Berbeda dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang memiliki kursi Musa, kursi kehormatan untuk berkhotbah. Ketika hukum Taurat diberikan Tuhan turun ke gunung. Â
Ia berbicara melalui guntur dan kilat. Orang Israel disuruh berdiri jauh-jauh. Ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang duduk di kursi Musa, sesungguhnya sedang merusak hukum, menebarkan pendangkalan kehidupan, menyemai benih budaya kematian. Sementara ketika berkhotbah, Yesus duduk di atas sebuah bukit di Galilea.Â
Bukan tempat  nyaman untuk berkhotbah. Yesus naik ke atas bukit untuk mengajarkan misteri kebenaran eksistensial kehidupan. Yesus berbicara dalam angin semilir. Murid-murid-Nya dan orang banyak  diundang untuk datang mendekat. Yesus menawarkan indahnya perubahan,  sebuah pertobatan dalam kehidupan.
Kepada para murid dan orang banyaklah Yesus  mengarahkan pewartaan-Nya. Mereka begitu terbuka, mau belajar memahami dan mengenal kehidupan sejati, sehingga boleh mengalami melihat, mendengar, meraba Allah dalam Yesus. Dahulu Allah berbicara dengan perantaraan para nabi, kini dalam Yesus, mereka sendiri mesti mengalami Allah yang membuka mulut-Nya, penuh kuasa dalam kata dan tindakan.
Mengalami Allah dalam Yesus yang terwujud dalam kiblat dasar pilihan yang serba positif, baik, benar, bagus elok indah yang membahagiakan adalah kristianitas.Â
Kekristenan, gaya hidup penuh syukur sukacita semangat jadi berkat bukanlah gaya hidup muluk-muluk di langit angkasa. Kekristenan adalah gaya hidup orang beriman yang menjadikan kehendak Tuhan di atas bumi seperti di dalam surga. Gaya hidup yang kapanpun, dimanapun dalam keadaan apapun bernada dasar setia dan pilih kebaikan, kebenaran, kebagusan keelokan keindahan dalam setiap sikap, perilaku, tutur kata dan tindakan. Dan dari padanya dipetiklah kebahagiaan.
Maukah melakoni gaya hidup kekristenan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H