Jika kita membawa definisi dari pencucian otak di atas dalam proses eksploitasi isu ini, kita akan bisa mendapati bahwa media sendiri dalam beberapa segi bisa dikategorikan sedang melakukan proses cuci otak.
Proses transfer informasi oleh media massa antara lain:
- Media massa, bisa melalui tulisan atau disampaikan secara lisan oleh presenter, menyampaikan berita yang telah disusun oleh tim editor sebelumnya.
- Penyampaian ini umumnya dilakukan secara searah dari redaktur kepada publik.
- Publik disuguhi berita yang dilaporkan oleh reporter kepada redaktur.
Dalam banyak kasus, pembaca/pemirsa tidak bisa dan tidak diberikan kesempatan untuk melakukan pengujian terhadap validitas serta keterhubungan fakta dengan penyimpulan-penyimpulan yang dilakukan oleh media tentang isu tersebut. Publik digerojok dengan informasi-informasi yang sudah disusun oleh tim redaktur secara satu arah, yang kita juga tidak diberikan informasi apakah tim redaktur tersebut sudah melakukan verifikasi terhadap laporan dari reporter atau tidak.
Hasil dari proses ini, seperti terjadi di banyak daerah, mulai dari kota kecil hingga kota besar seperti Jakarta sekalipun, tidak sedikit masyarakat yang akhirnya memiliki kecurigaan yang tinggi kepada aktivis ormas keagamaan serta melarang anaknya untuk mengikuti kajian keagamaan, bahkan tanpa mengecek dulu secara akurat tentang kajian keagamaan tersebut.
Dari proses ini, bisa dipetakan unsur-unsur antara lain:
- Media sedang menanamkan gagasan dan sistem nilai tertentu kepada publik (dalam kasus ini adalah sistem nilai tentang Pencucian Otak yang dikaitkan dengan Kajian Keagamaan).
- Penanaman gagasan ini berorientasi pada pembentukan sikap tertentu.
- Proses penanaman gagasan ini dilakukan secara searah, tanpa ada ruang pengujian dan kritisisme antara subyek dengan obyek komunikasi tersebut (media dengan masyarakat). Pendek kata, proses ini identik dengan proses indoktrinasi itu sendiri.
Beberapa media ada yang menggunakan mekanisme dialog interaktif dengan pemirsa untuk menjembatani dan mendengarkan pendapat publik. Ini bisa dibaca sebagai upaya membuka ruang kritisisme dan menghindari penanaman informasi secara satu arah saja. Prinsipnya, bagi media yang menggunakan mekanisme transfer informasi yang semacam ini, serta disertai analisis ilmu pengetahuan terkait, bisa dikatakan tidak sepenuhnya bersifat pencucian otak.
Meskipun terhadap media yang seperti ini juga masih menyisakan pertanyaan tentang: Seberapa perbandingan jumlah pemirsa yang berkesempatan untuk berpendapat dengan jumlah pemirsa yang menjadi obyek pasif media tersebut secara satu arah saja? Apakah selama ini dialog interaktif tersebut menggunakan analisis pengetahuan terkait?
Hikmah
Dari seluruh paparan di atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik:
- Substansi dari pencucian otak BUKAN PADA ISI INFORMASI, melainkan pada MEKANISME YANG DIGUNAKAN DALAM TRANSFER INFORMASINYA, yakni bersifat doktrin dan satu arah, tanpa ada ruang untuk kritisisme dan pengujian pengetahuan.
- Tidak semua kajian keagamaan bersifat pencucian otak. Untuk mengenalinya sangat mudah sekali, yakni kajian tersebut menggunakan mekanisme analisis pengetahuan ilmiah atau menggunakan sistem indoktrinasi yang tidak membuka ruang evaluasi.
- Proses eksploitasi media tentang isu pencucian otak yang dihubungkan dengan kajian keagamaan, dalam beberapa hal bisa identik dengan proses pencucian otak itu sendiri.
Bagi seluruh lapisan masyarakat, ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari sini, yakni:
- Bagi aktivis organisasi keagamaan, mulailah melakukan evaluasi dan introspeksi. Apakah kajian keagamaan anda menggunakan mekanisme transfer yang mendasarkan pada pengetahuan yang teruji, atau mendasarkan pada mekanisme indoktrinasi semata?
- Jika sudah menggunakan mekanisme yang membuka ruang evaluasi seperti proses pendidikan, maka tidak perlu ragu apalagi takut untuk mengembangkan dakwah. Karena itu berarti anda tidak sedang melakukan pencucian otak, melainkan melakukan proses edukasi/pendidikan kepada masyarakat.
- Bagi orang tua dan pelajar, mulailah selektif terhadap informasi dari berbagai sumber. Lakukan cross check dan analisa validitas dan reliabilitas data. Kajian keagamaan bernilai sangat penting, khususnya dalam situasi masyarakat seperti saat ini. Namun pintar-pintarlah memilih kajian keagamaan. Kajian keagamaan yang positif pasti mendorong kepada pembentukan mental dan moral yang maju, modern, berorientasi masa depan, mendorong pada pencapaian cita-cita dan karir, serta menghindarkan pada tindakan-tindakan merusak kepentingan masyarakat luas.
Akhir kata, tulisan ini pastilah masih mengandung kekurangan, baik secara redaksional maupun mungkin dalam susunan epistemologinya. Oleh karenanya, kritik dan saran serta pertanyaan sangat diharapkan, demi menjaga kualitas keilmiahan dari analisis ini.