Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka". Ia mendapat solusi cemerlang. Lantas ia panggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Kepada yang berhutang seratus tempayan minyak, dimintanya membuat surat hutang  lima puluh tempayan. Kepada yang berhutang seratus pikul gandum, disuruhnya menulis delapan puluh pikul.
Bendahara yang tidak jujur itu melakukan tindakan antisipatif. Kelak pada saat dipecat tuannya ia bisa minta bantuan kepada mereka yang hutang-hutangnya dikurangi.Â
Mereka akan balas budi dan dengan  senang hati pasti mau menolongnya. Sebab sebagai bendahara, dia berkuasa  menentukan jumlah sewa yang harus dibayar. Keputusan yang dibuatnya sah dan berlaku. Tuannya tidak dapat mengubah keputusannya. Sebuah solusi antisipatif penyelamatan diri yang cerdik, efektif  walau licik, menipu, tidak jujur.
Mengetahui siasat bendaharanya itu, tuannya memberikan pujian atas kelihaian solusinya. Tuan itu mengakui kecerdikan sang bendahara, meski tidak menyetujui tindakan curangnya.
Benarkah anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang? Jika untuk keselamatan duniawi, orang begitu cerdik, kreatif, antisipatif, kenapa orang tidak melakukan yang sama untuk keselamatan abadinya? Mengapa orang masih begitu "sembrono" lalai, main-main, tidak serius  memandang "enteng" kehidupan kekalnya? Sudahkah dengan cerdik mengupayakan keselamatan kekal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H