Dengan demikian berhadapan dengan Yesus orang tidak dapat bersikap samar-samar. Orang harus mengambil keputusan, tidak dapat bersikap netral. Keputusan yang diambil beresiko bagi kekekalannya. Mereka yang memilih menghormati Yesus, menghormati Allah sendiri.
Siapa mendengar dan percaya pada Anak, ia juga mendengar dan percaya pada Bapa. Siapa percaya pada Yesus, percaya pada Bapa. Ia mengalami  hidup bersama dan bersatu dengan Allah sendiri. Hidup kekal. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup"
Namun mereka yang menolak Yesus, berarti menolak Anak Manusia, menolak Mesias.
Pada hal saat penghakiman akhir jaman Allah menyerahkan kepada Yesus, Allah yang berinkarnasi. Allah yang sudah menjadi manusia.  Dia yang sudah pernah mengalami, merasakan beratnya pencobaan, dapat  lebih bersimpati kepada manusia yang Ia hakimi.
Penghakiman-Nya  didasarkan atas perbuatan baik, buah-buah kehidupan yang dihasilkan. Karena memang "dari buahnyalah orang mengenal pohonnya." Dari perbuatannya dapat dilacak jejak yang  menunjukkan apakah ia beriman atau tidak. Orang beriman dikenal dari perbuatan baiknya. Sementara orang tidak percaya nampak dari perbuatan-perbuatan jahatnya.
Beriman atau tidak beriman, pilihan yang sama-sama beresiko "Saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, Â dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum." Mereka yang menolak Yesus menciptakan hukuman buat dirinya.
Penghakiman-Nya jauh dari hukum balas jasa dan balas dendam. "Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." Dia yang mengutus-Nya adalah Allah Bapa, yang belas kasih-Nya tanpa batas. Penghakiman-Nya penuh belas kasih. Yesus Hakim Sejati
Kembali ke kasus kakek yang dihakimi massa di atas, meski keluarga Wiyanto Halim meminta keadilan, yakinlah hakim tidak pernah akan mampu memberikan keadilan sepenuh dan seutuhnya. Bryna, anak Wiyanto Halim menyatakan tak terima sang ayah meninggal mengenaskan. "Saya dari keluarga tidak menerima papa meninggal dalam keadaan mengenaskan kayak gini. Kami minta keadilan," ujarnya. Namun nasi sudah jadi bubur. Nyawa tak lagi dapat dikembalikan.
Sadari diri sebagai makhluk lemah. Tidak steril dari  dosa, jahat dan salah. Hati-hati, jangan main hakim sendiri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H