“Tok… tok… tok.”
Beberapa saat kemudian, wanita muda membukakan pintu itu. “Siapa ya?”
“Aku Alberd, bolehkah aku tinggal di sini untuk sementara?” tanya Alberd tergagap-gapap.
“Tentu saja, silahkan masuk,” jawab wanita muda itu.
Alberd merasakan bahwa wanita itu sungguh baik, dan mungkin seperti itu hidup tanpa teknologi. Alberd merasa malu karena dia sudah tinggal di sana selama dua minggu, dan dia berusaha untuk pergi, tetapi, jika dia pergi dia tidak tahu dia akan ke mana, karena dia tidak tahu sekarang mesin waktu itu di mana.
Dia terus berpikir, dan pada akhirnya dia menetap untuk beberapa hari lagi. Setelah beberapa hari kemudian, Alberd menemui Ibu dari wanita yang mengizinkan Alberd untuk menginap di rumahnya.
“Terima kasih atas segalanya yang Ibu sudah berikan,” kata Alberd.
“Sama-sama,” balas Ibu itu.
“Dan sekarang saya harus pergi dari sini,” kata Alberd.
“Kenapa? Apakah karena rumah ini jelek?” tanya Ibu itu.
“Tidak, rumah ini tidak jelek. Karena aku sudah terlalu lama tinggal di sini, aku terlalu merepotkan,” jawab Alberd.
“Kau sama sekali tidak merepotkan,” kata Ibu itu.
“Kalau begitu, apakah aku masih bisa tinggal di sini beberapa hari lagi?” tanya Alberd.
“Tentu saja,” jawab Ibu itu.
Alberd sudah lama tinggal di rumah itu dan akhirnya dia jatuh hati kepada wanita yang pertama mengizinkan Alberd untuk tinggal di rumah itu. Akhirnya Alberd dan wanita itu menikah. Walaupun tidak dapat kembali ke masanya, dia tetap bahagia. Sikapnya berubah drastis, dan dia menjadi anak yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H