Mohon tunggu...
Benny Dwika Leonanda
Benny Dwika Leonanda Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas Padang

Insinyur STRI No.2.09.17.1.2.00000338 Associate Professor at Andalas University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Cara Saya Belajar?

2 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 2 Mei 2024   12:18 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bodoh, paling kurang hal tersebut yang bisa saya simpulkan. Bagaimanapun kemampuan mengingat otak saya sangat lemah dibandingkan dengan orang lain. Pada kebanyakan orang. ketika mereka mendengar alunan lagu baru di televisi, radio, atau di pentas terbuka, keesokan harinya mereka sudah bisa mengalunkan lagu yang sama. Tanpa cacat, lengpap  dengan syair, dan irama lagu. Tinggal memahirkan nada-nada agar sama dengan penyanyi aslinya. Bagaimanapun mengalunkan sebuah lagu butuh Latihan sehingga enak dan merdu didengar.

Orang mungkin lebih mudah mengingat nama orang, nama tempat, atau peta jalan di perkotaan. Sehingga mereka tidak tersesat ketika melewati jalan untuk kedua kalinya ditengah keruwetnya jalan-jalan di perkotaan atau sebuah kompleks perumahaan. Orang akan sulit mengindentifikasi berbagai sudut jalan, atau tanda-tanda jalan yang semua hampir mirip, dan dibutuhkan perhatian lebih untuk mengenal sebuah lokasi dan mengingatnya tanpa melupakan.

Saya tidak tahu kelemahan tersebut sudah dibawa sejak lahir, atau memang keadaannya demikian. Apalagi ketika umur enam tahun kepala saya ketimpa tonggak bendera yang jatuh, rebah, kepala saya luka, berdarah, dan harus dijahit tujuh buah. Setelah istirahat satu hari, hari berikutnya saya sudah bermain seperti biasa. Kemampuan lemah mengingat tersebut, sudah dianggap menjadi bagian kehidupan sehari hari saya.

Belajar adalah sesuatu yang tersulit bagi saya. Untuk bisa membaca dan mengingat sesuatu, apakah itu huruf atau gambar sangat rendah. Saya baru bisa membaca terbata-bata ketika di kelas 4 Sekolah Dasar. Berbeda dengan teman-teman sekelas lain, dalam waktu tiga atau enam bulan pertama di kelas 1 SD, mereka sudah bisa membaca.

Tidak ada yang Istimewa saat itu, hanya saja di kota tempat tinggal saya dulu taman bacaan umum sangat banyak, dan orang-orang  di kota saya meminjam buku dan membayar sewanya untuk sekali baca. Kebetulan orang tua saya juga hobi membaca, di sela-sela kesibukan mereka bekerja sehari-hari, mereka menyempatkan diri membaca buku. 

Mereka menyewa buku, dan sayapun ingin ikut membaca. Oleh  karena ingin tahu dan tertarik dengan gambar-gambar di atas kertas dilihat oleh orang-orang pada buku tersebut saya ikut pula membaca. Saya nikmati buku-buku tersebut ketika selesai menamatkan bacaanya (Walaupun pada awalnya melihat urutan-urutan gambar), akhirnya saya bisa membaca. 

Ada rasa kepuasan ketika selesai menamatkan membaca sebuah buku. Seolah-olah beban-beban pikiran yang terbawa lepas oleh alur cerita di dalam buku, berakhir tanpa beban pikiran. Sudah itu lupakan.

Di sekolah saya paling sering bertanya di dalam kelas. Saya sering menyela Guru sebelum mereka selesai menjelaskan sebuah pelajaran. Sehingga saya paling dikenal tukang sela orang berbicara di dalam kelas. Terutama hal-hal yang disampaikan oleh guru Ketika belajar bersama. 

Ada nama khusus, untuk saya oleh rekan-rekan sekelas, separo mengejek mereka gunakan untuk menyapa nama saya dalam perguaulan sehari-hari. Hal tersebut karena suka menyela guru memberikan pelajaran di dalam kelas. Bagi saya hal tersebut tidak masalah, karena suka bertanya .

Bagaimanapun, apa yang diajarkan dan dijelaskan oleh guru, tidak satupun yang saya mengerti, dan tidak mudah menangkap apa saja  yang dimaksudkan disetiap materi pelajaran yang disampaikan guru. Namun guru sangat suka dengan saya, dia menjelaskan tanpa kesal. Bagaimanapun kelasnya menjadi lebih hidup, dinamis, dan sangat hidup karena ada umpan balik dari siswanya.

Belajar adalah sesuatu yang paling susah bagi saya. Ketika kelas menangah, Pelajaran-pelajaran di kelas lebih menjadi lebih sulit. Untuk Pelajaran sejarah, saya harus mengingat apa yang disampaikan guru ketika di dalam kelas. 

Saya bercerita pada diri sendiri, cerita sejarah. ketika mengayuh sepeda ke sekolah. Sampai di sekolah apa yang saya ceritakan saya lupakan, dan saya ulang kembali keesok harinya ketika berangkat sekolah kembali. 

Habis semester lupakan semua. Sampai tamat sekolah tidak satupaun carita-cerita sejarah saya ingat, baik nama, tempat, lokasi, dan tentu saja tanggal, tahun suatu kejadian dalam sejarah. Padahal hal tersebut penting untuk menjadi pedoman hidup pada masa akan datang.

Pelajaran matematika, fisika, dan kimia menjadi lebih rumit. Bagaimanapun pelajaran tersebut membutuhkan pemikiran, bukan sekedar mengingat, dan menghapal biasa. Di sini saya menemuan kelebihan saya dibandingkan rekan-rekan lain di dalam kelas. Oleh sebab kemampuan mengingat saya lemah, saya lebih suka berpikir. Mengurut segala sesuatunya dari awal sampai akhir, dan menguraikan, dan mencari hubungan antara satu sama lain, dan membuat pendapat sendiri terhadap segala sesuatu apapun juga. Tidak peduli apakah pendapat saya tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada, yang jelas saya telah membuat pernyataan baru, dan bisa saya pertanggungjawabkan dari penyelesaian yang saya buat. Jika hal tersebut sama dengan pernyataan atau pendapat yang lain, maka hal itu dianggap sebagai kebetulan saja.

Kebiasaan saya berubah, saya lebih suka menggunakan papan tulis, menyelesaikan persoalan-persoalan matematika di depan rekan-rekan sekelas, dan menurunkan berbagai persamaan fisika, menulis ulang kesetibangan stokimetri kimia di dalam kelas. Rekan-rekan sekalas menjadi lebih suka kepada saya, karena mereka tidak perlu belajar lagi di rumah, tinggal memperhatikan apa yang saya tulis dan jelaskan di papan tulis mereka sudah ingat semua. Sehingga mereka sukses, dan dapat nilai baik di akhir semester.

Kuliah di Juransan Teknik Mesin merupakan hal tidak mudah dalam hidup saya. Menurunkan berbagai persamaan Mekanika, dan persamaan Fisika lainnya dan hapalan ilmu logam dan Material Teknik bukan hal yang mudah bagi saya. Bagaimanpapun setiap masalah mempunyai bagian yang tersimpan, dan membutuhkan penyerderhanaan untuk menyelesaikannya.

Bagaimanapun di dalam menyelesaikan setiap masalah-masalah dan soal-soal Teknik penuh trik dan tip khusus untuk dapat diselesaikan. Dibutuhkan kecerdikan selain kepintaran dalam kuliah. Setiap mahassiwa harus cerdik, dan tidak hanya pintar dalam menyelsaiakan masalah yang diberikan Dosen. Celakanya hal ini tidak diberitahu oleh Dosen. Pada praktinya setiap mahasiswa harus mencari penyelsaian sendiri, menyeleaikan masalahnya sendiri (sampai saat ini). Sehingga tidak heran untuk mata kuliah tertentu setiap mahasisa harus mengulang berkali-kali sampai enam kali dalam  enam tahun perkuliahan mereka.

Sampai sekarang, di dalam menyelesaikan masalah dalam kuliah, Dosen tidak menyampakai penyelsaiaan apapun. Kecuali Mereka hanya mencotohkan apa yang mereka ajarkan dan diselesaikan di depan kelas untuk masalah-masalah sederhan di depan kelas. 

Untuk selanjutnya setiap mahasiswa semua harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang lebih rumit dan lebih susah di rumah masing-masing. Sehingga pada waktu itu saya membentuk kelompok belajar untuk menyelesaikan setiap soal-soal pekerjaan rumah. Rata-rata kami hanya mampu menyelesaikan satu soal dari tiga soal PR yang harus diselesaikan dalam satu minggu. Sehingga  butuh bantuan rekan lain untuk menyelesaikannya.

Dalam belajar saya harus menyelesaiakan satu masalah berulang-ulang. Saya butuh kertas banyak untuk menulis. Untung saja di dekat kampus terdapat kedai photocopy, mereka punya kertas sisa yang dibuang, dan halaman belakangnya masih bisa ditulis. Saya butuh 10 buah kertas untuk menulis ulang satu soal mekanika, dan mata kuliah lain, Setiap masalah saya tulis ulang 10 kali, setelah kertas-kertas tersebut saya buang.

Dalam belajar, saya tidak hanya melihat, mendengar, dan menulis ulang apa yang saya pelajari. Saya harus mengindentifiaksi satu-satu apa yang telah saya tahu saat itu, dan semua saya susun ulang dalam urutan tertentu, dan setelah itu saya interprestasikan menurut pemikiran saya. 

Saya menafsirkan apapun yang saya pelajari, dan saya memberi pendapat saya sendiri dalam hal ini. Bisa jadi pendapat saya sama dengan rekan lain, atau sama dengan mereka, atau berbeda sama sekali. Jika hal tersebut tidak sama, maka kemungkinan saya yang salah, atau mereka yang salah. Bagi saya hal tersebut sama saya. Saya melewati satu proses berpikir yang telah memberkan kepuasan bagi saya, dan kemudian saya lupakan.

Oleh karena terbiasa berpikir mandiri, dan tidak tergantung kepada keadaan lain, saya menjadi lebih percaya diri. Bagaimanapun saya punya pikiran sendiri. Jika hal tersebut sama dengan orang lain, maka hal itu adalah kebetulan. 

Jika berbeda, maka hal itu kekayaan berpikir saya sendiri. Saya lebih suka memilih yang terbaik, tentu saja pendapat saya sendiri. Jika hal tidak sama dengan apapun, saya lebih suka menahan diri, bersabar dan menunggu bukti bahwa pemikiran saya adalah benar.

oOo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun