Mohon tunggu...
Verrell Axel
Verrell Axel Mohon Tunggu... -

Seorang penulis novel. Tinggal di Bandung. Berumur 12 tahun. Lahir pada tanggal 8 Februari 2003

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Alberd, Professor, dan Mesin Waktu

10 Maret 2015   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu adalah sesuatu yang kadang bersifat positif dan membanggakan, tetapi waktu juga bersifat negatif dan menghancurkan manusia. Waktu memakan umur, besi, baja, pohon, dan segalanya. Waktu yang sudah berlalu biarlah berlalu, karena waktu yang sudah berlalu tidak dapat kita nikmati kembali.
Tetapi tidak dengan professor Erik Endereles Dungeon, dia adalah pencipta mesin waktu. Dapat dikatakan bahwa mesin waktu tidak ada, dan sangat mustahil. Tapi ini adalah tahun dua ribu empat ratus lima puluh dua, segala teknologi ada di sana. Mereka tak pernah lepas dari segala hal yang bersifat teknologi.
Professor Erik tidak begitu terkenal dalam masanya, tetapi dia dapat membuat barang-barang yang begitu menakjubkan, misalnya: alat yang dapat membuat hewan berbicara bahasa manusia, pita perekat yang tidak pernah habis, rokok yang tidak pernah habis, dan yang paling penting adalah, mesin waktu. Biasanya dia selalu terbuka dengan barang-barang ciptaannya, tetapi kali ini, saat mencipktakan mesin waktu, dia selalu merahasiakan itu, dan sampai sekarang pun begitu. Professor sengaja membuat mesin waktu karena dia sudah tua. Apa maksudnya? Dia mempunyai dua anak, anak yang pertama sudah meninggal, anak yang kedua masih hidup, tetapi dia sering mabuk-mabukan, dan dia sering berkeliaran di kehidupan malam. Professor sedih dengan kelakuannya dan ingin anaknya melihat zaman tanpa teknologi.

“Alberd Erek! Di mana kau!” tanya professor sambil berteriak.
“Ada apa!” jawab anaknya, Alberd sambil berteriak.
“Ke marilah, anakku! Kau pasti akan bahagia,” jawab professor.
Akhirnya Alberd datang kepada ayahnya. “Ada apa?” tanya Alberd.
“Kau tidak lihat? Mesin waktu,” kata professor.
“Apa tujuanmu?” tanya Alberd.
“Tirulah kakakmu itu, jangan berkeliaran. Dan aku ingin mengubah cara hidupmu,” jawab professor.
“Alerd Erik? Dia sudah mati!” balas Alberd dengan kasar.
“Masuklah ke mesin waktu ini,” kata professor.
“Tidak akan pernah,” balas Alberd.
“Masuk!” kata professor.
“Tidak!” balas Alberd, memukul ayahnya itu lalu pergi.
“Kapan kau akan berubah?” tanya professor sendirian.

Professor berencana membawa Alberd ke masa lalu secara paksa. Saat Alberd tidur pulas, professor menggendongnya dan membawanya ke mesin waktu itu. Beberapa saat kemudian, Alberd bangun.

“Apa ini! Mesin waktu?” tanya Alberd.
“Benar,” jawab professor.
Lalu Alberd langsung berjalan cepat menuju pintu keluar mesin waktu itu.
“Pintu itu hanya dapat dibuka menggunakan suaraku,” kata professor.
“Untuk kali ini, aku ikut denganmu,” kata Alberd.

Professor tersenyum.

“Kita akan ke mana?” tanya Alberd.
“Indonesia, seribu sembilan ratus tiga puluh,” jawab professor.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di sana. Lalu sang professor dan Alberd keluar dari mesin waktu itu. Dan mereka melihat peperangan telah terjadi.

“Aku baru ingat bahwa Belanda sedang menjajah Indonesia,” kata professor.
“Kau bodoh!” seru Alberd.
“Aku lupa. Peristiwa itu sudah sangat lama sekali,” balas professor.

Dengan tiba-tiba, datanglah tentara Belanda yang menggunakan pistol menuju professor dan Alberd. Lalu tentara itu mengarahkan pistolnya kepada Alberd, dan menembakan pistolnya. Setelah melihat itu, Alberd sangat panik. Dengan tiba-tiba, professor mendorong tubuh Alberd ke tanah dan akhirnya professor mati terkena tembakan dari tentara Belanda karena mencoba menyelamatkan Alberd.

“Ayah ...!” seru Alberd.

Lalu sang tentara Belanda itu mengarahkan pistolnya ke Alberd. Melihat itu, Alberd langsung berlari meninggalkan tempat itu, dan dia menuju ke sebuah rumah kecil yang dekat dari sana.

“Tok… tok… tok.”
Beberapa saat kemudian, wanita muda membukakan pintu itu. “Siapa ya?”
“Aku Alberd, bolehkah aku tinggal di sini untuk sementara?” tanya Alberd tergagap-gapap.
“Tentu saja, silahkan masuk,” jawab wanita muda itu.

Alberd merasakan bahwa wanita itu sungguh baik, dan mungkin seperti itu hidup tanpa teknologi. Alberd merasa malu karena dia sudah tinggal di sana selama dua minggu, dan dia berusaha untuk pergi, tetapi, jika dia pergi dia tidak tahu dia akan ke mana, karena dia tidak tahu sekarang mesin waktu itu di mana.
Dia terus berpikir, dan pada akhirnya dia menetap untuk beberapa hari lagi. Setelah beberapa hari kemudian, Alberd menemui Ibu dari wanita yang mengizinkan Alberd untuk menginap di rumahnya.

“Terima kasih atas segalanya yang Ibu sudah berikan,” kata Alberd.
“Sama-sama,” balas Ibu itu.
“Dan sekarang saya harus pergi dari sini,” kata Alberd.
“Kenapa? Apakah karena rumah ini jelek?” tanya Ibu itu.
“Tidak, rumah ini tidak jelek. Karena aku sudah terlalu lama tinggal di sini, aku terlalu merepotkan,” jawab Alberd.
“Kau sama sekali tidak merepotkan,” kata Ibu itu.
“Kalau begitu, apakah aku masih bisa tinggal di sini beberapa hari lagi?” tanya Alberd.
“Tentu saja,” jawab Ibu itu.

Alberd sudah lama tinggal di rumah itu dan akhirnya dia jatuh hati kepada wanita yang pertama mengizinkan Alberd untuk tinggal di rumah itu. Akhirnya Alberd dan wanita itu menikah. Walaupun tidak dapat kembali ke masanya, dia tetap bahagia. Sikapnya berubah drastis, dan dia menjadi anak yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun