali para wisatawan domestik dan mancanegara.

Sigit mengaku memang ada pengaruh dari hadirnya transportasi online khususnya taxi online.  Hal ini sudah dirasakan Sigit dan kusir lainnya sejak tiga tahun belakang. "Biasanya habis tawar menawar terus gak jadi ngandong, mereka akan pesan taxi online. Lebih murah dan lebih cepat juga," tutur Sigit.

Meski demikian, Sigit tak pernah merasa iri. Walaupun hari itu tidak ada penumpang, Sigit akan kembali lagi esok hari. "Kita gak pernah ambil tindakan apa-apa, tiap orang punya rezekinya masing-masing. Semuanya rukun sama-sama cari nafkah," tutupnya sembari memberi makan gembhul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun