Mohon tunggu...
BeanZ Hack
BeanZ Hack Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa penuh aspirasi dan inovasi bagi kemajuan bangsa yang sehat dan lurus pada kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ANALISIS TERHADAP ISU PENCUCIAN OTAK DI MEDIA: SEBUAH UPAYA PENJERNIHAN

30 April 2011   17:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh Rh Andriansyah pada 26 April 2011 jam 10:01

Penulis: Andriansyah

Pengantar

Akhir-akhir ini dunia media informasi di nusantara banyak dibanjiri pembahasan-pembahasan seputar Pencucian Otak, khususnya menyusul aksi pemboman yang diduga dilakukan oleh salah satu ormas Islam di Indonesia. ‘Pencucian otak’ tiba-tiba menjadi isu yang jauh lebih panas dan sensitif daripada persoalan aktual ekonomi, pembangunan gedung DPR yang megah, serta isu-isu sosial politik yang selainnya.

Namun, meskipun bernilai sangat efektif dalam mengalihkan isu dan perhatian masyarakat, eksploitasi isu pencucian otak ini bukan tidak membawa efek samping. Bagi masyarakat, khususnya generasi muda, yang memiliki motivasi mulia untuk menambah wawasan agama menjadi merasa khawatir dan was-was terhadap setiap bentuk kajian keagamaan, karena takut diopinikan pencucian otak. Orang tua yang anaknya ingin aktif dalam organisasi sosial keagamaan, menjadi phobia terhadap organisas-organisasi yang semacam ini. Bahkan sesama pelajar, mahasiswa dan anggota masyarakat bisa saling curiga, menjadikan bahan pergunjingan, hingga SALING FITNAH dan serang satu sama lain menggunakan isu pencucian otak kepada pihak-pihak yang tidak mereka sukai.

Situasi ini jika dibiarkan berkelanjutan tanpa ada upaya penjernihan masalah akan bisa menciptakan keresahan sosial dan bahkan konflik-konflik antar anggota masyarakat yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Pihak yang paling dirugikan dari eksploitasi terhadap isu ini adalah mereka-mereka yang aktif dalam ormas keagamaan di masyarakat. Motivasi untuk memperbaiki moral remaja yang semakin hari semakin rusak akan bisa mengkerut karena seakan-akan diposisikan sebagai musuh bersama, khususnya oleh mereka-mereka yang kurang cerdas dalam membaca dan menganalisis isu pencucian otak ini.

Tulisan ini sekedar berusaha untuk membantu menjernihkan konsep pencucian otak serta menghubungkannya terhadap fakta-fakta riil yang berkaitan, khususnya yakni kajian-kajian keagamaan (sebagai obyek yang terstigmatisasi dengan julukan ‘pencucian otak’) serta sosialisasi media-media informasi (sebagai subyek yang membangun stigma tersebut). Beberapa data terkait dalam tulisan ini didapatkan dari sumber-sumber yang mudah diverifikasi oleh pembaca.

Harapannya dengan tulisan ini masyarakat bisa melakukan analisis dan introspeksi kembali kepada wacana-wacana yang berkembang di masyarakat hari ini. Dengan demikian bisa menjadi salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Menghindarkan masyarakat yang seperti buih di tengah lautan, mudah terseret arus opini publik meski tak tahu kemana arah tujuannya.

Definisi ‘Cuci Otak’

Pencucian otak, atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai brainwash, didefinisikan sebagai indoctrinate systemically and so completely as to effect a radical transformation of attitudes and beliefs[1] (melakukan doktrin secara sistematis dan menyeluruh dalam rangka melakukan perubahan yang radikal dalam sikap dan keyakinan). Dalam Wikipedia, Cuci Otak didefinisikan sebagai sebuah upaya rekayasa pembentukan ulang tata berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu menjadi sebuah tata nilai baru, praktik ini biasanya merupakan hasil dari tindakanindoktrinasi, dalampsikopolitikdiperkenalkan dengan bantuan penggunaan obat-obatan dan sebagainya.[2]

Sedangkan indoktrinasi sendiri memiliki pengertian yakni cause to accept a set of beliefs uncritically through repeated instruction.[3] Wikipedia mendefinisikan indoktrinasi sebagai sebuah proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkangagasan,sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu. Praktik ini seringkali dibedakan daripendidikankarena dalam tindakan ini, orang yang diindoktrinasi diharapkan untuk tidak mempertanyakan atausecara kritis mengujidoktrinyang telah mereka pelajari. Instruksi berdasarkan prinsip-prinsipilmu pengetahuan, khususnya, tak dapat disebut indoktrinasi karena prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan menuntut evaluasi diri yang kritis dan sikap bertanya yang skeptis terhadap pikiran sendiri.[4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun