Hujan. Musim kemarau nyatanya tak konsisten seperti dahulu. Lihat saja akibat perubahan iklim yang membabi buta, kini bulan Juli yang harusnya musim kemarau masih saja sering di sambangi hujan.Â
Masih pagi, hujan dan kopi. Ahh lengkap sudah kemalasan pagi ini. Tapi dering telpon cukup menggangu. Sebuah panggilan dari kawan tentang rencana hari ini. Ku jawab sesingkat mungkin saja karena aku sedang malas bicara.
Dari jendela ruang tamu kembali ku lihat hujan yang masih mengguyur. Aku senang dia datang di hari minggu seperti ini. Hal itu membuatku terperangkap dalam rumah.Â
Membayangkan brownis hangat dengan segelas kopi lalu novel baru yang sebulan lalu belum sempat kubaca. Rasanya itu ide yang baik apalagi bila di dukung hujan seharian. Tapi teringat hari apa ini, aku kembali berharap hujan segera reda dan terang. Aku harus datang dan menuntaskan segalanya. Ini hari yang aku tunggu, mana mungkin mau aku lewatkan begitu saja.
Apa aku baik-baik saja?
Pertanyaan yang tiba-tiba muncul. Bagaimana tidak? Orang yang sangat aku damba, akan memulai kehidupan yang baru hari ini.Â
Apa aku harus bersedih? Tapi sedih untuk apa? Tak bisa jadi orang yang bersanding dengannya? Atau untuk perasaan yang masih hidup? Tidak! Aku tak merasakan perih lagi.Â
Lalu apakah sekarang aku harus bahagia? Untuk dia yang akhirnya menemukan tambatan hati? Untuk aku yang akhirnya tak berharap lagi? Untuk apa bahagia?. Aku tak merasakan kebahagian itu pula.
Hujan mulai membubarkan dirinya. Sudah pukul 10.00 WIB. Sepertinya Tuhan berkehendak aku pergi. Bukan tinggal di rumah begini. Ku lihat setelan kebaya yang sudah siap. Bersiaplah aku di depan cermin. Segala macam make up yang tak biasa aku jamah kini sudah memenuhi wajahku.Â
Tak lupa rambutku sudah tertata sangat rapi berkat sering melihat tutorial menggelung rambut panjang. Aku hanya perlu memoles lipstik merah maroon kesukaan di bibir saja. Dan tadaaa... perempuan dalam cermin itu bukan aku. Tapi ada sedikit kebanggaan diri setelah melihat hasil karya sendiri yang memuaskan hati.
Kuambil tas dan sepatu yang juga sudah siap dalam satu tempat. Tak butuh waktu lama aku sudah bersiap pergi. Sambil menunggu teman yang akan memputku aku melihat dari balik jendela hujan sudah benar-benar pergi. Diganti cahaya terik baskara yang tak panas, malah bisa dibilang menambah cerah suasana siang ini. Ahh sepertinya ini pertanda baik dari Tuhan lagi. Sepertinya aku tahu, aku harus senang hari ini.