Mohon tunggu...
Gita Pratiwi
Gita Pratiwi Mohon Tunggu... -

bahagia dan membahagiakan.\r\nmirip pegadaian lah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan (1)

5 Mei 2011   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Andra, ayo kita pulang." ujarku, dia melirik menghentikan obrolannya yang tengah seru.

"Sebentar donk, hujannya juga belum reda." kata Andra dengan raut muka sebal.

"Tapi ini udah malem." tukasku. Andra melanjutkan obrolannya sambil tertawa puas. Aku memutuskan untuk pulang dari salah satu warung kopi di Ciumbeuleuit ini. Dengan jaket tebal milik Andra yang kupinjam tapi tak pernah kukembalikan, aku menerobos hujan.

Turunan jalan Dago berlangsung lancar, memasuki Pasopati pikiranku agak kacau, teringat Andra yang membiarkanku seperti ini. Tak ada pelukan atau sedikit kepedulian untukku merasa tenang. Di jalan Surapati, hujan sudah agak reda, namun banjir menggenangi mesin motor, celakanya ban motorku pecah. Sambil kedinginan aku memutarkan pandangan, coba ingin menemukan tempat tambal ban. Nihil!

Aku menggiring motorku menabraki aliran banjir, terdamparlah aku di teras Circle K, sebuah minimarket kapitalis. Diam aku memandangi hujan, dan motor malangku yang bannya pecah. Hingga seseorang keluar dari dalam minimarket dan mendapatiku duduk dalam keadaan basah kuyup.

Tangannya mengulur dengan menggenggam secangkir teh manis bermerek CK. Aku melirik ke atasnya yang sedang berdiri merunduk. Tak ada bedanya dengan saat pertama ku melihatnya, wajah sendu yang tersamar rambut panjang yang lurus.

Ragu tapi ingin, aku meraih gelas itu, sambil menatapnya yang duduk di dekatku. "Be," katanya menyebut namaku, "kosan saudara saya ada dekat sini. Kita titip aja yu motornya, siang nanti kita tambal. Sekarang, kamu saya antar pulang."

Sepuluh menit kemudian, aku ada di dalam angkot, bukan taxi atau mobil pribadi. Tubuhku yang agak mengigil diselimuti sweater tebal bergambar band metal miliknya. Duduk berhadapan dengannya, kemudian dia ikat rambut panjangnya ke belakang, menatapi wajahnya yang sendu. Semuanya membuatku merasa lebih baik. Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum memamerkan gigi di balik pipi bulatnya.

"Be, novel kamu bagus." ujarnya.

"Kamu baca?" ditanya begitu dia merogoh tas besar yang juga beremblem nama band metal.

"Hampir empat kali saya baca, saya suka tokoh Ra. Cewek postmodern yang cinta lingkungan, dan tak pernah mengeluh, eh? Tapi kenapa kamu ciptakan Fahmi? Ra yang tangguh itu kalah sama Fahmi? Ah, aku menyesal sekali waktu tahu dia lemah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun