Bisa jadi Ia bernama Slamet, tinggal di kampung Dhuwet, dikenal sebagai anak Pak Mangun tukang pijet, ibunya dodol jualan dhawet. Ia mengenakan jarit, sorjan, dan blangkon ala Yogyakarta. Berbahasa jawa, berpola pikir dan bercita rasa jawa, dst. Allah yang menjadi manusia justru menampakkan kelemahan-Nya. Tidak mampu menjadi universal.
Ada pula yang menyatakan bahwa dengan menjadi manusia, membuktikan keserbamaha dan keserbamerdeka-berdaulat-Nya. Justru ketika Allah menjadi manusia, segala segi ke-Allah-an-Nya menjadi terbuka. Dia dapat menjelaskan Allah dengan lebih cetha, jelas, gamblang, dan seratus persen benar. Allah yang menjadi manusia merupakan karunia terbesar bagi dunia sepanjang segala abad. Allah menjadi manusia adalah Allah yang hebat dan dahsyat.
 Apakah Allah mau menjadi benda, tanaman, hewan atau manusia tertentu, suka-suka Dialah. Manusia tidak berhak membatasi Allah. Allah serba maha, merdeka dan berdaulat!
Allah menjadi manusia adalah Injil, kabar sukacita. Meski demikian tidak semua siap menerima Allah yang demikian. Hanya yang sungguh merendahkan diri serendah-rendahnya, membuka diri selebar-lebarnya terhadap kebenaran itu dapat mengalami keamanan keselamatan, dimampukan mengimani dan mengamininya.
Bacaan Injil hari ini menarasikan penolakan orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Mereka gagal mengalami Yesus sebagai Allah yang menjadi manusia. Sehingga  melempari-Nya dengan batu. Mereka mau merajam-Nya.
Orang-orang Yahudi berpandangan bahwa manusia tidak dapat menjadi Allah. Yesus, yang mereka ketahui sebagai anak Yusuf dan Maria, dari kampung Nazaret begitu kemaki kementhus mendaku sebagai yang datang dari Allah. Di mata mereka, Yesus menghujat Allah. Yesus menyamakan diri dengan Allah. Mereka bergulat pada anggapan, bayangan dan pikirannya sendiri tentang Allah yang tidak mungkin menjadi manusia. Mereka  menutup diri akan kemungkinan  Allah menjadi manusia. apalagi dalam diri manusia Yesus Nazaret yang mereka ketahui asal-usul-Nya.
Sejatinya pekerjaan-pekerjaan baik yang Yesus lakukan, bersumber dari ke-Allah-an-Nya. Yesus adalah sakramen, Allah. Yesus memperlihatkan pekerjaan baik Bapa yang Dia saksikan. Orang-orang Yahudi tidak mampu mengalami pekerjaan baik Yesus sebagai cerminan pekerjaan Allah, sebagai  ayat-ayat-Nya. Mereka menolak Yesus  bukan karena perbuatan baik-Nya, melainkan karena "Engkau menghujat Allah.  Engkau sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah."
 Bagi orang-orang Yahudi, Yesus adalah manusia. Janganlah Yesus menyamakan diri dengan Allah. Janganlah Yesus menghujat Allah. Orang-orang Yahudi merasa terpanggil untuk membela Allah. Allah yang mereka bela adalah Allah seperti mereka pikirkan. Yaitu Allah yang tidak dapat menjadi manusia. Mereka gagal mengalami Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus Nazaret.
Terkait jati diri-Nya yang berasal dari Allah, Yesus menunjukkan dalil-dalil Kitab Suci :"Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu, Aku telah berfirman: Kamu adalah allah?" Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah, sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan, masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?Â
Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah atas pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa" Â
Semua dalil itu tidak mengubah visi mereka. Mereka tetap menutup hati dan diri. Mereka menolak-Nya. Mereka berkeras hati mencoba menangkap Dia, meski luput dari tangan mereka.