Oleh kuasa-Nya, kita dimampukan bersukacita, damai hati, tenang spiritual dalam keadaan apapun. Bukan karena suka untung sehat dan lancar segalanya. Meski duka, malang,  sakit, gagal bahkan kematain  disandang, tidak pernah mengurangi, memperkecil bahkan menghapus dan menihilkan sukacita iman. Dalam keadaan apapun, sadari bersama Yesus Nazaret, Allah adalah Immanuel. Allah beserta kita,  tidaklah pernah kita sendirian. Jika bersama Immanuel, masih tetap dalam ketakutan, tidak ada jaminan, tidak dapat dijadikan andalan  sukacita untuk apa dipertahankan? Tinggalkan saja Immanuel yang keokan.
Dengan sudut pandang Maria, kita dapat melihat betapa banyak pejabat-pejabat yang kuasa dalam ipolkesosbudhankamaglingk dijungkirbalikkan oleh-Nya. Satu persatu mereka dipermalukan Sang Kebenaran. "Becik ketitik, ala ketara". Segala bau busuk, mesti ditutup rapat, pada saat-Nya akan terbongkar dan tercium juga. "Eling, Gusti mboten sare". Tuhan tidak tidur. "Gusti pirsa. Ora rena, wong ala disubya-subya." Tuhan mahatahu. Tidak berkenan, jika orang-orang sesat, jahat disanjung, dipuja, dijadikan penuntunarah kehidupan. Bahaya, orang buta dituntun orang buta.
Sementara mereka yang kecil semestinya dibantu dan diprioritaskan , malah  dibully, dilecehkan, dizalimi, didiskriminasi, diancam, diteror, ditindas, dianiaya, disingkirkan.  "Eling Gusti ora rila. Sing cilik aja diiyik-iyik" Ingat Tuhan tidak rela. Kehidupan orang kecil jangan dipermainkan. Allah, Sang Pembela Agung pasti tampil pada saat-Nya. Saat yang selalu tepat. Satu-persatu mereka dipulihkan. Diangkat dan dimuliakan.
Itulah Magnificat Maria.. Hasil live in, berkhalwat di rumah Elisabet, selama kira-kira tiga bulan lamanya. Maria  pulang kembali ke rumahnya. Membawa oleh-oleh ilmu kehidupan,  kidung pujian Maria. Kesimpulan keberimanannya.
Bagiamana magnificatku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H