Mohon tunggu...
Gita Pratiwi
Gita Pratiwi Mohon Tunggu... -

bahagia dan membahagiakan.\r\nmirip pegadaian lah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan (1)

5 Mei 2011   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edit

1. Hujan

by BeGita Pratiwi on Thursday, March 17, 2011 at 8:53am

Sudah delapan puluh satu kali aku menengok handphone-ku. Tak ada pesan atau panggilan masuk, hanya gambarku yang sedang ngupil sambil jongkok terpapar di halaman menu. Tik. .tok. .tik. .tok. . Kubuka lagi halaman 121 buku "Into the Wild", novel kisah nyata favoritku.

Aku sedang menunggu Hujan datang. Hujan yang kunanti bukanlah tumpahan air dari langit, namun dia adalah sahabatku. Tentu saja nama aslinya bukan itu, aku tak pernah ingin tahu asal-usulnya, tapi kami berteman baik cukup lama.

Andra temannya kakak tetangga adik kakekku, yang satu kampus denganku pernah mengenalkan Hujan padaku. Kali itu, pada sebuah konser musik tradisi Sunda yang berisik, aku sulit mendengar dengan baik nama yang ia sebut di saat bersalaman. Dalam keadaan gelapnya ruang konser indoor, aku mendapati wajahnya diterangi lampu-lampu sorot panggung.

Dia memainkan karindingnya sekali lagi di atas pentas, berkali-kali kucoba perhatikan wajahnya dengan saksama, namun yang kulihat lagi-lagi tatapan sendu yang tersamar rambut panjangnya. Aku tak menghiraukan lagi keadaannya setelah aku dan Andra meninggalkan gedung tempat dihelatkannya konser.

Aku dan Andra terlibat asmara yang terlalu dipaksakan, menurut cara-cara berpacaran ala orang normal. Sejak kami berkata saling suka, sejak itu kami jadi jauh. Padahal sebelumnya, kami selalu melahap sepi dengan banyak bicara. Berbagi kisah yang indah-indah, bertukar puisi bersambung, dan pergi ke tempat-tempat yang kami suka. Pasar malam salah satunya, tapi kami selalu pisah di tempat jalan-jalan kami, sebab kami sibuk dengan teman bawaan kami masing-masing. Barulah pada waktunya makan, kami akan berkumpul lagi, Andra selalu membawa bekal nasi di tas ranselnya yang padat akan buku.

Kami nyaris tak berinteraksi untuk dua minggu ini, itu sudah biasa, aku tak pernah menunggunya karena dia tidak kemana-mana. Sesekali dia mengajakku minum kopi atau susu murni bersama, tapi dengan teman-temannya yang ajaib. Di warung kopi, kami pun membunuh sepi dengan diskusi, tentang hidup, dan milyaran kata-kata tentang hidup.

Suatu hari, hujan besar menjebak aku, Andra, dan kerumunan penikmat warung kopi sehingga aku mengurungkan niat untuk pulang ke rumah. Andra makin senang, ia memang sangat senang terjebak di tempat ini, dan menikmati kopi lebih lama.

Memandangi hujan membuatku jemu, aku ingin pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun